Friday 15 March 2013

Bimbingan Belajar

Cerita ini mulai ketika aku baru lulus SMA. Waktu itu aku baru sibuk - sibuknya nyari universitas. Maklum kota pelajar, semua orang sibuk kesana kemari cari sekolahan. Enggak laki enggak perempuan semuanya sibuk ngurus legalisir, ijazah, formulir pendaftaran dan lain sebagainya. Begitu juga dengan diriku. Aku sudah berkeputusan untuk kuliah di universitas negeri yang paling terkenal di kota ini bagaimanapun caranya. Untuk itu aku harus kerja keras supaya lulus UMPETAN, ujian masuk perguruan tinggi negeri. Salah satu perjuanganku adalah belajar sambil cari pembimbing yang tahu tentang soal - soal UMPETAN.

Sore itu sewaktu aku bengong di teras rumah nglepasin rasa penat setelah belajar seharian, Anto datang dengan motor barunya yang bermerek ‘ngacir’. “heh,… masuk - masuk!” kataku mempersilahkan dia masuk ke dalam rumahku. “He…he…, nggak usah,… aku keburu - buru” jawabnya sambil meringis kayak kuda. “Apaan sih, koq kesusu gitu? Baru dateng udah mau ngacir lagi !, duduk dulu!” kataku kesel. “Kesusu kan enak?”, katanya mesum, “Kamu udah mandi belon?”. “Enak aja, ya belum no! kayak nggak tau aja kamu!”, timpalku. “Udah, cepetan, nggak usah mandi. Ganti baju sana, trus pake sepatu, kamu ikut aku”. “Eh, ada apa ini? Saya tidak bersalah pak! Bukan saya yang mencuri ayamnya, he.. he.. ngapain to?” tanyaku. “Aaah, nggak usah banyak tanya, cepetan!!!”, katanya sewot. “Iya, iya,… santae aja”, jawabku. 

Singkat cerita aku dan antok pergi bareng pake motor ngacirnya. Di tengah perjalanan aku mulai nggak sabaran. Kutanya si Antok yang sedang konsentrasi mengendarai motorn. “Eh, mau kemana sih? Kayak cerita detektif aja pake rahasia - rahasiaan segala!”, “Tenang aja, katanya kita mau lulus UMPTN, naah, kamu aku ajak ke tempat kenalanku. Dia tentor bimbingan belajar ‘Pri——’. Sekarang dia lagi nggak ada jatah ngajar. So,.. kita bisa belajar sama dia to?”, jawabnya. “Huuuu… aku pikir kemana… kalo tau gitu, tadi aku gak mau ikut…. Baru capek nih otakku, seharian cuma mikir yang namanya sinus sama cosinus itu”, kataku ketus. “Santae aja, ntar disana pasti kamu seger lagi, dijamin deh!”, jawabnya. Ya udah, pikirku. Lagian mau gimana lagi, udah jauh dari rumah juga. 

Sepuluh menit kemudian kami sampai di daerah utara kota pelajar tercinta ini. Daerah ini terkenal sejuk dan tenang, sehingga banyak orang datang ke sini untuk refreshing dan tentunya pacaran. Akupun dulu sering kesini sama temen cewekku yang rada sableng itu. Dulu kami sengaja pacaran disini malem - malem, soalnya sepi dan tentunya bisa sedikit senggol sana senggol sini. Ada seninya sendiri dating sambil duduk di atas motor. Saking seringnya, kami sampai punya tempat favorit, tempat yang strategis dimana enggak ada orang yang bisa ngelihat kami berduaan. Tapi sebaliknya, dari tempat itu kami bisa leluasa ngawasin semua tingkah laku orang yang datang dan pacaran. Sering kami saling muasin satu sama lain sambil lihat ‘live show’. Aku sering mainin clitorisnya dan dia juga menggosok lembut si otongku sambil kami berdua ngitip orang gituan dari jarak yang lumayan dekat. Kami berdua tentunya masih berpakaian lengkap karena takut kalo tiba - tiba ada orang yang mergokin. Supaya pakaian kami nggak kotor, aku sering minta dia ngisep si otong sampai klimaks di dalam mulutnya. Mulanya dia nggak suka, tapi setelah dia coba ngrasain rasa spermaku, dia ketagihan. Cewek sih enak, kalo klimaks nggak ngeluarin cairan sebanyak cowok sehingga nggak perlu repot - repot mbersihinnya. Cara dating kayak gini ini yang membuat kami berdua puas sepuas - puasnya. Saking puasnya, satu kali jam terbang aku bisa klimaks empat sampai lima kali sedangkan dia bisa sampai belasan bahkan puluhan kali, gila nggak? 

