Bercinta Dengan Perawan
Shanti baru saja selesai menyapu lantai. Dan sekarang ia berniat
mencuci piring kotor. Ia berjalan masuk kedalam dapur dan mendapati Mbak
Tuti sedang membenahi peralatan dapur. Pada jam seperti ini restoran
tempat mereka bekerja sudah sepi. Hari ini giliran Shanti yang harus
pulang lambat karena ia harus merapikan restoran untuk buka nanti malam.
Begitulah keadaan restoran dikota kecil, pagi buka sampai jam 3 sore
lalu tutup dan buka kembali jam 7 malam. Shanti tahu ia tak akan sempat
pulang karena ia harus bekerja merapihkan tempat itu bersama Tuti.
Shanti
adalah seorang gadis yang cantik dan ramah. Usianya sudah 17 tahun dan
ia tak dapat lagi meneruskan sekolahnya karena orang tuanya tidak mampu.
Wajahnya oval dan sangat bersih, kulit gadis itu kuning langsat. Mata
Shanti bersinar lembut, bibirnya kemerahan tanpa lipstik. Shanti
mempunyai rambut yang panjang sampai dadanya, berwarna hitam, tubuhnya
seperti layaknya gadis kampung seusianya. Buah dada Shanti membusung
walaupun tidak dapat dikatakan besar namun Shanti memiliki pantat yang
indah dan serasi dengan bentuk tubuhnya. Pendek kata Shanti seorang
gadis yang sedang tumbuh mekar dan selalu dikagumi setiap pemuda
dikampungnya.
Tuti seorang wanita yang sudah berusia 32 tahun. Ia
seorang janda ditinggal cerai suaminya. Sudah 3 tahun Tuti bercerai
dengan suaminya karena laki-laki itu main gila dengan seorang pelacur
dari Jawa Tengah. Tuti bertubuh montok dan bahenol. Semuanya serba bulat
dan kencang, wajahnya cukup manis dengan rambut sebahu dan ikal. Bibir
Tuti sangat menggoda setiap laki-laki, walaupun hidungnya agak pesek.
Kulit Tuti berwarna coklat tua karena ia sering ke pasar dan ke sawah
sebagai buruh tani kalau sedang musim tanam atau panen. Tuti dulunya
adalah seorang pelacur daerah Tretes, Jawa Timur.
Dulu uang begitu
gampang diperoleh dan laki-laki begitu gampang dipeluknya, sampai
akhirnya hukum karma membuat ia menjanda karena sesama teman
seprofesinya juga. Banyak orang dikampung yang diam-diam mengetahui
sejarah kelam Tuti dan banyak juga yang mencoba hendak memanfaatkan dia.
Tapi selama ini Tuti terlihat sangat cuek dan sinis terhadap
orang-orang yang menggodanya. Buah dada Tuti besarnya bukan main, sering
ia merasa risih dengan miliknya sendiri. Tapi ia tahu buah dadanya
menjadi buah-bibir baginya. Dan sedikit banyak ia juga bangga dengan
buah dadanya yang besar dan kenyal itu. Tuti juga memiliki pantat yang
besar dan indah, nungging seperti meminta.. Tubuh Tuti sering menjadi
mimpi basah para pemuda dikampungnya.
“Shan, kamu sudah punya
pacar belum?” Tiba Tuti berjongkok didepan Shanti dan mulai membantu
gadis itu mencuci piriong-piring kotor. Shanti terkikik dan menggeleng.
“Belum tuh”
“Lho? Gadis secantik kamu pasti banyak yang naksir” kata Tuti sambil memandang Shanti. Shanti tertawa lagi.
“Payah.?? semuanya mikir kesitu melulu” Jawab Shanti.
“Memang.?? laki-laki itu kalau melihat perempuan pikirannya langsung ingin ngewe” kata Tuti tanpa merasa risih berkata kasar.
“Ah Mbak, jangan suka ngomong gitu ah” timpal Shanti.
“Kan nggak ada yang dengar ini” Jawab Tuti. Mereka terdiam lama.
“Mbak.. ” suara Shanti menggantung. Tuti terus mencuci.
“Mmm?” Jawab wanita itu.
“Ngg..”
“Ngomong aja susah banget sih” Tuti mulai hilang sabar. Shanti menunduk.
“Ngg.. Anu.. Ngewe itu enak nggak sih?” Akhirnya keluar juga. Tuti memandang gadis itu.
“Yaa.. Enaak banget Shan, apalagi kalo yang ngewein kita pinter” jawab Tuti seenaknya.
“Maksud Mbak?” Shanti penasaran.
“Iya pinter.. Bisa macam-macam dan punya kontol yang keras!” kata Tuti sambil terkikik. Shanti merah padam mendengarnya. Tapi gadis itu makin penasaran.
“Bisa macam-macam apa sih, Mbak?” tanya Shanti.
“Belum tuh”
“Lho? Gadis secantik kamu pasti banyak yang naksir” kata Tuti sambil memandang Shanti. Shanti tertawa lagi.
“Payah.?? semuanya mikir kesitu melulu” Jawab Shanti.
“Memang.?? laki-laki itu kalau melihat perempuan pikirannya langsung ingin ngewe” kata Tuti tanpa merasa risih berkata kasar.
“Ah Mbak, jangan suka ngomong gitu ah” timpal Shanti.
“Kan nggak ada yang dengar ini” Jawab Tuti. Mereka terdiam lama.
“Mbak.. ” suara Shanti menggantung. Tuti terus mencuci.
“Mmm?” Jawab wanita itu.
“Ngg..”
“Ngomong aja susah banget sih” Tuti mulai hilang sabar. Shanti menunduk.
“Ngg.. Anu.. Ngewe itu enak nggak sih?” Akhirnya keluar juga. Tuti memandang gadis itu.
“Yaa.. Enaak banget Shan, apalagi kalo yang ngewein kita pinter” jawab Tuti seenaknya.
“Maksud Mbak?” Shanti penasaran.
“Iya pinter.. Bisa macam-macam dan punya kontol yang keras!” kata Tuti sambil terkikik. Shanti merah padam mendengarnya. Tapi gadis itu makin penasaran.
“Bisa macam-macam apa sih, Mbak?” tanya Shanti.
Tuti
memandangnya sambil menimbang. Ah.. Toh nanti gadis kecil ini harus
tahu juga. Dan Shanti sungguh cantik sekali, sekilas mata Tuti tertumbuk
pada posisi Shanti yang sedang berjongkok. Tuti melihat gadis itu
mengangkang dan terlihat celana dalam gadis itu berwarna coklat muda.
“Macam-macam seperti tempik kita diciumin, dijilat bahkan ada yang
sampai mau ngemut tempik kita lohh..” jawab Tuti.
Entah
kenapa Tuti merasa sangat terangsang dengan jawabannya dan darahnya
mendidih melihat selangkangan Shanti yang bersih serta mulus.
“Idiih.. Jorok ihh.. Kok ada yang mau sih?” Shanti sekarang melotot tak
percaya.
“Lho.. Banyak yang doyan ngemut memek Shan. Ngemut kontol juga enak banget kok” jawab Tuti masih terus melihat selangkangan Shanti.
“Astaga.. Masak anunya lelaki diemut?” Shanti merasa aneh dan jantungnya berdebar, ia merasa ada aliran aneh menjalar dalam dirinya. Gadis itu tidak mengerti bahwa ia terangsang.
“Oh enak banget Shan, rasanya hangat dan licin, apalagi kalo ehm.. Ehmm.. “
“Kalo apa Mbak?” Shanti makin penasaran. Tuti merasa melihat bagian memek Shanti yang tertutup celana dalam krem itu ada bercak gelap, tapi Tuti tidak yakin.
“Yaa.. Malu ahh..!” Tuti sengaja membuat Shanti penasaran.
“Ayo doong Mbak” rengek Shanti.
“Lho.. Banyak yang doyan ngemut memek Shan. Ngemut kontol juga enak banget kok” jawab Tuti masih terus melihat selangkangan Shanti.
“Astaga.. Masak anunya lelaki diemut?” Shanti merasa aneh dan jantungnya berdebar, ia merasa ada aliran aneh menjalar dalam dirinya. Gadis itu tidak mengerti bahwa ia terangsang.
“Oh enak banget Shan, rasanya hangat dan licin, apalagi kalo ehm.. Ehmm.. “
“Kalo apa Mbak?” Shanti makin penasaran. Tuti merasa melihat bagian memek Shanti yang tertutup celana dalam krem itu ada bercak gelap, tapi Tuti tidak yakin.
“Yaa.. Malu ahh..!” Tuti sengaja membuat Shanti penasaran.
“Ayo doong Mbak” rengek Shanti.
Tuti
sekarang yakin bahwa memek gadis itu sudah basah sehingga terlihat
bercak gelap di celana dalamnya. Tuti sendiri merasa sangat terangsang
melihat pemandangan itu.
“Kalo pejuhnya menyembur dalam mulut
kita, rasanya panas dan asin, lengket tapi enak banget!” bisik Tuti
didekat telinga Shanti. Shanti membelalakkan matanya.
“Apa itu pejuh?” tanyanya. Tuti merasa tidak tahan.
“Pejuh itu seperti santan yang sering bikin memek kita basah lho” Jawab Tuti. Ia melihat bagian memek Shanti makin gelap, wah gadis ini banjir, pikir Tuti.
“Idiihh amit-amit, jorok banget sih”
“Lho kok jorok? Laki-laki juga doyan banget sama santan kita, apalagi kalo memek kita harum, tidak bau terasi”
“Idiihh Mbak saru ah!”
“Tapi aku yakin memek kita pasti wangi, soalnya kita kan minum jamu terus”
“Udah ah, lama-lama jadi saru nih” kata Shanti. Tuti tertawa.
“Kamu udah banjir yaa?” goda Tuti. Shanti memerah, buru-buru ia merapatkan kedua kakinya.
“Ahh.. Mbaakk!!” Tuti tersenyum melihat Shanti melotot.
“Nggak usah malu, aku sendiri juga basah nih” Kata Tuti.
“Apa itu pejuh?” tanyanya. Tuti merasa tidak tahan.
“Pejuh itu seperti santan yang sering bikin memek kita basah lho” Jawab Tuti. Ia melihat bagian memek Shanti makin gelap, wah gadis ini banjir, pikir Tuti.
“Idiihh amit-amit, jorok banget sih”
“Lho kok jorok? Laki-laki juga doyan banget sama santan kita, apalagi kalo memek kita harum, tidak bau terasi”
“Idiihh Mbak saru ah!”
“Tapi aku yakin memek kita pasti wangi, soalnya kita kan minum jamu terus”
“Udah ah, lama-lama jadi saru nih” kata Shanti. Tuti tertawa.
“Kamu udah banjir yaa?” goda Tuti. Shanti memerah, buru-buru ia merapatkan kedua kakinya.
“Ahh.. Mbaakk!!” Tuti tersenyum melihat Shanti melotot.
“Nggak usah malu, aku sendiri juga basah nih” Kata Tuti.
Ia
lalu membuka kakinya sehingga Shanti bisa melihat celana dalam putih
dengan bercak gelap di tengah, Shanti terbelak melihat bulu-bulu
kemaluan Tuti yang mencuat keluar dari samping celana dalamnya, lebat
sekali, pikirnya.
“Ihh.. Mbak jorok nih” desis Shanti. Tuti terkekeh.
“Mau merasakan bagaimana tempik kamu diemut?” bisik Tuti. Shanti berdebar.
“Ngaco ah!”
“Aku mau emutin punya kamu, Shan?” Tuti mendekat. Shanti buru-buru bangun dan mundur ketakutan. Tuti tertawa.
“Kamu akan bisa pingsan merasakannya” bisik Tuti lagi.
“Ogah ah.. Udah deh.. Jangan nakut-nakutin akhh” Shanti mundur mendekati pintu kamar mandi dan Tuti makin maju.
“Nggak apa-apa kok.. Cuman diemut aja kok takut?”
“Masak Mbak yang ngemut?”
“Iya.. Supaya kamu tahu rasanya”
“Malu ahh..”
“Nggak apa-apaa..” Tuti mendekat dan Shanti terpojok sampai akhirnya pantatnya menyentuh bibir bak mandi.
“Mau merasakan bagaimana tempik kamu diemut?” bisik Tuti. Shanti berdebar.
“Ngaco ah!”
“Aku mau emutin punya kamu, Shan?” Tuti mendekat. Shanti buru-buru bangun dan mundur ketakutan. Tuti tertawa.
“Kamu akan bisa pingsan merasakannya” bisik Tuti lagi.
“Ogah ah.. Udah deh.. Jangan nakut-nakutin akhh” Shanti mundur mendekati pintu kamar mandi dan Tuti makin maju.
“Nggak apa-apa kok.. Cuman diemut aja kok takut?”
“Masak Mbak yang ngemut?”
“Iya.. Supaya kamu tahu rasanya”
“Malu ahh..”
“Nggak apa-apaa..” Tuti mendekat dan Shanti terpojok sampai akhirnya pantatnya menyentuh bibir bak mandi.
Dan
Tuti sudah meraba pahanya. Shanti merinding dan roknya terangkat ke
atas, Shanti memejamkan matanya. Tuti sudah berjongkok dan mendekatkan
wajahnya ke memek Shanti yang tertutup celana dalam. Tuti mencium bau
memek Shanti, dan Tuti puas sekali dengan harumnya memek Shanti. Dulu ia
sering melakukan hal-hal seperti ini, malah pernah ia bermain-main
bersama 4 pelacur sekaligus untuk memuaskan tamunya.
Tubuh Shanti
gemetar dan seluruh bulu kuduknya meremang, gadis itu merasa suhu
tubuhnya meningkat dan perasaannya aneh. Tuti mulai menciumi memek
Shanti yang masih tertutup. Pelan-pelan tangannya menurunkan celana
dalam Shanti dan Tuti terangsang melihat cairan lendir bening tertarik
memanjang menempel pada celana dalam gadis itu ketika ditarik turun.
Tuti menjulurkan lidahnya memotong cairan memanjang itu dan lidahnya
merasakan asin yang enak sekali. Memek Shanti sungguh indah sekali,
tidak terlihat bibir kemaluannya bahkan bulu-bulunya pun masih halus dan
lembut.
Tuti mencium dan mulai melumat memek Shanti. Gadis itu
mengerang dan menggeliat-liat ketika lidah Tuti menjalar membelai liang
memeknya. Shanti benar-benar shock dengan kenikmatan aneh yang
dirasakannya, ada perasaan geli dan jijik, tapi ada perasaan nikmat yang
bukan alang kepalang. Gadis itu merasakan keanehan yang belum pernah
dirasakan sebelumnya. Bulu kuduknya berdiri hebat tatkala lidah Tuti
menyapu dinding memeknya, Shanti menggeliat-liat menahan perasaan nyeri
nikmat bagian bawah perutnya.
“Aahh.. Mbak.. Uuuhh.. Ssshh.. Ja.. Jangan mb.. Mbbak! Ji.. Jijikhh..
Aahh”
Tuti
tidak memperdulikan rintihan dan erangan Shanti. Lidahnya bergumul dan
menembus liang memek Shanti dengan lembut, Tuti tahu Shanti masih
perawan dan ia tak ingin merusak keperawanan Shanti, lidahnya hanya
menjulur tidak terlalu dalam, namun Tuti sudah dapat merasakan cairan
asin hangat yang mengalir membasahi lidahnya dan Tuti mengendus-endus
bau khas memek Shanti dengan sangat menikmatinya. Tuti perlahan-lahan
menyelipkan jari-jarinya kesela-sela bokong Shanti, dengan lembut dan
dibelai-belainya liang anus Shanti, dan Shanti sedikit tersentak tapi
kemudian menggelinjang geli, tapi Shanti membiarkan dirinya pasrah
terhadap Tuti. Ia percaya sepenuhnya pada Tuti dan sekarang ia
benar-benar merasakan kenikmatan yang selama ini belum pernah ia rasakan
bahkan dalam mimpipun!
“Enak Shan?” desah Tuti dengan mulut
berlumuran lendir Shanti. Shanti memandang ke bawah dan mengangguk,
tubuhnya bergetar hebat, ia tak menyadari bahwa itu yang dinamakan
klimaks kenikmatan seorang perempuan. Tuti merasakan liang memeknya
berdenyut dan ia meraba serta menusuk-nusukkan jarinya sendiri keliang
memeknya dan merasakan cairan licin membasahi jarinya. Ia merintih
dengan wajah tersuruk di selangkangan Shanti, lidahnya kini menjulur dan
membelai liang dubur Shanti dan membuat gadis itu terlonjak-lonjak
kegelian serta terpana mendapatkan perlakuan yang tidak pernah
dibayangkannya. Shanti merasa liang duburnya ditekan-tekan oleh benda
lunak dan sesekali terselip masuk kedalam dan ia akan terlonjak kaget
bercampur geli, tapi lebih banyak merasakan kenikmatannya.
