Tuesday 26 March 2013
Ngentot Wanita Setengah Perawan
Ngewe
Wanita Setengah Perawan, Ini merupakan pengalaman pertamaku. Tapi bukan
berarti baru pertama kali aku melakukan senggama, tapi pertama dalam
arti mendapatkan wanita dengan status setengah perawan. Lho kok bisa
setengah perawan, barangkali itu yang menjadi pemikiran para pembaca
budiman. Setengah perawan itu dengan pengertian, tidak pernah disetubuhi
laki-laki, tapi kemaluannya pernah dijilati pacarnya dan dimasuki jari
tangan sehingga perawannya jebol, tapi masih perawan karena tidak pernah
dimasuki kemaluan lelaki. Ini yang disebut setengah perawan.
Aku
mendapatkan Sri secara kebetulan. Ketika itu, aku yang senang naik bus
kota karena banyak bertemu dengan karyawati, sedang menunggu di halte
bus kawasan Slipi. Ketika sedang duduk-duduk menanti bus, seorang gadis
dengan wajah tidak terlalu cantik dan tidak jelek, berkulit putih dengan
payudara yang tidak terlalu besar (seperti kesukaanku), berjalan ke
arahku dan langsung duduk di sebelahku. Perilakunya terkesan cuek,
seperti pada umumnya cewek Jakarta. Aku mencari akal, bagaimana cara
untuk mengajak ngomong cewek ini. Aku punya pikiran untuk minta maaf
karena akan merokok. Ketika aku minta ijin merokok, Sri dengan senyum
manisnya menyatakan tidak keberatan. Selanjutnya obrolan kian akrab dan
saling tukar nomor handphone. Aku dan Sri kemudian berpisah karena
tujuan kami berbeda. Aku mau ke Blok M sedang Sri mau ke Kampung Melayu,
rumah temannya.
Malam
harinya, aku sudah tidak sabar untuk menghubungi telepon selulernya.
Obrolan pun terjadi, cukul lama. Hampir setiap hari aku telepon.
Obrolannya pun mulai mengarah ke masalah pacaran. Dia mengaku baru saja
putus dengan pacarnya karena menghamili gadis lain. Pura-pura sok suci,
aku pun menasehatinya untuk tabah dan tawakal karena memang bukan
jodohnya. Hubungan via telepon ini cukup lama, sekitar dua minggu dan
hampir setiap hari aku selalu menghubunginya. Menginjak minggu ketiga,
aku memberanikan diri mengajak untuk jalan-jalan. Karena aku belum lama
di Jakarta, aku minta diantar ke Ancol, ternyata Sri tidak keberatan.
Malam
Minggu, aku dan Sri dengan naik sepeda motor pergi ke Ancol. Aku
berpura-pura alim dan bercerita tentang masa laluku, dan cerita itu
kubuat sedemikian rupa sehingga terkesan aku ini punya sifat terbuka.
Dia juga menceritakan masa lalunya, termasuk tentang dirinya yang sudah
setengah perawan. Di Ancol, aku juga menghindari untuk menciumnya.
Ternyata sikapku yang sok suci ini membuat dia jatuh hati.
Memasuki
minggu keempat, dia mengajakku untuk pergi jalan-jalan. Dia minta ke
puncak dan berangkat minggu pagi. Usulnya kuterima dengan alasan aku
juga belum pernah ke sana (padahal, di kawasan dingin itulah, aku sering
membawa cewek-cewek Jakarta). Sekitar pukul 06.00, aku sampai di
Terminal Rambutan dan tidak lama kemudian dia juga sampai di satu titik
yang telah ditetapkan bersama. Singkat cerita, sekitar pukul 08.30, aku
dan dia sampai di Puncak. Setelah sarapan, kita kemudian mencari tempat
untuk melihat-lihat pemandangan. Di puncak, aku melihat Sri mulai aktif
dengan menggandeng tanganku. Aku berpikir, inilah saatnya untuk
mengeluarkan jurus terampuh, apalagi Sri ini termasuk wanita terlama
yang aku minta menyerahkan barangnya (sekitar sebulan).
Setelah
mendapatkan tempat duduk, aku dan Sri kemudian terlibat pembicaraan
hangat. Saat itu, mendung semakin tebal. Aku kemudian bilang sama Sri
untuk mencari tempat karena hujan lebat tidak lama lagi akan turun.
Tanpa kuduga, Sri menerima karena dia mengaku senang dengan sifat
keterbukaanku dan berharap aku bisa jadi suaminya. Itulah kelemahan
wanita, yang cepat percaya, yang akhirnya akan jadi korban lelaki.