Memori ku buyar karena tiba - tiba Anto membelokkan motornya ke arah sebuah rumah yang lumayan besar. Tidak terlalu mewah, bertingkat dua, dan terawat rapi. Aku nggak sadar kalo kami berdua udah sampai di dalam halaman rumah. “Sebentar ya?”, kata Antok. Setelah kami turun dari motor Antok masuk ke dalam rumah itu sementara aku ditinggal sendirian di halaman depan kayak orang blo’on. 

Bagus juga pemandangannya. Waktu itu kira - kira sudah pukul setengah enam sore, matahari yang sedang terbenam kelihatan jelas dan bagus sekali. Rumah yang enak, pikirku. Tenang, sejuk, jauh dari keramaian, kanan kirinya cuma sawah. Tetangga kiri kanan jaraknya jauh - jauh. “Hey, ngelamun!! Ntar kemasukan setan baru tahu rasa kamu!!”, gertak si Antok yang rupanya sudah muncul lagi. “Heh? Udah? Enak ya ninggalin orang!”, jawabku. “Gitu aja marah!! Ayo masuk, aku kenalin sama mbak Lina”, katanya sambil meringis mamerin giginya. “Mbak Lina? Tentornya cewek to? Aku kirain cowok !!”, jawabku. “Hey.. ayo masuk…. Kok masih di luar sih??? Masuk… masuk !” rupanya mbak Lina, kenalan Antok sudah membukakan pintu kamar tamunya. Manis juga, pikirku. Kulitnya putih langsat, tinggi, lebih tinggi sedikit dari si Antok. Kira - kira sekitar 163 cm. Wajahnya oval dengan hidung yang mancung. Yang paling menggairahkan adalah bibirnya. Kecil merah merekah. Rambutnya hitam sebatas bahu. Badannya lumayan bagus, agak kurus tapi montok, terutama bagian pantat dan dadanya. Ia mengenakan rok putih pendek dan baju yang longgar. Kakinya putih mulus. Dari bajunya yang semi transparan itu bisa terlihat Bhnya yang ketat. BH yang dipakainya adalah model BH yang tanpa gantungan lengan, jadi hanya dilingkarkan ke belakang. Aku nggak tahu model apa namanya tapi yang jelas sexy sekali. Kata si Antok mbak Lina ini baru brumur 24 tahun. Masih muda juga, pikirku. 

Tanpa disuruh dua kali kami pun bergegas masuk. “Kenalin Di, ini mbak Lina, kenalanku… dia jago lho”, katanya sambil tersenyum aneh. “Andi”, kataku memperkenalkan diri sambil berusaha memberikan senyum seramah mungkin. “Lina”, sahutnya. Tangan mbak Lina bener - bener halus. Pikiranku mulai ngeres mbayangin gimana kalau tangan sehalus itu membelai si Otong. “Temen SMAnya Antok ya?”, tanyanya membuyarkan pikiranku.”Eh, enggak kok mbak, kami ketemu waktu dia jadi kuli angkut di pasar.”, kataku sambil berusaha bergurau. Pok! Tangan si Antok mendarat di kepalaku “Enak aja! Yang kuli itu kamu!”, katanya sewot.”He..he…..”, aku cengengesan. “Udah, udah… ayo duduk dulu”, kata mbak Lina sambil tertawa. Kamipun duduk di kursi kamar tamunya yang mewah. “rumah sendiri mbak?”, tanyaku berbasa basi. “Oh, enggak… kontrakan. Sewa rumah bareng sama temen - temen. Lebih nyaman kalo ngontrak rumah”, katanya. “Koq sepi mbak?”,tanyaku lagi. “Iya, pada ngajar di ‘pri——. Ya ginilah keadaannya, pada gantian jaga rumah. Paling - paling mereka pulang jam sembilan nanti, Eh, Sebentar ya, mbak buatin minum dulu.”. Sekejab kemudian mbak Lina masuk ke dalam.