Entah
bagaimana awalnya, tapi kenyataannya Shanti dan Tuti telah saling
memeluk dalam keadaan telanjang bulat dilantai kamar mandi. Tuti mencium
mulut Shanti, mulanya gadis itu menolak tapi permainan jari-jemari Tuti
diitilnya membuat gadis itu mabuk kepayang dan kepalanya dipenuhi nafsu
berahi yang memuncak dashyat. Tuti melumat mulut Shanti dengan penuh
nafsu, Shanti membalasnya dengan malu-malu tapi mereka berdua memang
saling melumat juga akhirnya. Terdengar bunyi mulut mereka ketika lidah
mereka saling mengait dan saling menghisap. Shanti berkelojotan
berkali-kali dan Tuti merasakan memeknya berdenyut-denyut nikmat, ia
membayangkan Shanti menjilati dan mengemuti kemaluannya.
Perlahan-lahan
Tuti mulai menjilati leher gadis itu dan terus menciumi ketiak Shanti,
gadis itu menggelinjang kenikmatan dan makin mengerang keras ketika Tuti
mulai menghisap puting tetek Shanti. Perlahan Tuti menggeser posisinya
sehingga Shanti dapat membelai memeknya, tapi gadis itu hanya menggeliat
saja. Tuti tidak sabar, diambilnya tangan Shanti dan ditaruhnya di
memeknya, Shanti mulai membelai dengan canggung. Ketika jarinya tidak
sengaja masuk keliang memek Tuti, segera saja wanita itu memajukan
pinggulnya dan memompa jari Shanti. Shanti mulai mengerti dan ia mulai
memainkan itil Tuti dan membuat wanita itu terlonjak-lonjak nikmat.
Lalu
perlahan Tuti sudah mengangkangi Shanti dan ia menciumi memek Shanti
kembali, lidahnya kembali menggumuli liang kemaluan gadis itu. Shanti
kembali merasakan terjangan gelombang kenikmatan manakala memeknya
digumuli Tuti, Shanti membiarkan wajahnya basah karena cairan memek Tuti
berjatuhan, menetes dan membentuk lendir panjang, tapi Shanti tidak
berani menjilat lendir yang jatuh dibibirnya. Ia memandang liang memek
wanita itu dengan heran. Memek Tuti dengan bibir tebal kehitaman, bulu
kemaluan yang lebat bukan main tapi tidak menutupi liang itu. Shanti
melihat memek Tuti lain dengan miliknya. Dan memek itu makin turun
sehingga nyaris menyentuh hidungnya. Shanti mencium bau memek Tuti dan
dirasakannya sama baunya dengan memeknya.
Shanti menjerit tertahan
ketika mencapai klimak, tanpa sadar ia menarik bokong Tuti sehingga
wajahnya terbenam dalam memek wanita itu, Shanti gelap mata, ia
menjulurkan lidahnya dan menggumuli liang penuh lendir bening itu.
Shanti bahkan menghisap lendir itu seperti kelaparan. Shanti mengemut
itil Tuti yang besar dan menonjol. Tubuh Tuti kaku seperti kayu dan
bergetar hebat, pinggulnya kejang-kejang merasakan orgasme yang luar
biasa ketika itilnya dihisap dan dijilat Shanti.
Tuti menjerit
keras dan ia menekan memeknya sehingga ia dapat merasakan hidung Shanti
terselip dibelahan liang memeknya dan ia menggoyang-goyangkan pinggulnya
maju mundur dan dirasakannya itilnya bergesekan dengan hidung Shanti
dan gadis itu malah menambahkan kenikmatan Tuti dengan menjulurkan
lidahnya sehingga setiap kali Tuti memajukan atau memundurkan pinggulnya
selalu bergesekan dengan lidah serta hidung Shanti. Tuti berkelojotan
hebat sekali, ia meliuk-liuk seperti menahan nyeri, matanya berputar
sehingga menampakan putihnya saja dan mulutnya mengeluarkan desahan
kenikmatan.
“Shantii!! Aaarrgghh!!” Tuti merasakan bagian bawah perutnya nyeri dan
ngilu.
Orgasme
yang ternikmat yang pernah dirasakannya sejak ia meninggalkan dunia
hitamnya. Shanti merasa puas karena berhasil membuat Tuti menjerit-jerit
minta ampun karena kenikmatan. Shanti merasa, ternyata ia suka sekali
dengan rasa dan bau memek Tuti. Ia berpikir apakah memeknya juga seenak
itu. Ia merasakan hangatnya liang memek Tuti dan ia merasakan kasarnya
bulu-bulu kemaluan Tuti kala menggesek diwajahnya. Shanti tersenyum
lemah karena lelah.
Tuti ambruk diatas tubuhnya dan Shanti
membiarkan, dan gadis itu iseng membuka pantat Tuti dan memperhatikan
liang anus Tuti. Shanti melihat liang dubur Tuti seperti bintang
berwarna kehitaman dan sangat indah. Shanti penasaran, ia mencium serta
mengendus liang itu.. Tidak berbau apa-apa. Tuti diam saja membiarkan
Shanti berbuat sesukanya. Shanti menjulurkan lidahnya dan menyentuh
liang dubur Tuti dengan perlahan, kemudian ia menempelkan hidungnya lagi
dan merasakan kehangatan liang itu. Dan Shanti mulai menekan-nekan
lidahnya ke liang itu dan membuat Tuti menggelinjang geli.
“Aduh Shan, enak.. Terus Shan.. Jilat.. Jilat terus.. Ya.. Ya..
Aaakkhh..”
Tuti
merasakan lidah Shanti kaku menusuk liang duburnya. Tuti bangkit lalu
berjongkok diatas wajah Shanti dan ia mulai menurun naikkan bokongnya
sehingga lidah Shanti yang kaku dirasakannya menembus sedikit kedalam
liang duburnya. Tuti menggeram pelan.. Shanti merasakan perasaan aneh
ketika lidahnya melesak masuk kedalam liang dubur Tuti, ia menyukai
permainannya itu dan merasa senang dengan apa yang diperbuatnya.
Lidahnya tidak merasakan apa-apa, yang dirasakan cuma perasaan anehnya
saja.
Tuti tidak ingin Shanti terus melakukan untuknya. Ia
menggulingkan Shanti sehingga gadis itu terlentang, lalu kedua kakinya
diangkat oleh Tuti sehingga liang dubur gadis itu mencuat keatas
wajahnya. Dijilatnya liang dubur Shanti dengan rakus, lalu setelah licin
oleh air liurnya dimasukkannya jarinya kedalam liang itu. Shanti
menggigit bibir, ia merasa mulas tapi sekaligus nikmat.
Kemudian
dilihatnya Tuti mengeluarmasukkan jarinya lalu setelah beberapa lama
Tuti menjilati jari itu dengan nikmat, bahkan lidahnya terbenam jauh
kedalam liang duburnya. Shanti mengeluh, belum pernah itu membayangkan
apalagi merasakan perbuatan seperti itu, gadis itu mabuk kepayang dan
sangat terangsang dengan perbuatan Tuti. Ia merasa seolah-olah Tuti
adalah pembersihnya, Shanti memejamkan mata dan merasakan memeknya
berdenyut mengeluarkan cairan.
Tuti benar-benar tergila-gila
dengan perbuatannya itu, ia tidak pernah menjilat liang dubur pria dan
ia tak pernah ingin, tapi liang dubur Shanti begitu merangsang, begitu
lembut dan begitu nikmat. Tuti tidak mau membayangkan apa yang biasa
keluar dari lubang itu, ia cuma ingin merasakan lidahnya terjepit
diliang itu dan bagaimana rasanya. Ia tahu Shanti gadis yang sangat
bersih, sama dengan dirinya. Tuti tidak kuatir dengan hal itu. Yang
diinginkannya saat ini hanyalah membuat Shanti betul-betul puas dan
dewasa. Tuti kemudian memompa liang memek Shanti dengan lidahnya dan
membuat gadis itu meraung-raung serta kejang-kejang.
“Mbaakk.. Sudah mbaakk.. Ampuunn.. Ooohh!!”
Shanti
sudah tidak kuat lagi menanggung kenikmatan yang datangnya bertubi-tubi
melanda tubuh dan perasaannya. Ia menjambak rambut Tuti dan berusaha
membuat wajah itu jauh dari memeknya. Dan akhirnya mereka berbaring
lelah dilantai kamar mandi. Tuti memandang Shanti..
“Bagaimana? Sudah mau pingsan keenakan belum?” tanya Tuti. Shanti
membuka matanya dan memandang wanita itu.
“Bisa gila aku Mbak.. Aahh benar-benar bisa gila!” Desah Shanti. Tuti tersenyum.
“Mau lagi?”
“Jangan! Bisa semaput benaran aku nanti.. “
“Ya sudah tak mandikan yuk!” Kata Tuti.
“Bisa gila aku Mbak.. Aahh benar-benar bisa gila!” Desah Shanti. Tuti tersenyum.
“Mau lagi?”
“Jangan! Bisa semaput benaran aku nanti.. “
“Ya sudah tak mandikan yuk!” Kata Tuti.
Mereka
bangkit dan kemudian saling memandikan. Sejak itu Shanti mengetahui apa
yang harus dilakukannya jika berahinya datang melanda. Kejadian pertama
itu membuatnya tahu apa sebenarnya yang dapat membuatnya nikmat dan
puas. Shanti belajar banyak dari Tuti. Dan ia memuja wanita itu.
Malam
itu Shanti tidak dapat memejamkan matanya, ia teringat perbuatannya
dengan Tuti. Terbayang olehnya perbuatan Tuti terhadap dirinya, Shanti
merasa seluruh bulu ditubuhnya berdiri dan ia merasa agak demam. Ia
mengeluh karena merasa ingin sekali mengulangi lagi dengan wanita itu.
Shanti bangun dan berjalan kemeja kecil tempat ia biasa merias diri.
Dikamar sebelah terdengar suara-suara aneh, itu kamar Supriati, teman
sesama kostnya.
Shanti mencoba mendengar, antara kamar dengan
kamar hanya dibatasi dinding papan tipis. Shanti kadang suka kesal
dengan Supriati yang bekerja di pabrik karena wanita itu suka
menendang-nendang dalam tidurnya dan itu membuat Shanti kaget setengah
mati ditengah malam. Tapi suara sekarang lain, bukan suara yang keras,
suara yang samar-samar dan sepertinya ada suara lain, Shanti menempelkan
telinganya dan ia mendengar suara rintihan Supriati. Shanti berdebar,
ini malam minggu.. Biasanya pacar wanita itu suka datang menginap.
Sedang apa mereka?
Shanti berjingkat keluar kamar. Di luar sepi
sekali, sekarang sudah jam 1 pagi, pasti Supriati sedang berasyik-asyik
dengan pacarnya. Shanti tegang, ia berjalan k ebalik kamar Supriati yang
bersebelahan dengan ruang televisi. Shanti tahu disana dindingnya tidak
sampai atas dan dinding itu yang menyekat kamar Supriati. Pelan-pelan
Shanti naik keatas bangku, lalu naik lagi keatas lemari pendek dan ia
berjongkok disana. Ia ragu hendak berdiri, takut terlihat, tapi keingin
tahuannya membuatnya nekad. Dan pelan-pelan kepalanya menyembul dan
pandangannya menatap ke dalam kamar Supriati.
Penerangan kamar itu
agak redup tapi Shanti bisa melihat dengan jelas Supriati sedang
ditindih oleh pacarnya! Supriati mengerang sambil menggeliat-geliat
menggoyang pinggulnya, kedua kakinya terlipat dan menekan pantat
pacarnya. Pacarnya menggenjot Supriati dengan cepat. Shanti merasa
meriang, matanya terbelalak dan tubuhnya gemetar. Laki-laki itu sedang
meremas buah dada Supriati dan wajah mereka menempel satu sama lainnya.
Mereka sedang berciuman dengan liar. Supriati menggumam dan melihat
tangan Supriati meremas-remas pantat pacarnya dengan keras. Shanti
terangsang sekali, belum pernah ia melihat pemandangan orang yang sedang
bersetubuh dan sekarang ia merasa aneh, ia merasa perutnya ngilu dan
dengkulnya gemetar tak keruan.
Pacar Supriati berteriak tertahan
dan mengangkat bokongnya. Shanti melihat tangan Supriati masuk kebawah
dan terlihatlah kontol yang besar sekali didalam genggaman Supriati dan
kontol itu menyemburkan cairan putih ke perut Supriati. Supriati
mengocok kontol pacarnya dengan cepat dan laki-laki itu nafasnya
mendengus-dengus hebat dengan tubuh bergetar. Shanti merinding melihat
benda yang besar dan panjang seperti itu, Shanti ngeri melihat kontol
yang begitu besar, ia tahu bahwa itu besar sekali karena sebelumnya
Shanti belum pernah membayangkan kontol dapat membesar dan sepanjang
itu! Shanti merosot turun dengan lutut lemas, ia berjingkat kembali
masuk kedalam kamarnya lalu merebahkan diri diranjang. Mengerikan sekali
kontol lelaki, pikirnya. Mana mungkin benda sebesar itu muat
dimemeknya? Shanti merinding membayangkan lubang memek Supriati yang
pasti luar biasa besar. Dan Shanti akhirnya terlelap.
Seminggu
lewat sudah dan Shanti bingung memikirkan Tuti. Wanita itu tidak masuk
seminggu sejak pergumulan mereka. Nanti sore ia akan menanyakan pada
pemilik warung mengapa Tuti tidak masuk. Selama seminggu ini Shanti
tidak bergairan dalam pekerjaan, memeknya basah terus kalau mengingat
Tuti atau mengingat pemandangan adegan Supriati dengan pacarnya. Shanti
tidak bersemangat, apalagi sehari-hari teman-temannya selalu bergunjing
mengenai laki-laki dan mereka tidak segan-segan membicarakan hal-hal
yang paling pribadi dan selalu berakhir dengan cekikikan panjang. Shanti
merasa terkucil karena teman-taman lainnya semua sudah menikah dan usia
mereka jauh diatasnya, sehingga mereka selalu terdiam kalau Shanti
mendekat, padahal ia ingin sekali turut mendengar gunjingan mereka.
Shanti lebih banyak menghabiskan waktunya dengan menyibukkan diri
didapur membantu pemilik restoran.
Malam itu Shanti merasa tidak
bersemangat bekerja, hatinya sedih memikirkan Tuti. Ia sudah menanyakan
pada majikannya dan ternyata Tuti telah berhenti bekerja karena
mendapatkan pekerjaan di Jakarta. Shanti diam-diam menangis memikirkan
Tuti yang tega meninggalkannya tanpa pesan sedikitpun. Akhirnya Shanti
hanya pasrah dan menjelang tutup restoran ia pulang kekostnya yang
berada tidak jauh dari tempatnya bekerja lalu masuk kedalam kamarnya dan
menangis kembali memikirkan Tuti. Ia menangis sampai akhirnya terlelap
dan bermimpi bertemu dengan Tuti dan wanita itu membelai rambutnya
dengan sayang, Shanti menyusup dalam ketiak Tuti dan menangis
sesunggukan, wanita itu mengucapkan kata-kata hiburan padanya dan gadis
itu menangis makin keras..
*****
Tidak terbayangkan oleh
Shanti ketika memandang wajah wanita itu didepan pintu restoran. Tubuh
Shanti bergetar dan jantungnya berdebar keras sekali. Air mata
mengambang dipelupuk matanya yang indah. Bibir Shanti terbuka dengan
mata terbuka seolah melihat hantu. Wanita itu berjalan masuk dan
tersenyum padanya.. Sudah setahun lewat sejak kepergiannya dan Shanti
merasa waktu setahun berlalu seperti siput, tiada malam tanpa tangisan
dan tiada hari ceria lagi selama setahun itu baginya dan kini wanita itu
berdiri dihadapannya dan sungguh cantik bukan main!
Wanita itu
mendekat dan Shanti tiba-tiba saja sudah menghambur dalam pelukannya.
Semerbak wangi tercium oleh Shanti, wanita itu membelai rambutnya sambil
memeluk erat tubuhnya. Shanti merasakan debar jantungnya menghantam
dada wanita itu. Tangisan sedih terdengar dari dalam pelukan Tuti.
Wanita itu merasakan aliran hangat jatuh dari matanya. Ia berusaha
menahan air matanya tapi mengalir juga setetes dan jatuh dirambut
Shanti.
“Mbak.. Oh..” Shanti tak kuasa berbicara. Ia menyusupkan wajahnya makin
dalam dipelukan Tuti.
“Shan, sudah lama sekali yaa..” Bisik Tuti. Shanti mengangguk-angguk. Shanti merasakan lembutnya buah dada Tuti dan ia tidak ingin melepaskan pelukannya.