Aku
dan Sri kemudian mencari tempat dan tidak terlalu sulit untuk
mendapatkannya. Singkat cerita, aku dan Sri sudah masuk ke kamar. Dengan
sikap jantan dan tidak tergesa-gesa, aku dan Sri kemudian menonton
televisi sambil ngobrol-ngobrol dan sekali-kali menyinggung tentang
seks, terutama ketika kemaluannya dicium oleh pacarnya dulu.
Pertanyaanku ini ternyata membuatnya bersalah dan berjanji tidak akan
mengulangi lagi, kecuali pada calon suaminya. Dengan rayuan gombal, Sri
tampak percaya sekali kalau aku merupakan calon suaminya.
Kemudian
kucium pipinya dan Sri diam saja sambil menutup matanya. Setelah itu,
dengan gaya halus, aku minta ijin untuk mencium bibirnya. Tanpa ada
jawaban, Sri langsung menyosor bibirku, dan tanpa dikomando bibirnya
segera kulumat dan tanganku menggerayangi payudaranya yang tidak terlalu
besar. Ketika putingnya kuraba, dia mulai melenguh. Dengan gerakan
halus, aku mulai membuka pengait BH-nya sehingga terbukalah bukit kembar
miliknya. Sementara bibirku sudah beralih, tidak lagi di bibirnya tapi
sudah menjilati telinga, dan lehernya. Karena buah dadanya sudah
terbuka, mulutku pun bergeser ke puting susunya yang sudah menegang.
Ketika kumainkan dengan lidahku, lenguhannya semakin panjang.
Tangankupun tidak tinggal diam, retsleting celana panjangnya kubuka dan
tanganku menerobos masuk dan dia tampaknya diam saja.
Sambil
memainkan clitorisnya, aku terus menjilati kedua payudaranya. Ketika
aku merasakan kemaluannya sudah sangat basah, aku coba membuka celana
panjangnya, ternyata dia mengangkat pantat sehingga memudahkan aku
melepas celana panjang sekaligus celana dalamnya. Setelah terlepas,
tanganku pun membuka baju kaos dan BH-nya. Dalam waktu singkat, Sri
sudah telanjang bulat sedang aku masih berpakaian rapi. Melihat ini, Sri
pun protes dan segera membuka T-Shirt warna putih milikku. Bersamaan
itu pula, aku melepas celana panjang dan celana dalamku sehingga aku dan
dia sama-sama telanjang bulat. Dalam keadaan begitu, aku kemudian
mengajaknya masuk ke kamar dan dia tampak setuju atas ajakanku. Begitu
duduk di pinggir kasur, aku langsung menyerang bibirnya dan tangannya
kubimbing untuk memijit-mijit penisku yang sudah menegang berat. Sedang
tanganku kembali ke vaginanya yang sudah becek.
Tak
lama kemudian, aku mendorongnya jatuh ke kasur. Mulutkupun segera
menyusuri bukit kembarnya. Sri terus-menerus melenguh dan tampak sudah
pasrah. Ketika aku minta supaya penisku dimasukkan, dia tak menjawab dan
hanya tangannya merangkul leherku erat-erat. Inilah tanda-tandanya dia
sudah tidak kuat. Aku pun segera menindihnya dan tanganku mengarahkan
penisku ke liang vaginanya. Ketika kudapati lubang kenikmatan, segera
penisku kutekan. Tapi tidak segampang wanita lain yang pernah kuajak
bersenggama, lobang vagina Sri sangat sempit sekali. Berkali-kali kucoba
untuk menekannya, masih tak berhasil menembus juga. Setelah lama dengan
keringat membasahi tubuh, kepala penisku akhirnya dapat masuk, tapi
setelah itu seperti lubangnya buntu. Karena aku sudah capek, babak
pertama dengan tanpa hasil itu kuhentikan. Aku dan dia kemudian tiduran
sambil tanganku memainkan puting susunya. Selang beberapa saat kemudian,
aku dan Sri tertidur.
Sekitar
satu jam kemudian, aku terbangun karena kedinginan dan penisku tegak
kembali. Aku kemudian mencium kening Sri hingga terbangun. Setelah itu,
aku langsung melumat bibirnya yang cukup sensual. Tanganku kembali
bermain di vaginanya hingga basah. Melihat kenyataan ini, aku kembali
menindihnya dan mencoba memasukkan penisku dan ternyata kembali gagal,
hanya kepala penisku yang masuk. Karena berkali-kali gagal, aku kemudian
mengangkat kakinya yang kecil mulus ke atas hingga belahan vaginanya
terlihat jelas. Dalam posisi ini, aku mencoba memasukkan penisku dan
lagi-lagi hanya kepalanya saja yang masuk.