“Eh,… Di, aku pergi rokok sebentar ya? Kamu di sini dulu, paling cuma lima belas menit aku perginya”, kata Antok tiba - tiba. “Tadi enggak sekalian beli di jalan?!”, kataku. “Lupa !, sebentar ya?”, katanya ngeloyor pergi. Sebentar katanya,… aku tau kalo perginya bakalan lama, soalnya si Antok itu perokok yang fanatik sama merek Marlboro. Kalo enggak merek itu dia nggak mau. Dan merek itu biasanya cuma dijual di toko - toko besar kayak supermarket. Lagipula selama perjalanan kesini nggak kulihat supermarket, so pasti perginya lama sekali. Sayup - sayup kudengar motor Antok pergi meninggalkan aku sendirian. Ah, persetan,…. Pergi aja yang lama, biar aku bebas omong - omong ama mbak Lina, pikirku. 

“Lho, mana Antok?”, tanya mbak Lina yang tiba - tiba muncul sambil membawa dua gelas Ice tea alias es teh. “Pergi mbak, pergi rokok”, jawabku singkat. “Ya udah,…. Ayo diminum dulu..”, jawab mbak Lina “Adanya cuma itu, nggak papa kan?”. “Ma kasih mbak….. benernya pengen susu sih, tapi…. Nggak papa deh..”, jawabku setengah bercanda setengah mesum. “Dasar..”, sahut mbak Lina sambil tersenyum manis. Mbak Lina duduk berseberangan denganku. Waktu dia duduk kaget juga aku karena dia ternyata nggak pake cd. Ini bisa kulihat karena mbak Lina duduknya nggak rapi. Kakinya yang mulus itu agak membuka. Dari tempat aku duduk memang enggak begitu jelas tapi aku yakin kalo dia nggak pake cd karena di dalam rok itu jelas nggak kulihat sepotong kainpun. Sambil minum aku terus mandangin bagian bawah mbak Lina. Sepertinya mbak Lina enggak menyadari hal ini karena pandangan mataku agak ketutup gelas yang aku pegang. Tau kalo ada barang bagus si otong mulai bertingkah. Si otong mulai bangun, ini membuat aku salah tingkah berusaha nyembunyikan sikap si otong. “Kamu enggak ngerokok, Di?”, tanya mbak Lina mengagetkanku.”Eng… Enggak mbak..”,jawabku terbata - bata.”Mbak Lina enggak ngerokok?”, tanyaku balik. “Eh,… enggak, mbak lebih suka nyedot cerutu”, jawabnya agak nakal. Celaka, kali ini si otong bener - bener nggak bisa diajak tenang lagi, si otong spontan nyembul di balik celanaku. Sundulannya di balik celanaku membuatku kaget. “Eh,… mbak… bisa pinjem kamar mandinya”, tanyaku agak panik. Kelihatannya mbak Lina sempat lihat nyembulnya si otong ini. Kelihatannya ia agak kaget juga. “Bisa,… masuk aja…. Sepi koq, nggak ada siapa - siapa. Kamu jalan terus aja, ntar kamar mandinya di sebelah kiri.” Jawab mbak Lina. Sambil berusaha menutupi si Otong demi menjaga sopan santun, aku bergegas menuju kamar mandi guna mengatur letak si otong. Kamar mandinya luas juga. Lengkap dan mewah perbotannya. Di pojok kanan ada bathtub ukuran sedang, di sebelahnya ada shower, dan laen sebagainya yang semuanya serba putih bersih. Segera kututup pintu kamar mandinya. Bergegas aku membuka kancing celanaku dan meraih si otong. Si otong kali ini memang bener - bener bandel. Si panjang gemuk itu sudah keras sekali rasanya, udah minta dikocok kayaknya. Belum sempat aku mbenerin si otong tiba - tiba pintu kamar mandi dibuka. Celaka, aku rupanya lupa mengunci pintunya. Rasa panikku hilang berganti rasa deg - degan waktu orang yang nongol dari balik pintu itu adalah mbak Lina. Si otong langsung berdenyut - denyut melihat situasi yang terjadi, ia tahu peristiwa apa yang akan terjadi selanjutnya. Kini sengaja tidak kututup celanaku sehingga mbak Lina bisa melihat dengan jelas si otong. 