“Aku rindu sekali Mbak.. Ja.. Jangan pergi lagi..” Suara tercekat dari Shanti membuat Tuti sangat terharu. Dadanya terasa sesak dan ia ingin menjerit tapi kedewasaannya membuatnya bertahan.
“Aku juga rindu Shan, sudah, sudah..” Wanita itu mendorong Shanti pelan dan membawanya duduk disalah satu kursi.
“Shan, sudah lama sekali yaa..” Bisik Tuti. Shanti mengangguk-angguk. Shanti merasakan lembutnya buah dada Tuti dan ia tidak ingin melepaskan pelukannya.
“Aku rindu sekali Mbak.. Ja.. Jangan pergi lagi..” Suara tercekat dari Shanti membuat Tuti sangat terharu. Dadanya terasa sesak dan ia ingin menjerit tapi kedewasaannya membuatnya bertahan.
“Aku juga rindu Shan, sudah, sudah..” Wanita itu mendorong Shanti pelan dan membawanya duduk disalah satu kursi.
Restoran
itu sedang sepi sekali dan Tuti memang sudah mengamatinya sejak satu
jam yang lalu. Ia tidak ingin ada orang yang dikenalnya melihatnya
datang dengan penampilan seperti itu, apalagi bermobil.
“Mbak cantik sekali..” Bisik Shanti, ia menatap Tuti kagum.
Tuti
memang terlihat cantik dan menawan, make up wajahnya tipis sehingga
kehalusan kulitnya terlihat nyata, matanya masih seperti dulu, bersinar
nakal dan genit, bibirnya yang penuh juga makin terlihat merangsang.
Shanti menelan ludah, ia melihat pakaian Tuti yang sangat indah, ia
melihat potongan tubuh Tuti yang juga tidak berubah, montok dan kencang.
Hidung peseknya tidak terlihat lagi dan penampilan keseluruhan wanita
itu membuat Shanti rindu bukan main.
“Kamu kelihatan makin cantik dan matang Shan..” Bisik Tuti lalu
dibelainya pipi Shanti yang kemerahan.
Kulit
gadis itu masih betul-betul halus sekali, jari Tuti merayap menyentuh
bibir Shanti, Shanti membiarkan jari Tuti menyentuh bibirnya, ia membuka
mulutnya dan menjilat jari itu, jantungnya berdegup, Tuti membiarkan
jarinya dihisap oleh Shanti.
“Aku rindu sekali Shan dan aku kesini untuk mengajak kamu ikut aku” Kata
Tuti. Shanti terkejut.
“Kemana?” Tanya Shanti. Tuti tertawa.
“Ikut saja aku, pokoknya kamu akan hidup enak denganku” Kata Tuti.
“Kemana?” Tanya Shanti. Tuti tertawa.
“Ikut saja aku, pokoknya kamu akan hidup enak denganku” Kata Tuti.
Shanti
memandang wanita itu, hatinya gundah, apa yang harus dilakukannya?
Apakah memang ia akan hidup lebih enak? Tapi kalau sekali ini ia tidak
ikut dengan Tuti maka kemungkinan wanita itu tidak akan menemuinya
kembali, Shanti sungguh bingung.
“Jangan kuatir Shan, aku nggak
bakalan menelantarkan kamu. Justru aku selalu ingat sama kamu, makanya
aku nggak tahan lagi untuk mengajak kamu ikut denganku” Kata Tuti sambil
membelai tangan Shanti.
“Lagipula kamu dan aku sudah seperti.. Seperti.. Kekasih..” Suara Tuti berbisik dan bibirnya bergetar.
“Lagipula kamu dan aku sudah seperti.. Seperti.. Kekasih..” Suara Tuti berbisik dan bibirnya bergetar.
Shanti
ingin sekali memangut bibir wanita itu tapi ia agak jengah. Ia menunduk
saja. Kemudian dirasakannya belaian tangan Tuti dibawah meja menjamah
pahanya dan mengelus serta meremas lembut pahanya, Shanti merinding, ia
ingin merintih tapi ia hanya menatap saja wanita itu. Tuti memandangnya
sendu dan bibirnya terbuka.
“Baiklah Mbak.. Ka.. Kapan kita berangkat?” Bisik Shanti bergetar.
“Besok kamu temui aku dihotel M, malam ini aku tinggal disana” Jawab Tuti.
“Jangan membawa barang terlalu banyak, nanti aku belikan disana” Shanti mengangguk.
“Besok kamu temui aku dihotel M, malam ini aku tinggal disana” Jawab Tuti.
“Jangan membawa barang terlalu banyak, nanti aku belikan disana” Shanti mengangguk.
Gadis
itu memandang Tuti, ia haus sekali akan belaian wanita itu, tapi Shanti
tahu Tuti tidak dapat berlama-lama, lagipula sepertinya wanita itu
bukan lagi Tuti yang dulu.
“Jaga diri kamu baik-baik, Shan.. Sampai besok” Bisik Tuti.
Shanti
merasa pahanya diremas oleh Tuti dan wanita itu bangkit sambil
tersenyum. Shanti memandang kepergian Tuti dan ia merasa ada sesuatu
yang terbang meninggalkan jiwanya. Tuti menghilang dalam mobil dan pergi
meninggalkan halaman restoran itu.
*****
Shanti memandang
pemilik restoran, seorang pria berusia pertengahan. Restoran sudah sepi
karena sudah agak malam dan teman-teman Shanti juga sudah pulang,
beberapa yang tinggal dibelakang restoran telah masuk dan mungkin sudah
tidur. Shanti sengaja memilih waktu setelah semuanya telah sepi, karena
ia ingin pamit dan meminta upahnya selama bekerja disana pada sang
pemilik restoran. Perjanjiannya memang begitu, semua karyawan wanita
hanya dapat mengambil upahnya enam bulan sekali atau sewaktu ia ingin
berhenti. Dan sekarang Shanti hendak berhenti karena besok ia sudah akan
di Jakarta.
“Mengapa kamu tolol sekali hendak ikut dengan sundal
itu?” Sergah Pak Mohan dengan wajah mengeras dan kelihatannya marah
betul. Shanti membisu, tubuhnya tegang karena takut.
“Kamu tidak tahu dia itu jadi lonte disana? Hah?” Desis laki laki itu.
“Kamu tidak tahu dia itu jadi lonte disana? Hah?” Desis laki laki itu.
Ia
memandang Shanti dan terus memandang gadis yang menunduk diam itu.
Matanya tertumbuk pada seonggok daging yang membusung di dada Shanti
yang ditutupi kaus tipis kumuh berwarna putih kekuningan. Pak Mohan
terkesiap merasakan berahinya tiba-tiba memuncak melihat keremajaan
gadis itu, laki-laki itu menahan napas dan menelan ludah, matanya tidak
lepas dari dada Shanti dan mulutnya terkunci. Shanti tidak tahu
majikannya memandangnya seperti seekor serigala yang sedang menatap
domba yang tak berdaya.
“Baik, kamu boleh keluar dari sini dan
sekarang kamu ikut aku untuk mengambil uangmu!” Suara serak Pak Mohan
terdengar aneh di telinga Shanti, tapi gadis itu merasa lega karena
tidak ada lagi nada kemarahan dalam suara itu.
Ia mengikuti
laki-laki itu menuju kebelakang terus kebelakang berlawanan dengan mess
tempat tinggal para karyawan restoran. Shanti tahu ia menuju kantor Pak
Mohan, atau tepatnya tempat biasa Pak Mohan membereskan bon-bon dan
beristirahat kalau sedang capek. Rumah majikannya itu jauh dari sini
jadi ia suka berleha-leha diruang itu kalau sedang capek melayani tamu.
Pak
Mohan menyalakan lampu kamar dan Shanti disuruh duduk di dipan yang
biasa ditiduri oleh laki-laki itu. Shanti duduk dan Pak Mohan berjalan
mendekatinya, tiba-tiba tangan laki-laki setengah baya itu terjulur dan
meremas teteknya dengan keras, Shanti menjerit tertahan dan beringsut
kesudut, ketakutan.
“Kamu mau uang kamu khan? Kamu akan ke Jakarta
khan? Dan kamu toh akan jadi lonte juga nanti, sekarang kamu layani aku
dululah, dan kamu akan menjadi lebih pengalaman nanti” bisik Pak Mohan
dekat sekali dengan wajahnya. Shanti mencium bau rokok menyembur dari
mulut laki-laki itu, sehingga membuatnya ia ingin muntah.
“Saya
akan menjerit pak.. Jangan pak.. Malu!” bisik Shanti. Pak Mohan menerkam
Shanti dengan tiba-tiba dan Shanti terhimpit oleh tubuh laki-laki itu,
Shanti membuka mulutnya hendak menjerit, tapi tangan Pak Mohan dengan
sigap menutup mulutnya. Shanti terbelalak, ia benar-benar kalah tenaga
dengan laki-laki itu, yang ternyata kuat sekali.
“Sekali kamu
bersuara, maka kamu tidak akan bisa menemui sanak saudaramu lagi, kamu
bisa tunggu mereka semua di neraka!” Desis Pak Mohan, wajahnya sungguh
kejam sekali, membuat gadis itu merasa takut setengah mati.
Perasaannya
mengatakan percuma melawan laki-laki itu, ia akan sangat menyesal
nanti. Lagi pula siapa yang tidak takut dengan Pak Mohan? Hanya sang
isteri yang baik pada karyawan, sedangkan laki-laki ini sudah terkenal
suka judi dan membuat onar. Shanti menangis tanpa suara, ia takut
sekali, dan sekarang ia merasakan tubuhnya digerayangi oleh tangan
lelaki itu.
“Ikuti apa yang aku suruh, maka kamu akan mendapatkan
uangmu dan yang penting kamu akan selamat dan bisa jadi lonte di
Jakarta, mengerti?” Ancam Pak Mohan, Shanti menggigit bibir menahan
sakit ketika teteknya kembali diremas oleh laki-laki itu, ia cepat-cepat
menganggukkan kepalanya dalam bisu.
Pak Mohan menarik kaki Shanti
sehingga gadis itu terlentang di dipan kayu yang beralaskan tikar.
Kemudian Shanti melihat Pak Mohan dengan gugup melepaskan pakaiannya.
Shanti memejamkan matanya ketika melihat kontol Pak Mohan
bergoyang-goyang seperti ketimun. Ketika ia membuka matanya kembali,
Shanti melihat Pak Mohan sudah duduk disampingnya dan tangannya mulai
menarik kaus Shanti, gadis itu tidak bergerak.
Tiba-tiba pipinya
ditampar oleh Pak Mohan, Shanti menjerit pelan merasakan pipinya panas,
tamparan yang tidak begitu keras tapi sangat menyakitkan hatinya. Shanti
mengangkat tubuhnya membiarkan kausnya lolos begitu saja dan kemudian
membiarkan juga roknya diloloskan dengan mudah oleh Pak Mohan. Shanti
bisa merasakan napas panas membara dari hidung laki-laki itu, Pak Mohan
berusaha menciumnya tapi Shanti memalingkan wajah, tapi laki-laki itu
memaksa dan Shanti terpaksa membiarkan bibirnya dikulum mulut laki-laki
itu, Shanti merasa mual..
“Pegang ini, awas jangan macam-macam
kamu!” bentak Pak Mohan. Tangan Shanti dituntun untuk menggenggam kontol
Pak Mohan. Shanti merasa jijik, kontol yang tidak begitu besar dan
dalam keadaan layu, keriput dan hitam.
“Kocok!” perintah Pak Mohan. Shanti belum pernah melakukannya. Ia meremas-remas pelan, kenyal dan licin seperti berlendir, Shanti merasa jijik.
“Kocok seperti ini goblok!” desis laki-laki itu sambil mengocok kontolnya sendiri. Shanti berusaha menurutinya dan Shanti sedikit terkejut mendapati kontol itu bangun perlahan. Pak Mohan tidak sabar, ia harus cepat-cepat karena sang isteri menantinya dirumah. Ia menyodorkan kontolnya kemulut Shanti, gadis itu menghindar.
“Sialan kamu! Cepat hisap dan jilat! Atau kubunuh kau!” bentak Pak Mohan seperti kalap. Shanti menggenggam kontol laki-laki itu dengan tangan gemetar, dipandangnya benda yang lembek dan setengah tegang, ia memejamkan matanya dan sebelum sempat berbuat sesuatu, dirasakannya benda itu menerobos masuk kedalam mulutnya dan bergerak maju mundur.
“Kocok!” perintah Pak Mohan. Shanti belum pernah melakukannya. Ia meremas-remas pelan, kenyal dan licin seperti berlendir, Shanti merasa jijik.
“Kocok seperti ini goblok!” desis laki-laki itu sambil mengocok kontolnya sendiri. Shanti berusaha menurutinya dan Shanti sedikit terkejut mendapati kontol itu bangun perlahan. Pak Mohan tidak sabar, ia harus cepat-cepat karena sang isteri menantinya dirumah. Ia menyodorkan kontolnya kemulut Shanti, gadis itu menghindar.
“Sialan kamu! Cepat hisap dan jilat! Atau kubunuh kau!” bentak Pak Mohan seperti kalap. Shanti menggenggam kontol laki-laki itu dengan tangan gemetar, dipandangnya benda yang lembek dan setengah tegang, ia memejamkan matanya dan sebelum sempat berbuat sesuatu, dirasakannya benda itu menerobos masuk kedalam mulutnya dan bergerak maju mundur.
Shanti ingin muntah tapi ia ketakutan.
Laki-laki itu memompa mulut Shanti dengan tergesa-gesa, dari mulutnya
keluar lengkuhan-lengkuhan aneh dan tiba-tiba Shanti mendengar Pak Mohan
mengerang tertahan lalu mulutnya tiba-tiba terasa asin dan penuh dengan
cairan lengket dan berbau aneh. Shanti menahannya supaya tidak
tertelan, ia mual sekali, ia berpikir itu pasti yang dikatakan Tuti
sebagai pejuh. Jijik sekali, pikirnya. Shanti memejamkan matanya
erat-erat dan membiarkan kontol Pak Mohan terus bergerak maju mundur dan
makin pelan. Lalu benda itu ditarik keluar dari mulutnya. Dan Shanti
segera memuntahkan cairan kental itu, ia memandang Pak Mohan yang
kelelahan dengan perasaan benci bukan main.
“Hhh.. Bagus.. Memang
punya bakat lonte kau! Ini uangmu dan ini bayaran pertama buat seorang
lonte!” Desis Pak Mohan lalu melemparkan lembaran-lembaran uang kewajah
Shanti.
Shanti terkulai tak berdaya dan Pak Mohan bergegas hendak
keluar tapi sebelumnya sekali lagi laki-laki itu meremas teteknya dan
Shanti terbelalak kesakitan. Sekejab kemudian bayangan laki-laki tua itu
sudah lenyap dari pandangannya. Shanti menangis pelan, ia tidak berani
lebih keras, ia malu dan takut terdengar oleh teman-teman yang tinggal
di seberang tempat ini. Lalu pelan-pelan gadis itu bangun, ia meraba
teteknya dan meringis nyeri, lalu ia memungut uang-uang yang jatuh
berserakan.
Dihitungnya dan ia merasa senang juga menerima lebih
dari yang diperkirakannya, ia menerima kelebihan dua puluh ribu rupuah!
Jumlah yang lumayan untuknya. Shanti dengan jijik mengusap cairan mani
yang menempel di dadanya dengan BHnya. Ia melepaskan benda itu dan
memutuskan tidak akan memakainya. Ia memakai rok dan kausnya lalu
berjingkat-jingkat keluar dari kamar itu. Diluar gelap dan kelam, sunyi,
entah sudah jam berapa sekarang.
Shanti berjingkat masuk kedalam
kamar mandi, rumah kostnya sudah sepi dan ia tidak ingin membangunkan
semua penghuninya. Ia mulai membersihkan badannya dan ia menggosok
teteknya kuat-kuat, ia tak peduli nyeri yang ditimbulkan, ia hendak
melenyapkan jejak remasan Pak Mohan. Shanti menangis tanpa suara, ia
tidak menyangka malam terakhir merupakan malam jahanam baginya. Ia
berkumur dan menusuk-nusuk kerongkongannya sampai muntah, ia tak peduli
mulutnya terasa pahit dan ia terus hendak mengeluarkan semuanya, ia tak
yakin apakah tadi cairan Pak Mohan tertelan atau tidak dan ia tidak
ingin cairan itu berada diperutnya.
Shanti menggosok giginya
berkali-kali dan akhirnya dengan pelan ia masuk kedalam kamarnya. Ia
telah mencuci bersih BHnya dan pakaiannya juga, ia akan meninggalkan
pakaian itu disini saja. Lalu Shanti berbaring berusaha untuk tidur..
Diam-diam ia bersyukur dirinya masih perawan, entah mengapa laki-laki
keparat itu tidak menyetubuhinya, Shanti menghela napas dalam lelap.