Aku
kemudian berpikir bahwa Sri barangkali tegang hingga otot-otot
vaginanya ikut tegang sehingga elastisitas vaginanya menjadi berkurang.
Karena itu, aku kemudian mendiamkan saja kepala penisku terbenam di
liang vaginanya dan aku kemudian membisikkan kata-kata gombal kepadanya.
Tampaknya,
rayuanku mengena sehingga kurasakan otot-otot vaginanya mulai melemas
dan kesempatan itu kugunakan untuk kembali menggenjot penisku dan
berhasil masuk setengah, setelah itu vagina Sri kembali mengeras.
Melihat ini, aku membiarkan penisku terbenam tanpa berusaha kucabut.
Rayuanku pun tak berhenti. Selang beberapa waktu kemudian, aku kembali
merasakan otot vaginanya melemas dan kembali kutekan penisku hingga
masuk dan total sekitar tiga perempat. Setelah itu, otot vaginanya
kembali kaku dan tidak melemas meski sudah kurayu atau kubisikkan supaya
tidak tengang dan menerima saja keadaan ini karena sudah telanjur
masuk.
Karena
buntu, aku berusaha mencabut penisku. Ketika akan kutekan lagi,
ternyata buntu. Aku kemudian memintanya untuk rileks dan akhirnya
penisku bisa masuk tiga perempat seperti semula. Aku kemudian mencabut
penisku dengan perlahan, begitu keluar aku kembali memasukkannya,
ternyata buntu lagi. Terus terang aku menjadi keki juga. Aku lantas
bilang untuk rileks saja, dan kalau dia rileks maka penisku bisa masuk
tiga perempatnya.
Karena
pengalamanku dua kali, aku tak mau mencabut tapi langsung
memutar-mutarkan penisku, dan terlihat olehku bibirnya menyeringai dan
sesekali dia melenguh panjang. Kurasakan, vaginanya sangat basah. Ketika
kutanya apakah sakit, dia ternyata diam saja maka penisku kembali
kuputar-putar dan lama-lama menjadi cepat, ketika itu pula dia melenguh
panjang dan tangannya mencengkeram punggungku. Ketika itulah, dia
menjerit panjang sambil mengatakan, “Aduh Mas, enak Mas..”. Mendengar
ini, putaranku semakin cepat dan selang beberapa lama dia menjerit
dengan mengatakan hal yang sama. Ketika aku merasakan vaginanya sudah
sangat basah, kucoba untuk mencabut penisku dari liang vaginanya, begitu
aku menekan lagi ternyata buntu lagi. Sungguh, aku sangat heran dan
baru pertama kali ini aku menemukan vagina seperti ini.
Karena
sudah keki, aku minta dia supaya menjilati penisku. Awalnya, dia
menolak karena tidak biasa dan jijik. Tapi setelah kurayu dan aku janji
akan menjilati vaginanya, dia pun setuju. Setelah aku mencuci penisku,
dia mulai menjilati. Awalnya, jilatannya tidak terasa karena masih
merasa jijik. Tapi lama kelamaan jilatannya menggairahkan dan Sri mau
memasukkan penisku ke mulutnya. Gerakannya pun makin lama makin kuat.
Karena aku sudah terangsang dan sejak tadi begitu lama berjuang untuk
mengebor vaginanya, akupun merasa penisku mulai berdenyut-denyut. Tanpa
harus kutahan (daripada tambah pusing) aku pun mengeluarkan spermaku ke
mulutnya. Merasa ada cairan masuk ke mulutnya, Sri melepas kulumannya
dan memuntahkan sperma. Sri lantas seperti orang mual mau muntah. Aku
tak peduli dan tanganku mengocok-ngocok penisku hingga spermaku banyak
yang tumpah di kasur dan tubuhnya.
Setelah
aku dan Sri mencuci kemaluan masing-masing, kemudian kami tiduran di
kasur. Selang beberapa lama, Sri memintaku untuk menjilati vaginanya.
Meski aku di kantor terkenal dengan julukan penjahat kelamin, tapi aku
belum pernah menyosor barang milik perempuan, karena aku yakin wanita
yang kutiduri selalu puas dengan permainan ranjangku. Permintaan itupun
kutolak halus dengan alasan lemas dan mengantuk. Aku dan Sri pun
akhirnya tertidur lagi karena kecapaian.
0 comments:
Post a Comment