“Eh,.. sorry, mbak cuma mau nganterin sabun….”, kata - kata mbak Lina terhenti. Mulutnya ternganga dan matanya melotot melihat si otong. Agak lama juga kami berdua terpaku. Lalu perlahan - lahan tanganku mulai mengocok si Otong dengan pelan. Mbak Lina tetap diam sambil merhatiin apa yang aku lakuin. “Tolong dong sekalian sabunin si otong, mbak…..”, ajak ku berharap. Mbak Lina kelihatan ragu. Kuhampirinya dengan pelan. Kutarik tangannya dan kutuntun ke otongku. Dipegangnya si otong dengan ragu ragu. Kemudian dengan lembut ia mulai mengocok si otong turun naik. Kesampaian juga fantasiku untuk dikocok tangan halus itu. “Enak Di?”, tanyanya lirih penuh nafsu. “Ahh…” enak sekali mbak….uh…”. tanpa disuruh tanganku mulai merengkuh payudaranya yang sintal. “Ssshh.., ahh…jangan… ” mbak Lina merintih keenakan. Tak kuhiraukan omongannya, tanganku mulai merogoh payudaranya. Mbak Lina mulai terangsang tangannya mulai mempercepat ritme gosokannya. Segera tanganku mencopoti kancing baju dan BH nya. Segera setelah baju dan BH nya jatuh ke lantai, payudara mbak Lina dapat terlihat dengan jelas. Padat sekali dan berwarna putih mulus dengan puting susu yang berwarna pink. Putting susu itu membusung kedepan memperlihatkan lancipnya payudara mbak Lina. Langsung kuremas payudara kirinya sementara tangan kananku memilin - milin dan menarik putting susu kanannya. “Ah……” mbak Lina semakin merintih keenakan. Kudekatkan kepalaku ke dadanya, ku hisap - hisap puting kanannya. Mbak Lina semakin menggelinjang. Tangan kananku mulai bergerak turun, mengelus - elus perutnya yang padat. Mbak Lina semakin terangsang dengan cepat ia melorotkan celana jeans dan cd ku. Si Otong langsung menyembul keluar memperlihatkan seluruh bentuknya. Mata mbak Lina tak lepas - lepasnya dari si Otong. Tangannya mulai membelai buah pelirku dengan ganas semantara tangannya yang lain semakin keras mengocok si otong.