*****
“Ini kamar kamu Shan, suka?” bisik Tuti sambil memandang gadis itu.
Shanti
ter-nganga tidak dapat berkata apa-apa. Keletihan berjam-jam dalam
perjalanannya dengan Tuti seakan lenyap begitu saja. Kamar yang untuknya
sangat luas, ia membadingkan mungkin 3 kali dari kamar kostnya di
kampung. Luar biasa, ranjangnya besar dengan sprei putih bersih, ada
radio kaset disamping ranjang lalu ada meja rias dan Shanti heran
melihat ada kamar mandi dalam kamar tidur, ia belum pernah tahu mengapa
ada orang yang membuat kamar mandi dalam kamar tidur. Sangat membuang
uang sekali, pikirnya. Tapi gadis itu sudah dapat membayangkan betapa
nikmatnya dengan fasilitas seperti itu, kapan saja ia ingin mandi, ia
tidak usah lagi mengantri sambil menimba air, oh menyenangkan sekali,
batinnya.
“Ada air panasnya lho Shan..” kata Tuti.
Shanti memandang wanita itu dengan penuh sayang. Ia memeluk Tuti dan
berterima kasih padanya dengan air mata mengalir.
“Kamu berhak mendapatkannya sayang..” bisik wanita itu.
“Indah sekali Mbak! Bagaimana aku harus membalas semua ini?” kata Shanti dengan suara serak.
“Indah sekali Mbak! Bagaimana aku harus membalas semua ini?” kata Shanti dengan suara serak.
Tuti
tersenyum, lalu ia memanggil supir yang membawa mereka tadi untuk
memasukkan barang-barang Shanti. Shanti sangat kagum dengan rumah Tuti.
Besar, bersih, mewah dan berkesan anggun sekali. Tembok-temboknya dicat
dengan warna kuning beras, indah bukan main. Ruang tamu yang besar
dengan lantai marmer dan perabotan yang menurut gadis itu tentu sangat
mahal harganya, lalu ruang makan dengan meja makan yang besar lengkap
dengan kursi-kursi berderet, tirai-tirai yang mewah seperti
membuang-buang kain saja. Kemudian Shanti melihat ruang keluarga yang
luar biasa besarnya, dengan TV yang juga seperti layar bioskop,
seprangkat sofa yang besar pula menghias ruangan itu. Ada kolam renang
dipekarangan belakang, kolam yang besar bukan main, Shanti tidak dapat
membayangkan berenang di kolam itu, ia belum pernah berenang dikolam
renang, ia hanya pernah berenang disungai.
“Kamu istirahat saja dulu Shan. Nanti sore baru kita ngobrol-ngobrol
lagi” kata Tuti.
Lalu
ia berjalan keluar kamar meninggalkan Shanti. Gadis itu duduk di atas
ranjang, wah empuk sekali! Ia tersenyum sendiri membayangkan nasibnya,
sungguh beruntung sekali ia disayangi seperti itu oleh Tuti. Ia
merebahkan dirinya lalu dalam sekejab ia sudah terlelap..
Shanti
terbangun oleh belaian Tuti. Jari-jemari Tuti membelai pipinya, Shanti
memegang tangan Tuti kemudian menciumnya dengan lembut.
“Terima kasih Mbak” bisiknya. Tuti tersenyum.
“Ah tidak apa-apa sayang, aku memang selalu teringat akan kamu dan akhirnya aku nggak tahan lagi. Aku berkata pada suamiku bahwa aku tidak dapat merasakan keriangan tanpa kamu Shan” kata Tuti. Shanti mengecup lagi tangan yang membelainya.
“Kok Mbak kawin nggak bilang-bilang sih?” tanya Shanti. Tuti tertawa.
“Ah tidak apa-apa sayang, aku memang selalu teringat akan kamu dan akhirnya aku nggak tahan lagi. Aku berkata pada suamiku bahwa aku tidak dapat merasakan keriangan tanpa kamu Shan” kata Tuti. Shanti mengecup lagi tangan yang membelainya.
“Kok Mbak kawin nggak bilang-bilang sih?” tanya Shanti. Tuti tertawa.
Ia
mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir gadis itu dengan lembut. Tuti
rindu sekali dengan hembusan napas Shanti dan ia sudah tidak tahan ingin
merasakan lidah serta mulut gadis itu. Sudah lama ia rindu pada Shanti,
selama ini ia selalu melayani ’suami’nya dengan baik. Dan sang ’suami’
juga kelihatan sangat sayang padanya, maka itu ia memberanikan diri
untuk meminta ijin mengajak gadis itu tinggal dengannya. Tuti
menceritakan semuanya kepada ’suaminya’ dan tak disangka ’suaminya’
sangat menyetujui..
“Jadi kamu suka bermain dengan cewek juga?”
tanya ’suaminya’, yang sebetulnya adalah laki-laki yang bernama Rahman
dan selama ini memelihara hidup Tuti dan diam-diam mereka melangsungkan
pernikahan tanpa sepengetahuan isteri pertama laki-laki itu. Tuti
mengangguk, ia pasrah jika Rahman meledak marah dan mendampratnya. Tapi
yang ia lihat hanya pandangan terpesona saja.
“Ya Mas, aku selalu teringat kepadanya, aku sangat mencintainya Mas”
Jawab Tuti.
“Jadi selama ini kamu tidak cinta padaku?” Tanya Rahman menyelidik.
“Aku mencintaimu melebihi segalanya, semuanya kuberikan dan semuanya kulakukan. Tapi selama Mas tidak denganku, aku sering merasa sepi dan..”
“Dan apa?”
“Dan membayangkan gadis itu” Tuti menjawab terus terang.
“Boleh saja kamu ajak gadis itu, aku akan sangat senang sekali kalau..” Rahman tidak meneruskan kata-katanya. Tuti tersenyum. Ia tahu apa yang dipikirkan Rahman.
“Aku akan mencobanya sayy.. Aku juga ingin sekali kalau kamu bisa menikmati keperawanan gadis itu” bisik Tuti.
“Jadi selama ini kamu tidak cinta padaku?” Tanya Rahman menyelidik.
“Aku mencintaimu melebihi segalanya, semuanya kuberikan dan semuanya kulakukan. Tapi selama Mas tidak denganku, aku sering merasa sepi dan..”
“Dan apa?”
“Dan membayangkan gadis itu” Tuti menjawab terus terang.
“Boleh saja kamu ajak gadis itu, aku akan sangat senang sekali kalau..” Rahman tidak meneruskan kata-katanya. Tuti tersenyum. Ia tahu apa yang dipikirkan Rahman.
“Aku akan mencobanya sayy.. Aku juga ingin sekali kalau kamu bisa menikmati keperawanan gadis itu” bisik Tuti.
Rahman
lega dan merasa tegang sendiri membayangkan ia digumuli oleh dua
wanita, wah tentu lebih luar biasa, selama ini saja ia sudah sangat puas
dengan pelayanan Tuti yang sampai kemanapun belum pernah dirasakannya.
Tutinya yang begitu hebat diatas ranjang, didalam kamar mandi, dimanapun
dan kapanpun ia membutuhkannya, wanita itu selalu akan membuatnya
terkulai dalam lautan kenikmatan.
“Mbak.. Kok melamun?” bisikan Shanti menyadarkan lamunan Tuti.
Wajahnya
dekat sekali dengan Shanti dan gadis itu rupanya menanti dari tadi.
Tuti tertawa geli lalu tiba-tiba ia memangut bibir Shanti dan
melumatnya. Shanti terengah-engah membalas lumatan gadis itu. Ia merasa
tangan Tuti mengelus-elus buah dadanya dan ia pun membalas, ia
meremas-remas tetek Tuti dengan gemas dan membuat wanita itu
merintih-rintih, tak dibutuhkan waktu lama untuk membuat mereka berdua
berbugil ria dalam pergumulan panas.
Shanti tidak tahu bahwa
dilangit-langit kamar ada sebuah bintik hitam sebesar uang logam. Dan
semua kejadian di kamar itu dapat disaksikan dari lantai dua rumah itu.
Diruang kerja Rahman! Dan sekarang Rahman sedang menahan napas memandang
kearah layar besar didalam ruang kerjanya. Tubuhnya tegang dan
dirasakan daging dicelananya membengkak. Ia bisa melihat Tuti melucuti
pakaian Shanti dan ia bisa melihat bagaimana wanita itu menggerayangi
tubuh Shanti dengan penuh nafsu.
Rahman tersengal-sengal menahan
nafsu, ia melihat Shanti memangut tetek Tuti dan menyedotnya seperti
bayi, dan Tuti dengan kalap menyuruk keselangkangan Shanti dan mulai
menggumuli memek gadis itu dengan mulutnya. Rahman tak kuasa menahannya,
ia juga ingin merasakan bau memek gadis itu dan bagaimana lendir gadis
itu lumer dalam mulutnya, lendir perawan! Ia mengendap-endap turun dan
menghampiri kamar Shanti, ruangan sepi sekali dan dibukanya pintu itu,
dilihatnya wajah Shanti sedang ditindih oleh bagian bawah tubuh Tuti dan
Tuti asyik menjilat-jilat memek Shanti, Rahman dapat melihat dengan
jelas bagian dalam memek gadis itu yang kemerahan dan berkilat karena
lendir.
Ia merangkak masuk dan dengan sebelah tangannya ia
mengambil celana dalam Shanti yang tergeletak diujung ranjang. Rahman
membawa benda itu kewajahnya dan menciumnya, oohh.. Nikmat sekali
baunya, bau pesing bercampur dengan bau khas memek seperti punya Tuti,
Rahman menjilat bercak kuning dicelana dalam itu dan merasakan rasa
asin, ia menjilat terus sampai bercak itu menjadi licin dan berubah
menjadi lendir. Tapi ia takut ketahuan, ia segera melemparkan benda itu
dan merangkak mundur keluar dari ruangan. Semuanya dilakukan tanpa
mereka mengetahuinya, Rahman berdebar-debar membayangkan kapan Tuti dan
Shanti akan siap melayaninya bersama-sama.
“Aduh Mbaakk, aku
keluar lagi Mbak.. Aduh duh..” Shanti berkelojotan, memeknya terangkat
dan menekan-nekan wajah Tuti, Tuti tidak mau kalah dan mengulek memeknya
dengan goyangan yang membuatnya merasa hendak kencing.
“Shaan.. Mati aku Shan.. Ooohh.. Terus Shan, terus!” desah Tuti dan Shanti mempercepat tusukan lidahnya dalam memek Tuti, ia menghujamkan mulutnya dan lidahnya menjulur dalam sekali, berkelana disekitar dinding memek wanita itu dan Shanti merasakan cairan masuk ke dalam mulutnya dengan mudah, Shanti tidak peduli bahwa itu adalah air kencing yang keluar sedikit dari memek Tuti karena gadis itu membuatnya seperti gila dan entah mengapa ia merasa ingin kencing terus setiap Shanti menjalarkan lidahnya didalam memeknya.
“Shaan.. Mati aku Shan.. Ooohh.. Terus Shan, terus!” desah Tuti dan Shanti mempercepat tusukan lidahnya dalam memek Tuti, ia menghujamkan mulutnya dan lidahnya menjulur dalam sekali, berkelana disekitar dinding memek wanita itu dan Shanti merasakan cairan masuk ke dalam mulutnya dengan mudah, Shanti tidak peduli bahwa itu adalah air kencing yang keluar sedikit dari memek Tuti karena gadis itu membuatnya seperti gila dan entah mengapa ia merasa ingin kencing terus setiap Shanti menjalarkan lidahnya didalam memeknya.
Tuti merasa pinggangnya nyeri karena
menahan nikmat yang membuatnya tanpa sadar meliuk-liuk seperti ular,
apalagi dirasakannya lubang anusnya ditusuk-tusuk juga oleh jari-jemari
gadis itu, ternyata gadis itu sekarang pandai sekali memuaskan dirinya.
Tuti juga tidak mau kalah dan ia membuat Shanti berguling sehingga gadis
itu sekarang yang berada diatasnya dan dengan leluasa Tuti menjilati
cairan bening yang jatuh dari liang memek Shanti, cairan lengket dan
hangat terasa asin itulah yang selalu dirindukan Tuti.
Enak bukan
main rasanya dan Tuti seperti gila menghisap lubang memek gadis itu,
lidahnya dengan kaku memasuk kedalam memek Shanti dan membuat gadis itu
mengerang, kadang malah Shanti tersentak kesakitan karena lidah Tuti
masuk terlalu dalam dan Tuti cepat-cepat mengeluarkan lidahnya, ia lupa
bahwa gadis itu masih perawan dan ia ingin Rahman yang memerawani gadis
ini, kalau bisa nanti malam.
“Mbakhh.. Aah.. Enak sekali Mbak..
Aaa.. Keluar lagi Mbak.. Aduuhh” Shanti mengerang panjang dan Tuti
merasakan cairan bening makin banyak masuk kedalam mulutnya.
Tuti
menggosok-gosokkan hidungnya di lubang anus Shanti, ia merasa terangsang
sekali melihat liang itu dan dijilatinya lubang anus Shanti, Tuti
memasukkan jari telunjuknya, membuat Shanti mengerang lagi. Lalu
dikocok-kocoknya telunjuk itu di dalam anus Shanti. Gadis itu
tersentak-sentak sambil merintih, Shanti merasa mulas tapi ada perasaan
nikmatnya juga. Ia mengejan agar jari Tuti lebih mudah masuk kedalam
anusnya, Shanti merasa enak sekali dan ia merasa memeknya banjir besar.
Sedangkan Tuti dengan lahap menjilati lubang anus Shanti dan bahkan ia
menjilati jarinya yang baru keluar dari dalam anus Shanti, ia mencium
bau yang baginya enak sekali dan ia menghisap jari itu.
Shanti
melakukan hal serupa, ia memasukkan jarinya dan buat Tuti yang sudah
terbiasa, kocokkan jari-jari Shanti di dalam anusnya membuatnya orgasme.
Apalagi Shanti dengan tanpa jijik menjilat anusnya dan menusuk-nusuk
lubang itu dengan lidahnya, Tuti merasakan kenikmatan yang membuat
tubuhnya panas dan gemetar. Dengan rintihan panjang Tuti mencapai
orgasme lagi dan terkulai lemas. Shanti juga lemas diatas tubuh Tuti.
Mereka
merasa rindu mereka telah terobati sementara dan Shanti diam-diam
memohon agar kejadian seperti ini terus akan terjadi, ia tak ingin
kehilangan Tuti lagi, ia tak akan kuasa hidup tanpa wanita yang dapat
membuatnya merasakan kenikmatan seperti ini. Shanti menyusukkan
kepalanya disela-sela ketiak Tuti, ia sangat merindukan kejadian seperti
ini dimana ia merasa terlindungi dan Shanti sangat suka sekali bau
ketiak Tuti yang sedang berkeringat dan dengan bernafsu Shanti menjilati
keringat yang membasahi bulu-bulu ketiak wanita itu. Shanti mengendus
dalam dan menikmati bau khas yang sangat disukainnya, bau khas ketiak
wanita kampung, tapi baginya bau ketiak Tuti sungguh merangsang.
Tuti
cekikikan kegelian karena jilatan lidah Shanti tapi ia merasa nafsunya
bangkit kembali. Tuti memandang lidah Shanti membelai ketiaknya dan
menjilati keringatnya dengan lahap, ia terangsang sekali melihat
bagaimana gadis itu menghisap-hisap bulu ketiaknya yang lebat, seperti
dikeramas saja, pikirnya. Tuti menarik wajah Shanti dan melumat
mulutnya, dirasakan bau ketiaknya ada dimulut Shanti dan Tuti melumat
habis mulut Shanti, gadis itu pasrah membiarkan lidah Tuti menjalar dan
menyelusup kemana suka.
Ia merasa jari-jari Tuti mengocok-ngocok
didalam liang memeknya dan memeknya licin sekali karena banjir, wanita
itu tidak menusuk terlalu dalam dan Shanti merasa nyaman sekali. Tuti
membawa jari-jarinya yang berlumuran lendir itu kemulutnya dan kemulut
Shanti dan mereka menjilati lendir itu dengan lahap seolah-olah itu
adalah tajin yang biasa dimakan bayi. Mereka saling berpelukan dengan
mesra dan terlelap dalam rengkuhan kenikmatan.
*****
Ketika
bangun, hari sudah senja dan mereka mandi sama-sama dalam kamar Shanti.
Tuti mengangumi tubuh Shanti yang benar-benar sedang ranum, matang dan
sangat indah, semuanya mulus tanpa cacat. Bulu kemaluannya yang halus,
buah dadanya dengan puting merah muda sangat kontras dengan tubuhnya.
Tubuhnya sendiri memang masih padat dan serba kencang, tapi ia tak dapat
menghindari kegemukan di perutnya, padahal ia sudah senam mati-matian,
mungkin inilah karena umur, pikirnya. Sebaliknya Shanti sangat iri
melihat tetek Tuti yang begitu besar dan kenyal, walaupun puting susunya
juga besar dan kehitaman tapi Shanti tahu banyak sekali laki-laki
dikampungnya yang tergila-gila ingin menikmati tubuh Tuti.
“Mbak teteknya besar sekali, kapan aku bisa punya tetek sebesar itu?”
Kata Shanti, Tuti tertawa terkekeh-kekeh.
“Ini dulu salah urus, sebenarnya tetekku dulu tidak sebesar ini, tapi ada gara-gara digosok dengan minyak bulus jadi gede kayak gini” Jawab Tuti. Ia tak memberitahu Shanti bahwa dulu germonyalah yang menyuruhnya menggosok teteknya dengan minyak itu.
“Memang bisa?”
“Entahlah, tapi kupikir gara-gara itu sih” mereka terkikik.
“Selesai mandi nanti kita kekamarku yuk” ajak Tuti.
“Ah nanti ada suami Mbak” jawab Shanti.
“Ah mungkin dia pulang malam hari ini” jawab Tuti. Ia tak mau Shanti mengetahui rencananya.
“Wah kamar Mbak hebat sekali!” seru Shanti kagum melihat kemewahan kamar Tuti. Tuti tertawa dan mengajak gadis itu duduk diatas ranjang besar.
“Heh kamu mau nonton film?” tanya Tuti. Shanti menggeleng.
“Film?”
“Iya film yang hebat deh” kata Tuti lalu berjalan ke lemari TV yang terletak pas dikaki ranjang.
“Ini dulu salah urus, sebenarnya tetekku dulu tidak sebesar ini, tapi ada gara-gara digosok dengan minyak bulus jadi gede kayak gini” Jawab Tuti. Ia tak memberitahu Shanti bahwa dulu germonyalah yang menyuruhnya menggosok teteknya dengan minyak itu.
“Memang bisa?”
“Entahlah, tapi kupikir gara-gara itu sih” mereka terkikik.
“Selesai mandi nanti kita kekamarku yuk” ajak Tuti.
“Ah nanti ada suami Mbak” jawab Shanti.
“Ah mungkin dia pulang malam hari ini” jawab Tuti. Ia tak mau Shanti mengetahui rencananya.
“Wah kamar Mbak hebat sekali!” seru Shanti kagum melihat kemewahan kamar Tuti. Tuti tertawa dan mengajak gadis itu duduk diatas ranjang besar.
“Heh kamu mau nonton film?” tanya Tuti. Shanti menggeleng.
“Film?”
“Iya film yang hebat deh” kata Tuti lalu berjalan ke lemari TV yang terletak pas dikaki ranjang.
Tuti
memasukkan sesuatu ke dalam kotak alat dan kembali duduk bersama
Shanti. Ia memeluk Shanti dan gadis itu membalas pelukannya. Tiba-tiba
Shanti melotot ketika melihat adegan dalam film itu. Ia melihat dua
wanita sedang disetubuhi oleh beberapa lelaki. Ia melihat kedua wanita
itu sedang disetubuhi sambil menghisap kontol pria lainnya. Shanti
menahan napas, jantungnya berdebar kencang, tubuhnya meriang dan hangat.
Tuti merasa gadis itu gemetar.
“Lho.. Kok.. Kok.. Ih Mbak! Idiihh besar sekali Mbak!” desis Shanti.
Tuti diam.
“Jijik Mbak.. Aduh jijik sekali!” seru gadis itu tatkala melihat salah seorang pria itu menyemprotkan air mani kedalam mulut sang wanita dan wanita itu dengan lahap menjilatnya sambil merengek-rengek manja.
“Jijik Mbak.. Aduh jijik sekali!” seru gadis itu tatkala melihat salah seorang pria itu menyemprotkan air mani kedalam mulut sang wanita dan wanita itu dengan lahap menjilatnya sambil merengek-rengek manja.
Shanti teringat malam jahanamnya dengan Pak Mohan, ternyata ada wanita
yang suka sekali dengan itu.
“Oh enak sekali Shan, wah rasanya luar biasa!” kata Tuti.
Ia
membelai tengkuk Shanti. Shanti bergidik melihat wanita itu kembali
menjilati kontol yang baru keluar dari memeknya dan kontol itu dengan
ganas menyemburkan cairan kental kedalam mulutnya lagi.
“Aduuhh..
Geli amat. Kok mau sih.. ” Suara Shanti bergetar, diam-diam ia merasa
ada perasaan aneh merambati tubuhnya. Ia merasa berahinya naik dengan
cepat, apalagi Tuti membelai-belai tengkuknya.
“Mbak! Gila ihh!” Shanti melotot melihat laki-laki lain menusuk lubang pantat wanita itu dan laki-laki lainnya lagi menusuk dari bawah dan dimulut wanita itu tetap tertusuk sebuah kontol hitam. Semua lubang ditubuh wanita itu telah terisi.
“Wah itu yang paling enak Shan, kamu harusnya merasakan bagaimana memek kamu dimasuki kontol Shan.. Enaknya luar biasa!” Desis Tuti.
“Mbak! Gila ihh!” Shanti melotot melihat laki-laki lain menusuk lubang pantat wanita itu dan laki-laki lainnya lagi menusuk dari bawah dan dimulut wanita itu tetap tertusuk sebuah kontol hitam. Semua lubang ditubuh wanita itu telah terisi.
“Wah itu yang paling enak Shan, kamu harusnya merasakan bagaimana memek kamu dimasuki kontol Shan.. Enaknya luar biasa!” Desis Tuti.
Wanita itu juga merasa terangsang. Ia melirik
ke pintu yang dibiarkan tidak terkunci. Di televisi terlihat adegan dua
wanita itu saling memangut kontol hitam dan mereka saling menjilat dan
menyuapi satu sama lain. Shanti mendesah, ia merasa meriang sekali dan
memeknya banjir besar, Shanti merasa terangsang bukan main melihat
bagaimana kedua wanita itu saling membagi air mani laki-laki itu dan
laki-laki itu bergantian memompa mulut wanita-wanita itu.
“Mbaakk.. Aduh Mbak.. Nggak tahan aku” Bisik Shanti manja sambil menatap
Tuti. Tuti melumat bibir gadis itu.
“Nafsu yaa..?” Bisiknya. Shanti mengangguk lalu menyurukkan wajahnya ke ketiak Tuti lagi.
“Nafsu yaa..?” Bisiknya. Shanti mengangguk lalu menyurukkan wajahnya ke ketiak Tuti lagi.
Tiba-tiba
pintu terbuka dan.., “Wah ada tamu nih?” Suara besar dan berat
menyengat Shanti. Ia melompat berdiri dan membenahi roknya yang
tersingkap. Tuti tersenyum manis pada laki-laki itu.
“Oh Mas, lho kok sudah pulang? Ini kenalkan keponakanku Shanti” Kata Tuti sambil mendorong Shanti mendekat kepada laki-laki tinggi besar itu. Laki-laki yang bertampang seram dengan brewok di wajahnya.
“Ini suamiku Shan, kamu panggil saja Oom Rahman” Kata Tuti.
“Oh Haloo! Wah aku tidak menyangka keponakan kamu cantik begini” Kata Rahman sambil menjabat tangan Shanti. Shanti tersipu menundukkan wajahnya. Rahman duduk diatas ranjang dan membuka sepatunya, matanya menatap televisi.
“Lho kok putar film begitu?” Tanyanya berpura-pura. Tuti tersenyum, Shanti tidak berani memandang, ia malu bukan main.
“Ya iseng saja, lagian aku ingin kasih tahu Shanti bagaimana punya laki-laki itu lho!” Kata Tuti manja sambil membantu melepaskan dasi Rahman.
“Mbaakk.. ” Shanti melotot.
“Lho? Nggak apa-apa kok Shan. Mas Rahman orangnya sangat terbuka kok. Lagian kami sudah biasa dengan adegan-adegan seperti di film itu” kata Tuti sambil menarik Shanti supaya mendekat.
“Oh Mas, lho kok sudah pulang? Ini kenalkan keponakanku Shanti” Kata Tuti sambil mendorong Shanti mendekat kepada laki-laki tinggi besar itu. Laki-laki yang bertampang seram dengan brewok di wajahnya.
“Ini suamiku Shan, kamu panggil saja Oom Rahman” Kata Tuti.
“Oh Haloo! Wah aku tidak menyangka keponakan kamu cantik begini” Kata Rahman sambil menjabat tangan Shanti. Shanti tersipu menundukkan wajahnya. Rahman duduk diatas ranjang dan membuka sepatunya, matanya menatap televisi.
“Lho kok putar film begitu?” Tanyanya berpura-pura. Tuti tersenyum, Shanti tidak berani memandang, ia malu bukan main.
“Ya iseng saja, lagian aku ingin kasih tahu Shanti bagaimana punya laki-laki itu lho!” Kata Tuti manja sambil membantu melepaskan dasi Rahman.
“Mbaakk.. ” Shanti melotot.
“Lho? Nggak apa-apa kok Shan. Mas Rahman orangnya sangat terbuka kok. Lagian kami sudah biasa dengan adegan-adegan seperti di film itu” kata Tuti sambil menarik Shanti supaya mendekat.
Kemudian ia memeluk Shanti dan mencium
mulutnya. Shanti merasa malu dengan perlakuan Tuti tapi ia juga tak
ingin menghindar, ia takut Tuti marah. Malah sekarang Tuti meremas buah
dadanya dengan perlahan.
“Mbaakk.. Malu ah” rengek Shanti.
“Ah tidak apa-apa kok Shan, Oom sudah biasa kok” kata Rahman sambil menelan ludah.
“Ah tidak apa-apa kok Shan, Oom sudah biasa kok” kata Rahman sambil menelan ludah.
Ia
merasa lidahnya kaku dan sepertinya ia sudah merasakan cairan memek
Shanti lumer dimulutnya. Lalu Tuti membuka celana Rahman dan sekaligus
memelorotkan celana dalamnya, maka meloncat keluar kontol yang sudah
agak tegang. Shanti menutup mulutnya melihat kontol yang lumayan besar
dan panjang itu. Wajahnya bersemu merah, ia tidak dapat berkata apa
karena malu, ia ingin lari tapi ia takut Tuti tersinggung.
“Nih
lihat ini Shan. Ini yang namanya kontol enak..” bisik Tuti sambil
mengocok pelan kontol Rahman dan Shanti bisa melihat ada lendir bening
di kepala kontol itu seperti lendir memeknya.
Lalu ia terbelalak
melihat Tuti dengan lahap mengulum kontol itu, bahkan Shanti bingung
melihat kontol itu lenyap dalam mulut Tuti. Dan Rahman mendengus-dengus
sambil memompanya dalam mulut wanita itu. Shanti gemetar menyaksikan
pemandangan yang tidak pernah dibayangkannya. Sungguh mengerikan,
pikirnya. Apakah begitu enaknya sampai Tuti mau menghisap kontol itu
demikian dengan lahapnya?
“Mau cobain Shan? Enak banget..” Tuti menarik gadis itu supaya berlutut
juga.
Rahman
berdiri dan tersenyum pada Shanti. Ia menyodorkan kontolnya yang sudah
agak keras itu. Tuti mengambil tangan Shanti dan dipaksanya tangan itu
menjamah kontol suaminya. Shanti berusaha menahan tangannya dengan
setengah hati. Ia bingung dan gundah, ia merasa memeknya seperti hendak
meledak karena berahi yang memuncak tapi ia juga malu dan ia tak ingin
berselingkuh dengan suami Tuti, tapi sekarang malah Tuti memaksanya
menjamah daging yang seperti dodol itu.
“Nggak apa-apa Shan, suamiku milik kamu juga kok..” bisik Tuti.
Kemudian
Shanti merasakan daging itu di tangannya, lumayan besar dan kenyal, ada
lendir bening keluar dari ujung kontol Rahman, dan Tuti mengusap lendir
itu dan memasukkannya ke mulut Shanti, Shanti merasa jijik, tapi ia
hanya merasakan asin seperti pejuh Pak Mohan. Lalu Tuti mendekatkan
mulut Shanti sambil menekan kepalanya supaya mendekati kontol Rahman.
Dan entah bagaimana Shanti pasrah saja ketika kontol itu sudah dalam
mulutnya dan bergerak maju mundur. Shanti merasa daging itu hangat dalam
mulutnya dan memang kalau dirasa-rasakan enak sekali, seperti mengemut
es krim tapi tidak dingin melainkan hangat, hanya sesekali lidahnya
merasakan asinnya lendir yang jatuh dalam mulutnya. Tuti juga ikut
mengemut kontol Rahman dan sesekali kedua wanita itu saling melumat dan
meremas.
“Mmhh.. Enak sekali Mas.. Ayo.. Cepat keluarkan.. Aku
sudah tak tahan lagi Mas!” Desah Tuti, tangannya dan tangan Shanti
berebut mengocok kontol Rahman.
Bola mata Rahman terbalik dan
mulutnya meleguh nikmat seperti kerbau. Kontolnya sungguh keras bukan
main dalam maianan kedua perempuan itu. Ia merasakan bagaimanapun
jilatan dan kocokan Tuti jauh lebih luar biasa daripada Shanti. Memang
ia tak salah memilih gundik, Tuti memang sungguh luar biasa. Dan Rahman
menyadari selama ini ia belum pernah bisa tahan lebih dari 3 menit kalau
Tuti sudah mengeluarkan keahlian mulut dan tangannya, apalagi kalau
kontolnya sudah dalam cengkraman memek wanita itu, maka tak ayal lagi ia
akan menyerah sebelum hitungan kedua puluh, padahal dengan isteri
tuanya ia tidak pernah bisa keluar dan benar-benar tidak pernah bisa
ejakulasi!
Walau bagaimanapun sang isteri melayaninya tetap saja
ia tidak dapat puas, bahkan kadang-kadang kontolnya menciut kembali
sehingga harus dirangsang lagi. Tapi kalau dengan Tuti, dipegang
sebentar saja kontolnya sudah seperti paku baja, terus digoyang sebentar
saja, kontolnya sudah meletuskan lahar panasnya, tapi Tuti dapat dengan
cepat membangunkan kembali meriamnya walaupun baru meledak. Rahman
bersyukur dengan Tuti, ia tak merasa sayang sedikitpun mengeluarkan uang
luar biasa besarnya untuk membuat wanita itu mencintainya.
“Oouughh.. Aku.. Aku.. Mau keluar sayy!!” seru Rahman sambil
berkelojotan.
Kontolnya
dikemot oleh Tuti sedemikian rupa sehingga membuat seluruh otot
tubuhnya ngilu menahan gelombang nikmat yang akan segera melanda. Tuti
mengeluarkan kontol Rahman dan segera dimasukkannya ke dalam mulut
Shanti, gadis itu membiarkan kontol itu menerobos masuk kedalam mulutnya
dan ia mengocoknya dengan bibirnya, lidahnya berusaha menjilat kontol
yang keluar masuk dalam mulutnya itu.
Sementara Tuti mengemuti
pelir Rahman dengan keahliannya, tiba-tiba Rahman mengeluarkan leguhan
keras, tubuhnya kaku dan wajahnya tegang bukan main, mulutnya ternganga
sedangkan matanya terbelalak dan berputar ketika kontolnya menyemburkan
cairan pejuh panas ke dalam mulut Shanti, tubuhnya kejang dan ia
membiarkan kontolnya diam dalam mulut gadis itu, Tuti dengan sigap
mengurut dan mengocok batang kontolnya, biasanya Tuti akan terus
mengocok kontol itu dengan mulutnya sampai Rahman berkelojotan seperti
orang sekarat, tapi ia tahu Shanti baru pertama kali dan belum tahu
bagaimana membuat seorang laki-laki mengalami ejakulasi dashyat yang
dapat membuatnya mati kaku. Jadi Tuti membantu dengan mengurut batang
kontol Rahman dan membuat laki-laki itu menggeram dashyat seperti singa.
Shanti
merasa mulutnya penuh dengan cairan lengket, ia tak ingin menelannya
jadi ia mengeluarkan dari sela-sela bibirnya walaupun ia tahu sebagian
sudah tersembur masuk ke dalam kerongkongannya. Jantungnya berdebar
melihat Tuti dengan lahap menjilati setiap lelehan pejuh yang keluar
dari mulutnya.
“Telan Shan.. Enak kok.. Mmhh.. Sllrrpp.. Mmmhh..”
Tuti menjilati cairan kental keputihan itu. Dan Tuti dengan cepat
menelanjangi Shanti, sehingga Shanti benar-benar berlutut tanpa selembar
benangpun ditubuhnya dan wanita itu juga sudah telanjang bulat dan
bahkan kini Tuti berdiri dan menyodorkan memeknya pada Shanti.