Nikmat sekali rasanya gesekan tangannya dengan si otong. Rasa enaknya sampai ke seluruh urat sarafku sehingga tanpa kusadari badanku mulai bergetar keenakan. Kedua tanganku segera bergerak menjelajah ke bagian memek mbak Lina. Dengan satu tangan ku angkat roknya sedangkan tanganku yang lain mulai menelusur lebih dalam lagi. Ternyata memang betul mbak Lina tidak memakai cd, dengan mudahnya dapat kutemukan clitoris di belahan memeknya. Mbak Lina rupanya telah mencukur habis jembutnya karena tanganku tidak menemukan sepotong rambutpun di sana dan aku merasa memeknya licin dan bersih. Memek model begini yang membuat aku terangsang hebat. Kubuka belahan memeknya. “Ah……enaaak… ” mbak Lina mengejang keenakan begitu ku gosok dengan lembut clitorisnya. Kuputar - putar clitorisnya dengan ibujariku sementara jari tengahku mulai masuk ke liang senggamanya yang sudah basah kuyup. Tiba -tiba mbak Lina menarikku tanganku, tanpa sempat aku berkata apa - apa ia membungkuk dan dengan ganas otongku dimasukkan ke dalam mulutnya. Sedotannya terasa enak sekali. Lidah mbak Lina yang bermain - main di bagian sensitifku sementara mulutnya yang menghisap maju mundur membuatku kesetanan. Tanganku meremas - remas payudara dan pantatnya dengan kuat, lebih kuat dari sedotannya. “mmmmmmm…..”, mbak Lina mengeluh keenakan. Beberapa detik kemudian rasa enak itu tak dapat kutahan lagi. “Ahhh… mbak, aku mau klimaks nih….uh…..”. Mbak Lina tak menyahut, hanya mempercepat gerakan mulut dan lidahnya. Tak dapat kutahan lagi, spermaku keluar dengan derasnya. Begitu banyaknya yang keluar sampai - sampai spermaku menetes keluar dari mulutnya. Setelah 6 sampai 7 kali semprotan, aku pun lemas keenakan. Mbak Lina tau kalau aku sudah puas, ia mulai mengendorkan sedotannya, lalu kemudian melepaskan si otong dari mulutnya. Mbak Lina tersenyum nakal, rupanya ia telah menelan semua spermaku, sedangkan tetesan sperma yang sempat lolos dari mulutnya menetes ke payudaranya.

Walaupun telah mencapai klimaks, si otong tetap nggak mau kendur juga. Tau keadaan si Otong yang seakan menantang, Mbak Lina yang belum terpuaskan segera kembali beraksi. Dibelakanginya aku. Ia membungkuk, di lorotkannya rok putih itu sambil memamerkan memeknya dari belakang. Gila, bagus bener bentuknya, pikirku. Memek yang bersih licin itu berwarna merah jambu. Karena tak ada sehelai rambutpun yang menutupinya, dengan jelas dapat kulihat setiap lekuk memeknya. Memek yang basah kuyup dengan bibir yang merekah itu menantangku. Tak boleh kulewatkan kesempatan untuk ngerasain memek cewek ini. Kuremas memeknya dari belakang, kugesek clitorisnya dengan semua jari - jariku. Kugosok - gosok clitorisnya dengan cepat. “sssss… cepetan Di,… cepet masukin kontolmu… aku udah gak tahan….. ssss”, mbak Lina memohon. Lalu dengan jari telunjuk dan jari tengah kubuka bibir memeknya. Si otong tanpa basa basi langsung kuhujamkan keliang vaginanya yang sudah terbuka. “Ahhh…”, mbak Lina merintih keenakan karena si otong bener - bener menuh - menuhin memeknya dari dalam. Dengan beberapa kali desakan, si otong kudorong mentok ke liang rahimnya. Memek mbak Lina bener - bener seret rasanya. Enak sekali ngerasain memek yang seret anget basah itu. Kali ini kugerakkan pinggangku maju mundur secara kuat, mbak Lina tampaknya menyukainya. “terusss… ahh…. Lebih cepat… lebih cepat…. Ahhh….” Tangan kiri mbak Lina mulai menggesek - gesek clitorisnya sendiri menggantikan tanganku. Kupercepat gerakan ku sampai sampai terdengar bunyi gesekan si otong dengan memek mbak Lina. Kupegang pinggang mbak Lina dengan kedua tanganku untuk membantu si Otong keluar masuk. Mbak Lina juga tak mau tinggal diam, ia memutar - mutar pinggulnya dengan kencang. Tak lama kemudian mbak Lina mulai menggelinjang, menggelepar - gelepar sambil merintih keenakan. Tak sampai lima detik kemudian tubuhnya menegang. Sambil berteriak keenakan mbak Lina mencapai klimaks. Kurasakan denyutan memeknya memijat - mijat si otong dengan kerasnya. Keadaan ini membuat si otong muntah untuk kedua kalinya. Kami berdua merintih keenakan. …