Shanti
hendak berpindah menggumuli memek Tuti tapi Rahman masih membiarkan
kontolnya dalam mulut gadis itu. Shanti mengeluarkan kontol Rahman dan
menjilati pejuh yang menempel disana, ia mengemut kontol Rahman,
sekarang ia merasa suka dengan rasanya, ternyata untuk menjadi biasa
cepat sekali apalagi kalau memang ternyata enak.
Memek Tuti
digesek-gesek di wajah Shanti dan Shanti menyelipkan hidungnya di memek
Tuti serta mengendusnya, hhmm nikmat sekali baunya, pikir Shanti. Ia
menjulurkan lidahnya dan mengorek-ngorek liang memek Tuti yang sudah
licin dan banjir. Tangan kanan Shanti sibuk mengocok kontol Rahman, tapi
kontol itu lemas tidak bangun kembali. Rahman meringis kesakitan karena
kocokan Shanti yang tidak berpengalaman, mulutnya sedang dilumat oleh
Tuti, ia tidak mau melepaskan lumatan Tuti hanya untuk meringis, karena
semua yang diberikan Tuti padanya adalah istimewa, dan belum pernah
seumur hidupnya Rahman mendapatkan wanita seperti Tuti.
Pelan-pelan
mereka beringsut dan akhirnya mereka bertiga bergumul di ranjang.
Rahman sibuk melumat mulut Shanti, ternyata gadis itu masih tidak
berpengalaman sama sekali, lumatan bibirnya masih jauh dibanding Tuti.
Tapi kontolnya sudah tegang seperti baja kembali karena Tuti yang
mengocoknya.
“Mau cobain rasanya memek Shanti Mas?” desis Tuti.
Rahman
mengangguk, ia mengidam-idamkannya dan dari tadi sore serta ia juga
memimpikannya. Tuti menyuruh Shanti memberikan memeknya tapi Shanti
malu, Tuti menariknya sehingga pelan-pelan Shanti bergeser sampai
tubuhnya di atas Rahman dan ia menungging diatas wajah Rahman. Tuti
mendorong pantat Shanti supaya turun dan pelan-pelan Shanti menurunkan
pantatnya, tiba-tiba ia mengerang ketika lidah kasar Rahman dan
berewoknya menyapu memeknya yang sempit menimbulkan sensasi yang tidak
terkirakan nikmatnya. Shanti merasa orgasme padahal belum diapa-apakan.
Sekarang ia meliuk-liuk seperti penari ular ketika lidah Rahman
menjelajahi bibir memeknya dan menyapu itilnya dengan kasar. Geli dan
nikmat bukan main.
Tuti melihat lendir memek Shanti berjatuhan
seperti tirai air terjun dan ia bersama Rahman menjilati lendir itu,
sesekali ia meludah kedalam mulut Rahman dan laki-laki itu segera
menikmati air liurnya. Tuti menjilati liang anus Shanti dari atas dan
lidahnya menusuk-nusuk lubang itu dengan ganas. Shanti mengerang,
merintih, menjerit histeris karena gelombang orgasme melandanya tanpa
ampun membuat perutnya mulas serta membuatnya ingin kencing. Shanti
merasakan memeknya benar-benar disedot oleh Rahman sehingga mengeluarkan
suara keras, lalu ia merasa air kencingnya keluar sedikit, ia malu dan
berharap Rahman tidak menyadarinya. Tapi Rahman tahu, Tuti pun tahu
bahwa Shanti sampai terkencing-kencing saking nikmatnya.
“Ayo Shan
kencing saja Shan.. Mmmhh.. Enak sekali kencing kamu” gerang Rahman
sambil memainkan itil Shanti dengan lidahnya. Shanti tidak berdaya, dan
ia tak kuasa menahannya lagi, ia hanya punya pilihan menderita karena
menahan kencing atau menerima kenikmatan yang sedang diambang
perasaannya.
“Aduh nggak kuat! Aaakkhh.. Mbaakk!” Shanti merengek sambil mengocok
kontol Rahman yang licin karena lendir.
Air
seninya menyemprot keluar dari lubang kencingnya, memancar menyemprot
wajah Rahman dan Tuti. Panas dan berbau pesing, Tuti memejamkan matanya
dan membuka mulutnya sehingga air kencing Shanti masuk kedalam mulutnya
dan keluar lagi jatuh kedalam mulut Rahman. Mereka meminum air kencing
Shanti yang masih perawan, air kencing yang tidak banyak dan kekuningan
tapi sensasinya membuat Rahman melayang, ia merasakan asin dan pahit
ketika air kencing gadis itu membasahi tenggorokannya. Tuti malah dengan
liar dan lahap meminum dan menjilati air kencing yang jatuh membasahi
wajah Rahman kemudian membasahi ranjang mereka, untung Tuti sudah
menjaga-jaga, tadi sore ia sudah memasang karpet karet dalam sprei, ia
yakin akan terjadi permainan dashyat malam ini dan sekarang terbukti.
Rahman
sangat menyukai cairan memek Shanti, ada bau khas seperti punya Tuti
tapi ia tetap berpendapat cairan memek Tuti lebih enak dan lebih asin
serta kental dan baunya-pun lebih keras daripada punya perawan ini.
Rahman merasa kontolnya sudah tak sabar lagi ingin mencari korban, Tuti
ingin mengulumnya tapi ia menghindar, ia tidak akan bertahan lama jika
dikulum oleh Tuti dan itu membuat Tuti terkikik kegelian.
“Takut? Hi hi hi..” Rahman tersenyum kecut dengan brewok yang berlumuran
lendir memek Shanti.
Ia menarik Tuti agar menggantikan Shanti. Tuti beringsut. Ia berbisik
pada Shanti, gadis itu menggeleng.
“Coba saja Shan, enak bukan main. Memang pertama-tama akan perih tapi
kamu akan segera merasa enak..” kata Tuti.
Shanti
diam dan ia pasrah ketika Tuti pelan-pelan membaringkannya terlentang
diatas ranjang yang besar itu. Rahman bangun dan menggumulinya, teteknya
dikulum oleh laki-laki itu, tapi remasan Rahman ternyata lembut dan
menimbulkan berahi. Padahal tadi Shanti melihat bagaimana laki-laki itu
mengulum tetek Tuti, membuat wanita itu meringis. Tapi terhadap dirinya
Rahman lembut sekali bahkan Shanti merasa enak sekali teteknya
disedot-sedot seperti itu. Lalu ia melihat kebawah dan dilihatnya Tuti
merenggangkan pahanya lalu memegang kontol Rahman yang sudah keras
seperti kayu.
Perlahan-lahan kontol itu turun, tapi sebelum
menyentuh memeknya ia melihat Tuti menyelomoti kontol itu sebentar dan
itu membuat Rahman menjerit seperti tersentak, wanita itu terkekeh-kekeh
senang, lalu Tuti mulai menempelkan kepala kontol Rahman kebibir memek
Shanti yang sudah banjir hebat. Pelan-pelan kontol itu mulai masuk
sesenti demi sesenti sampai terdengar raungan Shanti.
“Aaakkhh..
Sakiitt.. Uuuhh Mbaakk.. Ampuunn..” Shanti merintih keras ketika kontol
Rahman mendesak terus, ia berkelojotan sambil berontak.
Lalu ia
merasa lega ketika kontol itu diam dan pelan-pelan memompa tapi tidak
turun lagi, gadis itu meriang mendapati kenikmatan melandanya dengan
pompaan yang diberikan Rahman. Shanti mendesis-desis seperti orang
kepedasan. Tuti memainkan itil Shanti membuat Shanti kejang-kejang, lalu
Rahman kembali menusuk, kali ini dengan cepat dan keras.
“Aduuhh..
Ampuunn!! Sakiitt!! Mati aku mbaakk!!” teriak Shanti histeris ketika
merasakan lubang memeknya seolah-olah robek dan meledak, perih bukan
main dan panas merayapi tubuhnya.
Matanya terbelalak, keringatnya
keluar sebesar butian jagung. Jari-jarinya mencakar punggung Rahman,
tapi sang kontol sudah tertanam dalam memek Shanti dan Rahman mulai
mengangkat perlahan diiringi jeritan Shanti, gadis itu hendak pingsan,
sakit sekali, setiap kali laki-laki itu menusuk atau mencabut
dirasakannya kenyerian disekeliling memek dan perutnya.
“Tahan Shan, nanti kamu akan keenakan” bisik Tuti.
Setelah
beberapa saat, apa yang dikatakan Tuti ternyata benar. Shanti merintih
dan mengerang karena kenikmatan. Rahman merasakan hal yang sama pada
kontolnya. Ia merasa kontolnya seperti diremas dan dicengkram oleh gadis
itu, Rahman benar-benar merasa beruntung, setua ini ia masih
mendapatkan perawan! Rahman menghisapi tetek Shanti bergantian dan ia
merasakan pentil kecil itu keras dalam mulutnya.
Rahman merasa
menang karena ia membuat Shanti menjerit dan berteriak histeris terus
menerus tatkala gadis itu mendapatkan orgasmenya, dengan Tuti ia tidak
pernah menang, memang dulu pertama kali Tuti menjerit-jerit seolah-olah
orgasme tapi akhirnya Rahman tahu itu hanya pura-pura saja, Tuti hanya
bisa orgasme kalau memek dan liang anusnya dijilati atau dikocok dengan
sesuatu, seperti kontol-kontolan yang bergetar atau dildo karet yang
berbuku-buku dan Rahman melarang Tuti memberikan rintihan palsu sewaktu
mereka sedang bersetubuh, ia tak ingin kepalsuan dan dengan ksatria ia
mengakui tidak dapat mengalahkan Tuti, selalu saja ia yang terjerambab
kalah.
“Oommhh.. Aduh Mbak, aku nggak sanggup lagi Mbaak!” Shanti
mengeluh, tubuhnya bersimbah peluh dan ia merasa melayang karena lautan
kenikmatan yang terus melandanya.
Tuti tidak mau mendengarkannya
karena wanita itu juga sedang dilanda nafsu yang luar biasa, ia
menyurukkan kepalanya dan menjilati liang anus Rahman lalu beberapa saat
jika ingin keluar ia mencabut kontolnya dan Tuti segera menyelomotinya
dengan kasar supaya laki-laki itu tidak orgasme lalu Tuti akan menyuruk
kememek Shanti dan menjilati cairan yang menggenang bercampur dengan
darah perawan gadis itu sampai bersih, ia juga menjilati cairan yang
mengalir ke liang anus Shanti, ia menghisap dan menelan cairan itu
dengan penuh nafsu, baru Rahman memasukkan kembali kontolnya dan memompa
Shanti kembali. Tuti juga mencapai orgasme karena merasa terangsang
dengan ulahnya, ia merasa seperti binatang, ia merasa seperti budak yang
harus membersihkan semua cairan berahi Rahman dan Shanti dan itu
membuatnya sangat terangsang.
Lalu Tuti mengatur posisi Shanti, ia
menyuruh gadis itu menungging dan Rahman menyetubuhinya dari belakang,
sedangkan Tuti menyurukkan tubuhnya kebawah Shanti dan mengemut itil
gadis itu sementara Rahman memompa dengan irama pelan. Kali ini Shanti
terbelalak dan gemetaran karena kenikmatan yang datang jauh lebih
dashyat daripada tadi. Mulut Shanti keluar erangan, ia merasakan itilnya
diputar-putar didalam mulut Tuti dan ia merasakan daging yang
menyesakkan liang memeknya seperti membuatnya ingin kencing lagi, ia
menjerit-jerit histeris dengan tubuh berkelojotan seperti gadis yang
tengah sekarat. Dan Shanti seperti gila membenamkan wajahnya
keselangkangan Tuti, lidahnya dengan liar mengorek-ngorek liang memek
wanita itu dan menjilati cairan kental yang berlumuran disana. Mulut
Shanti terasa asin dan tubuhnya terasa lengket oleh keringat.
“Sudah Oom.. Ampun.. Aduh.. Nggak kuat lagi akuu!” jerit Shanti dan ia
terkulai menindih tubuh Tuti.
Rahman
mencabut kontolnya dan dari dalam memek Shanti mengalir cairan encer
bening banyak sekali. Tuti dengan lahap menjilati cairan itu bahkan
Rahman tak segan-segan menjilati liang anus Shanti dengan penuh nafsu.
Kontolnya yang keras bagi baja itu masih tegak perkasa menunggu sesuatu
yang dapat dipasaknya. Tuti meremas kontol Rahman sambil menghisap memek
Shanti. Kemudian Tuti cepat-cepat mencegah Rahman ketika laki-laki itu
hendak mengarahkan kontolnya keliang anus Shanti. Rahman sadar dan
buru-buru mengurungkan niatnya. Tuti tidak dapat membayangkan bagaimana
Shanti menerima tusukan kontol Rahman diliang duburnya, pasti gadis itu
akan meraung-raung kesakitan luar biasa.
“Sekarang giliran aku
manis..” desis Tuti. Lalu ia tidur terlentang dan mengangkat kedua
kakinya terlipat ke wajahnya sehingga memek dan liang anusnya menghadap
keatas.
Shanti segera menyelomoti liang memek Tuti dengan rakus.
Ia mengocok memek Tuti dengan jarinya dan membuat wanita itu
berkelojotan, Tuti dapat orgasme bila dengan Shanti karena ia sangat
menikmati waktunya dengan gadis itu. Shanti mulai menjilati liang anus
Tuti sedangkan wanita itu menyelomoti kontol Rahman. Tuti menyelomoti
dengan kasar, ia membiarkan sesekali kontol Rahman mengenai giginya dan
Rahman senang karena wanita itu tidak akan membuatnya keluar dengan
cepat. Ia tahu keinginan Tuti, ia tahu Tuti ingin dipompa dan Rahman
senang sekali. Kontolnya tidak lemas karena ia sangat terangsang melihat
keliaran Shanti melumat liang anus Tuti dengan rakus, Rahman sekarang
makin bersyukur mendapatkan dua perempuan yang punya nafsu besar, semula
ia tidak menyangka gadis muda itu akan mudah didapatkan, ternyata
memang Tutilah yang memegang peranan.
“Jilat dalamnya Shan, ..
Oooh bersihkan.. Terus.. Aduh enak sekali Shan.. Emut terus Shan” desis
Tuti, Shanti menusuk-nusukan lidahnya di liang anus wanita itu dan
sesekali lidahnya terjepit sampai dalam, kemudian ditusuk-tusukannya dan
membuat Tuti tersentak-sentak.
Kemudian Shanti melihat Rahman
mendekati dan mengarahkan kontolnya. Tapi Shanti kaget ketika kontol
Rahman pelan-pelan menusuk keliang anus Tuti. Shanti memandang Tuti, dan
wanita itu mengedipkan matanya. Tuti mengejan sedikit dan blup! Kontol
Rahman melesak masuk kedalam liang itu. Shanti terpana ketika melihat
Rahman mengayun maju mundur memompa liang anus Tuti, pompaan yang
berirama dan ada lendir yang keluar bersama pompaan kontol Rahman.
“Shan,
jilat Shan.. Ooohh.. Terus.. Aaakkhh..” Tuti merasa orgasme ketika
melihat dengan tanpa merasa jijik Shanti menjilati lendir yang keluar
dari liang anusnya dan bahkan Rahman mencabut kontolnya dan Shanti
seperti sudah tahu langsung menghisap dan menyelomoti kontol itu.
Shanti
sama sekali tidak jijik karena kalau itu liang anus Tuti, apapun
diminta Tuti ia akan melakukannya karena Shanti sadar bahwa yang
dikatakan Tuti selalu benar. Shanti merasakan cairan asin dan berbau
tapi ia menikmatinya. Bahkan beberapa kali ia memaksa kontol Rahman
dicabut supaya ia bisa menghisap dan membersihkan cairan lengket
keputihan itu. Rahman beberapa kali sudah ingin meledak karena berahi
yang mencapai puncak tapi untung setiap kali ada Shanti yang membuatnya
mengurungkan ledakan laharnya dan ia tersenyum senang pada Tuti,
sedangkan Tuti sudah lebih dari dua kali orgasme karena perbuatan Shanti
didepan matanya daripada pompaan kontol Rahman di duburnya.
Ia
menarik Shanti dan memaksa melumat mulut gadis itu, Shanti membuka
mulutnya dan membiarkan cairan keputihan yang baru saja dijilat di liang
anus Tuti mengalir jatuh kedalam mulut Tuti. Tuti merintih dan
menikmati cairan itu, kemudian mereka saling membelit dan melumat. Tuti
menggoyang berirama dan membuat Rahman menggerung seperti binatang
terluka.
“Aaarrgghh.. Gilaa!!” teriak Rahman.
“Cepat, cepat!” teriak Tuti sambil mendorong Shanti.
“Cepat, cepat!” teriak Tuti sambil mendorong Shanti.
Seperti
sudah mengetahui apa yang harus dilakukannya Shanti segera menyurukkan
wajahnya dan sedikit terlambat ketika Rahman memuntahkan pejuhnya
didalam anus Tuti tapi laki-laki itu memaksa mencabutnya dan Shanti
segera menangkap dengan mulutnya. Rahman memompanya dalam mulut Shanti
seperti orang kesetanan dan cairan yang keluar seperti tidak ada
habis-habisnya, Shanti kali ini menelan cairan itu, sebagian disekanya
dengan tangannya kemudian disodorkan kepada Tuti dan wanita itu menjilat
cairan itu dengan lahap.
Rahman berkelojotan seperti akan putus
nyawanya, mulutnya mengeluarkan suara seperti orang sekarat. Ia
benar-benar puas. Shanti menyelomoti kontolnya dengan ahli sekarang. Ia
bisa merasakan jalaran lidah gadis itu menyapu permukaan topi bajanya
dan keleher kontolnya yang paling peka, membuatnya melayang-layang dalam
perasaan aneh yang membuat tubuhnya panas meriang. Setelah agak lama
Rahman tumbang diatas ranjang.
“Aku bisa gila..” desahnya.
Rahman
memandang Shanti yang sedang menjilati cairan pejuh di anus Tuti, ia
bahkan mengorek-ngorek liang anus Tuti dengan lidahnya dan itu membuat
Tuti menjerit-jerit kenikmatan dan kegelian, tapi Shanti seperti
kesetanan dengan perbuatan joroknya. Shanti tidak peduli apa yang
dijilatnya, ia hanya merasa ada sensasi aneh dengan melakukannya, ia
merasa hebat dan ia merasa terangsang bukan main dengan apa yang
diperbuatnya.
Shanti betul-betul pembersih, ia membuat liang memek
dan anus Tuti berkilat karena jilatannya. Tak ada setetes-pun lendir
disana kecuali bekas jilatan-jilatan lidahnya. Shanti puas dengan
pekerjaannya. Ia memandang Tuti dengan penuh cinta ketika wanita itu
menurunkan kakinya. Tuti merasa kakinya hendak copot karena pegal dan
perutnya keram, tapi ia tersenyum letih pada Shanti. Ia membelai kepala
gadis itu kemudian mereka saling melumat dan berpelukan dalam senyap,
sementara Rahman dengan mulut ter-nganga mendengkur seperti babi.
“Aku cinta sama Mbak” bisik Shanti. Tuti tersenyum lembut.
“Aku juga mencintaimu Shan, kamu segalanya buatku” bisiknya.
“Jangan tinggalkan saya Mbak” Tuti menggeleng dalam diam. Tidak akan, pikirnya. Tidak akan pernah! Shanti menyusupkan kepalanya di payudara Tuti dan tidur lelap dalam kelelahan..
“Aku juga mencintaimu Shan, kamu segalanya buatku” bisiknya.
“Jangan tinggalkan saya Mbak” Tuti menggeleng dalam diam. Tidak akan, pikirnya. Tidak akan pernah! Shanti menyusupkan kepalanya di payudara Tuti dan tidur lelap dalam kelelahan..
*****
“Wah segar sekali kamu kelihatannya?” kata Tuti sambil duduk disamping
Shanti.
Gadis
itu sedang melamun diteras belakang rumah Tuti sambil memandang kolam
renang. Shanti terkejut sebentar tapi tersenyum manis. Wajahnya bersih
dan segar, rambutnya yang panjang dibiarkan terurai dan pagi itu Shanti
benar-benar cantik sekali. Ia memakai daster warna kuning dengan
bunga-bunga kecil di bagian dada.
“Wah Mbak juga kelihatan cantik sekali!” seru Shanti.
Tak
lama kemudian seorang wanita tua yang dikenal dengan mbok Iyem menaruh
kopi susu dan roti panggang di meja kecil dihadapan mereka.
“Melamunin semalam ya?” bisik Tuti setelah pembantunya pergi. Shanti
mencubit perut Tuti, membuat wanita itu tekikik geli.
“Aaahh Mbak! Malu nih..” rengek Shanti. Tuti tertawa lagi.
“Kok malu? Itu biasa kok, semua orang juga pasti melakukannya” kata Tuti sambil menyerahkan kopi susu kepada gadis itu.
“Tapi kan nggak kayak semalam Mbak. Aku malu dan risih sama Mbak..” kata Shanti.
“Aaahh Mbak! Malu nih..” rengek Shanti. Tuti tertawa lagi.
“Kok malu? Itu biasa kok, semua orang juga pasti melakukannya” kata Tuti sambil menyerahkan kopi susu kepada gadis itu.
“Tapi kan nggak kayak semalam Mbak. Aku malu dan risih sama Mbak..” kata Shanti.
Ia menghirup kopi susunya. Tuti tersenyum sambil minum juga.
“Aku
kan sudah bilang, buat aku sama sekali nggak apa-apa. Malah aku senang
sekali kamu juga merasakan kesenangan denganku” jawab Tuti.
“Tetap aku merasa malu, sebab itu kan suami Mbak”
“Jangan berkata seperti itu, yang aku inginkan cuma kebahagiaan dan kesenangan kita berdua Shan. Rahman memang sangat mencintaiku, dan aku juga sangat mencintainya, tapi aku juga sangat mencintaimu, kamu kan tahu itu?”
“Tapii.. Ah pokoknya entah bagaimana aku nanti kata orang. Bersetubuh dengan suami orang dan bersama pula!”
“Ah mana orang yang tahu? Sudahlah, pokoknya aku merasa sangat bahagia” kata Tuti.
“Tetap aku merasa malu, sebab itu kan suami Mbak”
“Jangan berkata seperti itu, yang aku inginkan cuma kebahagiaan dan kesenangan kita berdua Shan. Rahman memang sangat mencintaiku, dan aku juga sangat mencintainya, tapi aku juga sangat mencintaimu, kamu kan tahu itu?”
“Tapii.. Ah pokoknya entah bagaimana aku nanti kata orang. Bersetubuh dengan suami orang dan bersama pula!”
“Ah mana orang yang tahu? Sudahlah, pokoknya aku merasa sangat bahagia” kata Tuti.
Tuti membelai rambut Shanti.
“Apakah kamu tidak bahagia?”
“Aku bukan main bahagianya Mbak dan aku juga bingung bagaimana aku harus berterima kasih pada semua kebaikan Mbak” jawab Shanti.
“Jangan berkata begitu sayang, aku malah takut kamu menjadi marah padaku karena kejadian semalam keperawananmu hilang” kata Tuti sambil memandang Shanti.
“Ah buatku tidak masalah Mbak, yang penting enaakk.. Hi hi hi” Shanti merasa lucu sendiri, ia sama sekali tidak peduli dengan keperawanannya, masa bodo, pikirnya. Aku malah merasa aneh dan sangat ketagihan..
“Masih sakit?” tanya Tuti. Shanti menggeleng.
“Nggak, cuma tadi pagi perih waktu mau kencing. Mbak tidurnya enak sekali ya, tapi kok Oom Rahman udah menghilang sepagi itu?” tanya Shanti.
“Oh itu mah biasa Shan. Bisnisnya terlalu banyak dan seringnya malah jam dua pagi sudah pergi kalau mau keluar negeri” kata Tuti.
“Wah enak dong ya, Mbak pasti sudah sering keluar negeri”
“Yah hanya ke Singapura dan Malaysia saja, lainnya belum ada kesempatan” jawab Tuti tertawa.
“Nanti juga pada saatnya kita akan bisa pergi bersama-sama” lanjutnya.
“Wah tadi pagi mulutku baunya bukan main Mbak! Semalam ketiduran padahal belum gosok gigi” kata Shanti sambil cekikikan. Tuti tertawa juga.
“Aku juga! Uekh, aku pengen muntah saja tadi pagi, hi hi hi..” Tuti membuat wajahnya terlihat lucu.
“Tapi sekarang sudah nggak lagi kan?” lanjutnya sambil membuka mulutnya dan mendekatkan pada Shanti. Shanti mencium mulut Tuti dan melumatnya.
“Mmmhh.. Sedaapp..” desisnya.
“Udah ah, ntar kelihatan sama si Mbok bisa pingsan dia melihat kita ciuman begini” kata Tuti. Mereka tertawa.
“Apakah kamu nggak merasa jijik dengan perbuatan kita semalam?” tanya Tuti ingin tahu. Shanti memandangnya sambil menggeleng.
“Entahlah, aku malah kepengen lagi Mbak. Padahal tadi pagi aku berpikir betapa menjijikkannya perbuatan kita semalam, tapi mengapa aku merasa aneh dan terangsang setiap kali membayangkannya?” Shanti memang merasa bingung.
“Aku bukan main bahagianya Mbak dan aku juga bingung bagaimana aku harus berterima kasih pada semua kebaikan Mbak” jawab Shanti.
“Jangan berkata begitu sayang, aku malah takut kamu menjadi marah padaku karena kejadian semalam keperawananmu hilang” kata Tuti sambil memandang Shanti.
“Ah buatku tidak masalah Mbak, yang penting enaakk.. Hi hi hi” Shanti merasa lucu sendiri, ia sama sekali tidak peduli dengan keperawanannya, masa bodo, pikirnya. Aku malah merasa aneh dan sangat ketagihan..
“Masih sakit?” tanya Tuti. Shanti menggeleng.
“Nggak, cuma tadi pagi perih waktu mau kencing. Mbak tidurnya enak sekali ya, tapi kok Oom Rahman udah menghilang sepagi itu?” tanya Shanti.
“Oh itu mah biasa Shan. Bisnisnya terlalu banyak dan seringnya malah jam dua pagi sudah pergi kalau mau keluar negeri” kata Tuti.
“Wah enak dong ya, Mbak pasti sudah sering keluar negeri”
“Yah hanya ke Singapura dan Malaysia saja, lainnya belum ada kesempatan” jawab Tuti tertawa.
“Nanti juga pada saatnya kita akan bisa pergi bersama-sama” lanjutnya.
“Wah tadi pagi mulutku baunya bukan main Mbak! Semalam ketiduran padahal belum gosok gigi” kata Shanti sambil cekikikan. Tuti tertawa juga.
“Aku juga! Uekh, aku pengen muntah saja tadi pagi, hi hi hi..” Tuti membuat wajahnya terlihat lucu.
“Tapi sekarang sudah nggak lagi kan?” lanjutnya sambil membuka mulutnya dan mendekatkan pada Shanti. Shanti mencium mulut Tuti dan melumatnya.
“Mmmhh.. Sedaapp..” desisnya.
“Udah ah, ntar kelihatan sama si Mbok bisa pingsan dia melihat kita ciuman begini” kata Tuti. Mereka tertawa.
“Apakah kamu nggak merasa jijik dengan perbuatan kita semalam?” tanya Tuti ingin tahu. Shanti memandangnya sambil menggeleng.
“Entahlah, aku malah kepengen lagi Mbak. Padahal tadi pagi aku berpikir betapa menjijikkannya perbuatan kita semalam, tapi mengapa aku merasa aneh dan terangsang setiap kali membayangkannya?” Shanti memang merasa bingung.
Tadi pagi ia merasa risih dan malu sekali mendapati
dirinya bangun dari tidur dengan tubuh telanjang bulat diatas tubuh
Tuti. Dan ia ingin muntah mendapati mulutnya bau sekali, tubuhnya
berbercak-bercak putih seperti kerak dan ia yakin itu pejuh atau lendir
Tuti atau bahkan miliknya sendiri.
Tapi anehnya ia malah tersenyum
waktu itu dan merasa jantungnya berdebar ketika membersihkan
kerak-kerak itu dan merasakan kerak itu menjadi lendir kembali sewaktu
kena air. Ia malah mencicipinya lagi sambil membayangkan apa yang
dilakukannya semalam. Mungkin kalau menurut adat kampung perbuatannya
semalam sudah termasuk katagori gila atau perempuan laknat, bersetubuh
dengan suami orang, menciumi anus sesama jenis bahkan menjilatinya, oh
itu sungguh bisa menimbulkan masalah yang luar biasa besarnya jika
diketahui orang tuanya. Untung orang tuanya berada jauh sekali dari
sini.
“Heh! Melamun lagi!” seru Tuti.
“Oh eh.. Ih Mbak ngagetin melulu!”
“Mikirin apa lagi?” tanya Tuti.
“Mikirin semalam kok Mbak mau saja sih ditusuk di pantat?” tanya Shanti. Tuti mengerling pura-pura marah.
“Kamu ini jorok ya, pagi-pagi sudah ngomong gituan..”
“Aaahh.. Ayo dong Mbak” rengek Shanti. Tuti mencubit pipi gadis itu.
“Ya mau saja, wong buatku enak sekali kok” jawab Tuti.
“Lho? Kan sakit Mbak?”
“Ndak lagi, malah aku sering sekali ngecret kalo dientot pantatku” jawab Tuti seenaknya.
“Dulu pertama kali memang sakit, tapi lama-lama malah enak, seperti mau berak rasanya. Rasanya mulas sewaktu kontol masuk kedalam sana”
“Astaga! Mbak ih, jorok..”
“Enaakk.. Kan kamu dulu yang mulaiin ngomong jorok” Tuti tersenyum genit.
“Sekali-kali aku pengen juga dientot di sana Mbak” kata Shanti tiba-tiba.
“Nanti juga kesampaian, dan kamu bisa ketagihan nanti. Apalagi kalau kita dientot dari depan dan belakang, wah rasanya semua laki-laki jadi budak nafsu kita. Kita bisa mati keenakan Shan!” kata Tuti. Shanti melotot.
“Gila! Masak ditusuk dari depan dan belakang?” Tuti baru mendengarnya lagi.
“Iya, dulu sekali aku pernah dientot 6 laki-laki Shan. Satu menusuk pantatku sambil nungging, sedangkan aku mengentoti kontol laki-laki dibawahku dengan memekku dan mulutku dientot dua kontol, dan dua kontol lagi mengentoti ketekku, wah aku merasa seperti mesin pejuh Shan, mereka semua menyemburkannya dimulutku, dipantatku, di memekku, di ketekku, di tetekku, di perut, di kaki, di paha, di wajah serta di rambutku!” Cerita Tuti kebablasan.
“Oh eh.. Ih Mbak ngagetin melulu!”
“Mikirin apa lagi?” tanya Tuti.
“Mikirin semalam kok Mbak mau saja sih ditusuk di pantat?” tanya Shanti. Tuti mengerling pura-pura marah.
“Kamu ini jorok ya, pagi-pagi sudah ngomong gituan..”
“Aaahh.. Ayo dong Mbak” rengek Shanti. Tuti mencubit pipi gadis itu.
“Ya mau saja, wong buatku enak sekali kok” jawab Tuti.
“Lho? Kan sakit Mbak?”
“Ndak lagi, malah aku sering sekali ngecret kalo dientot pantatku” jawab Tuti seenaknya.
“Dulu pertama kali memang sakit, tapi lama-lama malah enak, seperti mau berak rasanya. Rasanya mulas sewaktu kontol masuk kedalam sana”
“Astaga! Mbak ih, jorok..”
“Enaakk.. Kan kamu dulu yang mulaiin ngomong jorok” Tuti tersenyum genit.
“Sekali-kali aku pengen juga dientot di sana Mbak” kata Shanti tiba-tiba.
“Nanti juga kesampaian, dan kamu bisa ketagihan nanti. Apalagi kalau kita dientot dari depan dan belakang, wah rasanya semua laki-laki jadi budak nafsu kita. Kita bisa mati keenakan Shan!” kata Tuti. Shanti melotot.
“Gila! Masak ditusuk dari depan dan belakang?” Tuti baru mendengarnya lagi.
“Iya, dulu sekali aku pernah dientot 6 laki-laki Shan. Satu menusuk pantatku sambil nungging, sedangkan aku mengentoti kontol laki-laki dibawahku dengan memekku dan mulutku dientot dua kontol, dan dua kontol lagi mengentoti ketekku, wah aku merasa seperti mesin pejuh Shan, mereka semua menyemburkannya dimulutku, dipantatku, di memekku, di ketekku, di tetekku, di perut, di kaki, di paha, di wajah serta di rambutku!” Cerita Tuti kebablasan.
Shanti tegang sekali sehingga napasnya memburu. Ia terkejut mendapati
Tuti begitu berpengalaman dengan laki-laki.
“Emang dulu Mbak.. “
“Ya aku dulu pelacur Shan. Pelacur idaman setiap laki-laki, bukan sombong, tapi penghasilanku dulu besar sekali. Karena aku selalu memuaskan setiap laki-laki dan aku selalu menuruti apa yang mereka inginkan. Kamu akan tahu laki-laki itu punya fantasi yang gila Shan. Mereka kebanyakan membayangkan kita-kita ini seperti binatang peliharaan mereka..” cerita Tuti lagi.