Sedetik kemudian kami colapse di lantai porselen putih kamar mandi itu. Kami berdua terengah - engah, mengatur nafas yang mungkin terlupakan sewaktu kami berdua asik tadi. Kupeluk mbak Lina dari belakang. Kudekatkan bibirku ketelinganya. “Makasih ya mbak”, bisikku dengan agak parau. “Ah, mbak yang terima kasih”,jawabnya sambil tersenyum manis sekali. Kuciumi tengkuknya dengan lembut, lalu perlahan - lahan kujilati kupingnya sambil merintih untuk memancing mbak Lina kembali. Si Otong masih tetap ngaceng, mau minta lagi. Ku tempelkan si otong ke pantatnya, perlahan kugesek - gesekkan. Tanganku mulai beraksi lagi. Kujelajahi memeknya yang kian basah. Spermaku meleleh kel uar dari memeknya dan membasahi pahanya. Kumainkan cairan putih itu. Clitorisnya yang mulai lemas kembali menegang. Tanganku mulai naik ke atas, meremas - remas payudaranya yang padat. Mula - mula lembut kemudian mengeras dan mengeras. Mbak Lina merintih keenakan. Pantatnya yang sintal mulai digosok - gosokkan ke belakang sehingga menyentuh si otong. Tak tahan lagi kumasukkan si otong ke memeknya dari belakang. Kutindih tubuh mbak Lina. Mbak lina yang dalam posisi telungkup dan berada di bawah tak bisa berbuat banyak. Di rentangkannya kakinya yang mulus dan jenjang itu untuk mempermudah si otong masuk. Dengan tangan yang terus meremas - remas dan memilin - milin payudara serta putingnya itu aku memompa mbak Lina dengan sangat bernafsu. “Oh… enak sekali Di, mbak seneng sama posisi ini….”,katanya tersengal - sengal. Kuciumi tengkuknya dengan ganas. Mbak Lina hanya bisa menggelepar keenakan. Tak lama kemudian mbak Lina klimaks untuk kedua kalinya. Tanpa memperdulikan mbak Lina yang terus mengejang kupercepat ayunan si otong. Bunyi yang dihasilkan dari kecepatan dan basahnya memek mbak Lina membuatku makin bernafsu. Lama sekali mbak Lina mengejang keenakan sampai akhirnya aku keluar juga. Kali iniku semprotkan spermaku ke pantatnya. Karena udah tiga kali aku klimaks, air maniku tak sebanyak semprotan yang pertama dan kedua, tapi cukuplah untuk membasahi pantat mbak lina yang merangsang itu. Akhirnya aku colapse lagi di atas mbak Lina. 

“Gila, mbak sampai lima kali berturut - turut lho Di…”, kata mbak Lina manja. “Hah…? Lima kali berturut - turut ? Gila…. Pasti enak bener rasanya…”, sahutku dengan iri. Mbak Lina cuma tertawa manja. “Makasih ya Di….. udah bikin mbak keenakan…. Sampai enam kali lho…..”,kata mbak Lina sambil membalikkan tubuhnya. Aku pun bangun dan hanya tersenyum saja. He… he…. Ini belum seberapa, aku bisa buat mbak berpuluh - puluh kali klimaks, batinku.

Singkatnya setelah beres - beres sebentar kami menuju ke ruang tamu, ngobrol sebentar sambil nungguin Antok datang. Lima menit kemudian Antok datang sambil cenngar - cengir, “Gimana? Mbak Lina jagoan kan?”, tanyanya menyindir. “Rupanya kamu tau juga ya?”, tanyaku memancing.

0 comments:

Post a Comment

 

©2011Pojokan Dewasa | by TNB