“Ya aku dulu pelacur Shan. Pelacur idaman setiap laki-laki, bukan sombong, tapi penghasilanku dulu besar sekali. Karena aku selalu memuaskan setiap laki-laki dan aku selalu menuruti apa yang mereka inginkan. Kamu akan tahu laki-laki itu punya fantasi yang gila Shan. Mereka kebanyakan membayangkan kita-kita ini seperti binatang peliharaan mereka..” cerita Tuti lagi.
Shanti tegang mendengarkan.
“Dan
kebetulan aku juga maniak seks, jadi aku juga merasa enak sekali, nafsu
berahiku besar sekali Shan. Dulu aku begitu menghayati pekerjaanku,
bayangkan saja, sudah dientot enak dapat uang pula!” lanjut Tuti.
“Mbak hebat sekali! Aku tidak pernah membayangkan Mbak jadi pelacur lho!” seru Shanti.
“Ssstt.. Pelan-pelan dong, kedengaran orang mati aku!” desis Tuti. Mereka tertawa.
“Tapi ada juga nggak enaknya, tapi umumnya aku puas dengan apa yang kuhasilkan dulu dan sekarang lebih enak lagi. Mendapatkan suami kaya dan gadis cantik seperti kamu yang..” Tuti menggantung kalimatnya.
“Yang apa?”
“Ah nggak jadi deh..”
“Aaahh ayo doongg..”
“Yang siap dientot dan mengentot!” bisik Tuti.
“Mbak hebat sekali! Aku tidak pernah membayangkan Mbak jadi pelacur lho!” seru Shanti.
“Ssstt.. Pelan-pelan dong, kedengaran orang mati aku!” desis Tuti. Mereka tertawa.
“Tapi ada juga nggak enaknya, tapi umumnya aku puas dengan apa yang kuhasilkan dulu dan sekarang lebih enak lagi. Mendapatkan suami kaya dan gadis cantik seperti kamu yang..” Tuti menggantung kalimatnya.
“Yang apa?”
“Ah nggak jadi deh..”
“Aaahh ayo doongg..”
“Yang siap dientot dan mengentot!” bisik Tuti.
Shanti
menjerit sambil mencubiti Tuti, mereka saling cubit mencubit sambil
cekikikan. Tuti memang merasa bersyukur bukan main dengan keadaannya
sekarang, tapi Shanti juga sangat bersyukur dengan apa yang didapatnya
sekarang. Jadi kurang apa lagi?
“Ehh Mbak, nanti malam kalo Oom Rahman pulang kita lakukan hal yang
semalam yuukk..?” kata Shanti memecahkan lamunan Tuti.
“Ahh.. Kamu masa sih tadi malam belum puas??”
“Aaahh.. Ayo doongg.. Mbak khan Shanti mau ngobain dientot lewat anus, seperti Mbak semalam?”
“Memangnya kamu udah siap dientot di pantat?? tanya Tuti meragukan perkataan Shanti.”
“Aku khan mau nyobain Mbak, abis Shanti lihat semalam Mbak sangat keenakkan sihh..?”
“Shan apa kamu engga takut sama kontolnya Oom Rahman? Khan kontolnya Oom Rahman besar sekali. Nanti anusmu bisa jebol lohh..!!?” kata Tuti meyakinkan kesungguhan Shanti.
“Engga aku sama sekali engga takut, masa kontol itu di anus Mbak bisa masuk di anus Shanti engga bisa??”
“Yaa bisa sihh.., tapi pertama-tama musti sedikit dipaksakan, dan lagi waktu pertama kali masuk wahh.. Sakitnya bukan main lohh..?”
“Tapi abis itu enak khan Mbak??”
“Iya sih, yaa kurang lebih sama lah waktu kamu kesakitan semalam, malahan bisa lebih sakit ke anus?”
“Pokoknya Shanti mau nyoba, tapi Mbak ajarin yaa..!!” Shanti memohon ke Tuti.
“Yaa udah bersiaplah nanti malam?”
“Ahh.. Kamu masa sih tadi malam belum puas??”
“Aaahh.. Ayo doongg.. Mbak khan Shanti mau ngobain dientot lewat anus, seperti Mbak semalam?”
“Memangnya kamu udah siap dientot di pantat?? tanya Tuti meragukan perkataan Shanti.”
“Aku khan mau nyobain Mbak, abis Shanti lihat semalam Mbak sangat keenakkan sihh..?”
“Shan apa kamu engga takut sama kontolnya Oom Rahman? Khan kontolnya Oom Rahman besar sekali. Nanti anusmu bisa jebol lohh..!!?” kata Tuti meyakinkan kesungguhan Shanti.
“Engga aku sama sekali engga takut, masa kontol itu di anus Mbak bisa masuk di anus Shanti engga bisa??”
“Yaa bisa sihh.., tapi pertama-tama musti sedikit dipaksakan, dan lagi waktu pertama kali masuk wahh.. Sakitnya bukan main lohh..?”
“Tapi abis itu enak khan Mbak??”
“Iya sih, yaa kurang lebih sama lah waktu kamu kesakitan semalam, malahan bisa lebih sakit ke anus?”
“Pokoknya Shanti mau nyoba, tapi Mbak ajarin yaa..!!” Shanti memohon ke Tuti.
“Yaa udah bersiaplah nanti malam?”
Waktu
terus berlalu, akhirnya malam-pun tiba. Shanti dan Tuti keduanya
menunggui Rahman di ruang tamu. Mereka duduk-duduk disana sambil makan
kue-kue kecil. Akhirnya pada jam 9.20 terdengar suara klakson mobil.
“Shan itu Oom Rahman pulang?” teriak Tuti.
“Ayu Mbak kita kedepan membukakan pintu?” kata Shanti sambil beranjak dari duduknya.
“Ayu Mbak kita kedepan membukakan pintu?” kata Shanti sambil beranjak dari duduknya.
Lalu
Tuti pun mengikutinya dari belakang. Setelah Rahman memarkir mobilnya
di garasi, Tuti menutup pagar, lalu mereka bertiga masuk kedalam.
Ketiganya langsung menuju ke kamar yang sudah disiapkan oleh Tuti.
Sesampainya
disana Rahman langsung mencopot pakaiannya, terus ia beranjak ke kamar
mandi untuk mandi. Sementara itu Shanti menunggunya dengan hati
berdebar-debar. Sambil menunggu Rahman mandi, Tuti menyetel film biru.
Shanti semakin terangsang melihat adegan-adegan pada film tersebut. Ia
merasakan itilnya berdenyut-denyut, puting susunya mengeras. Melihat
perubahan wajah dari gadis tersebut, Tuti yang sangat berpengalaman
langsung saja melumat bibir gadis itu.
Perlahan-lahan Tuti mulai
melepaskan pakaian Shanti. Gadis itu malah ikut membantu mengangkat
pantatnya ketika Tuti melepaskan pakaiannya. Lalu setelah ia melepaskan
pakaian gadis itu, ia-pun segera melepaskan pakaiannya. Akhirnya mereka
berdua telanjang diatas ranjang tanpa mengenakan sehelai benang-pun.
Bibir mereka saling melumat, tangan mereka saling meraba bagian-bagian
sensitif, sehingga membuat mereka lebih terangsang.
Pada saat
rangsangan mereka mencapai puncaknya, tiba-tiba Rahman keluar dari kamar
mandi dengan lilitan handuk yang menutupi kemaluannya. Segera saja
kedua perempuan tersebut menyambut Rahman, mereka melepaskan handuk yang
melilit di pinggangnya, lalu Shanti dengan rakus langsung mengemut
kontol laki-laki tersebut. Sementara itu Tuti sibut menjilati buah
zakarnya. Lalu Tuti mengajak mereka semua pindah keranjang. Kemudian
Rahman mencium belakang telinga Shanti dan lidahnya bermain-main di
dalam kupingnya. Hal ini menimbulkan perasaan yang sangat geli, yang
menyebabkan badan Shanti mengeliat-geliat. Mulut Rahman berpindah dan
melumat bibir Shanti dengan ganas, lidahnya bergerak-gerak menerobos ke
dalam mulut gadis itu dan menggelitik-gelitik lidahnya.
“Aaahh.., hmm.., hhmm”, terdengar suara menggumam dari mulut Shanti yang
tersumbat oleh mulut Rahman.
Mulut
Rahman sekarang berpindah dan mulai menjilat-jilat dari dagu Shanti
turun ke leher, kepala gadis belia itu tertengadah ke atas dan badan
bagian atasnya yang terlanjang melengkung ke depan, ke arah Rahman,
payudaranya yang kecil mungil tapi bulat kencang itu, seakan-akan
menantang ke arah lelaki setengah baya tersebut.
Laki-laki itu
langsung bereaksi, tangan kanannya memegangi bagian bawah payudara gadis
tersebut, mulutnya menciumi dan mengisap-isap kedua puting itu secara
bergantian. Mulanya buah dada Shanti yang sebelah kanan menjadi sasaran
mulutnya. Buah dada Shanti yang kecil mungil itu hampir masuk semuanya
ke dalam mulut Rahman yang mulai mengisap-isapnya dengan lahap. Lidahnya
bermain-main pada puting buah dada Shanti yang segera bereaksi menjadi
keras. Terasa sesak napas Shanti menerima permainan Rahman yang lihai
itu. Badan Shanti terasa makin lemas dan dari mulutnya terus terdengar
erangan,
“Ssshh.., sshh.., aahh.., aahh.., sshh.., sshh.., aduh
Mbak aku engga kuat, sshh.., enaak.. Oom”, mulut Rahman terus
berpindah-pindah dari buah dada yang kiri, ke yang kanan, mengisap-isap
dan menjilat-jilat kedua puting buah dadanya secara bergantian. Badan
Shanti benar-benar telah lemas menerima perlakuan ini. Matanya terpejam
pasrah dan kedua putingnya telah benar-benar mengeras. Sementara itu
Tuti terus bermain-main di paha Shanti yang mulus itu dan secara
perlahan-lahan merambat ke atas dan, tiba-tiba jarinya menyentuh bibir
kemaluan Shanti.
Segera badan Shanti tersentak dan, “Aaahh.., oohh.., Mbaak..!”.
Mula-mula
hanya ujung jari telunjuk Tuti yang mengelus-elus bibir kemaluannya.
Muka Shanti yang ayu terlihat merah merona dengan matanya yang terpejam
sayu, sedangkan giginya terlihat menggigit bibir bawahnya yang bergetar.
Kedua tangan Tuti memegang kedua kaki gadis itu, bahkan dengan gemas ia
mementangkan kedua belah pahanya lebar-lebar. Matanya benar-benar nanar
memandang daerah di sekitar selangkangan Shanti yang telah terbuka itu.
Nafas
perempuan itu terdengar mendengus-dengus memburu. Shanti merasakan
badannya amat lemas serta panas dan perasaannya sendiri mulai diliputi
oleh suatu sensasi yang mengila, apalagi melihat tubuh Rahman yang besar
berbulu dengan kemaluannya yang hitam, besar yang pada ujung kepalanya
membulat mengkilat dengan pangkalnya yang ditumbuhi rambut yang hitam
lebat terletak diantara kedua paha yang hitam gempal itu. Sambil
memegang kedua paha Shanti dan merentangkannya lebar-lebar, Tuti
membenamkan kepalanya di antara kedua paha Shanti. Mulut dan lidahnya
menjilat-jilat penuh nafsu di sekitar kemaluan gadis belia tersebut yang
yang masih rapat, tertutup rambut halus dan tipis itu.
Shanti
hanya bisa memejamkan mata, “Ooohh.., nikmatnya.., oohh!”, Shanti
menguman dalam hati, sampai-sampai tubuhnya bergerak
menggelinjang-gelinjang kegelian.
“Ooohh.., hhmm!”, terdengar rintihan halus, memelas keluar dari mulutnya.
“Mbaakk.., aku tak tahan lagi..!”, Shanti memelas sambil menggigit bibir.
“Ooohh.., hhmm!”, terdengar rintihan halus, memelas keluar dari mulutnya.
“Mbaakk.., aku tak tahan lagi..!”, Shanti memelas sambil menggigit bibir.
Sungguh
Shanti tidak bisa menahan lagi, dia telah diliputi nafsu birahi,
perasaan nikmat yang melanda di sekujur tubuhnya akibat
serangan-serangan mematikan yang dilancarkan Tuti dan Rahman yang telah
bepengalaman itu. Namun rupanya mereka berdua itu tidak peduli dengan
keadaan Shanti yang telah orgasme beberapa kali itu, bahkan mereka
terlihat amat senang melihat Shanti mengalami hal itu. Tangannya yang
melingkari kedua pantat Shanti, kini dijulurkan ke atas, menjalar
melalui perut ke arah dada dan mengelus-elus serta meremas-remas kedua
payudara Shanti dengan sangat bernafsu. Menghadapi serangan bertubi-tubi
yang dilancarkan Rahman dan Tuti ini, Shanti benar-benar sangat
kewalahan dan kamaluannya telah sangat basah kuyup.
“Mbaakk..,
aakkhh.., aakkhh!”, Shanti mengerang halus, kedua pahanya yang jenjang
mulus menjepit kepala Tuti untuk melampiaskan derita birahi yang
menyerangnya, dijambaknya rambut Tuti keras-keras.
Gadis ayu yang
lemah lembut ini benar-benar telah ditaklukan oleh permainan Tuti dan
laki-laki setengah baya yang dapat sangat membangkitkan gairahnya.
Tiba-tiba Tuti melepaskan diri, kemudian bangkit di depan Shanti yang
masih tertidur di tepi ranjang, ditariknya Shanti dari atas ranjang dan
kemudian Rahman disuruhnya duduk ditepi ranjang. Kemudian kedua tangan
Tuti menekan bahu Shanti ke bawah, sehingga sekarang posisi Shanti
berjongkok di antara kedua kaki berbulu lelaki tersebut dan kepalanya
tepat sejajar dengan bagian bawah perutnya.
Shanti sudah tahu apa
yang diinginkan kedua orang tersebut, namun tanpa sempat berpikir lagi,
tangan Rahman telah meraih belakang kepalanya dan dibawa mendekati
kontol laki-laki tersebut. Tanpa melawan sedikitpun Shanti memasukkan
kepala penis Rahman ke dalam mulutnya sehingga kontol tersebut terjepit
di antara kedua bibir mungil Shanti, yang dengan terpaksa dicobanya
membuka mulut selebar-lebarnya, Lalu Shanti mulai mengulum alat vital
Rahman dalam mulutnya, hingga membuat lelaki itu merem melek keenakan.
Benda
itu hanya masuk bagian kepala dan sedikit batangnya saja ke dalam mulut
Shanti yang kecil, itupun sudah terasa penuh benar. Shanti hampir sesak
nafas dibuatnya. Kelihatan ia bekerja keras, menghisap, mengulum serta
mempermainkan batang itu keluar masuk ke dalam mulutnya. Terasa benar
kepala itu bergetar hebat setiap kali lidah Shanti menyapu kepalanya.
Sementara itu Tuti sibuk menjilati buah peler laki-laki tersebut. Kadang
lidahnya menyapu anus suaminya itu.
Beberapa saat kemudian Rahman
melepaskan diri, ia mengangkat badan Shanti yang terasa sangat ringan
itu dan membaringkan di atas ranjang dengan pantat Shanti terletak di
tepi ranjang, kaki kiri Shanti diangkatnya agak melebar ke samping, di
pinggir pinggang lelaki tersebut. Kemudian Rahman mulai berusaha
memasuki tubuh Shanti. Tangan kanan Rahman menggenggam batang penisnya
yang besar itu dan kepala penisnya yang membulat itu digesek-gesekkannya
pada klitoris dan bibir kemaluan Shanti, hingga Shanti merintih-rintih
kenikmatan dan badannya tersentak-sentak. Rahman terus berusaha menekan
kontolnya ke dalam kemaluan Shanti yang memang sudah sangat basah itu,
akan tetapi sangat sempit untuk ukuran penis Rahman yang besar itu.
Pelahan-lahan
kepala penis Rahman itu menerobos masuk membelah bibir kemaluan Shanti.
Ketika kepala penis lelaki setengah baya itu menempel pada bibir
kemaluannya, Shanti merasa kaget ketika menyadari saluran vaginanya
ternyata panas dan basah. Kemudian Rahman memainkan kepala penisnya pada
bibir kemaluannya yang menimbulkan suatu perasaan geli yang segera
menjalar ke seluruh tubuhnya.
Dalam keadaan seperti itu, dengan
perlahan Rahman menekan pantatnya kuat-kuat ke depan sehingga pinggulnya
menempel ketat pada pinggul Shanti, rambut lebat pada pangkal penis
lelaki tersebut mengesek pada kedua paha bagian atas dan bibir kemaluan
Shanti yang makin membuatnya kegelian, sedangkan seluruh batang penisnya
amblas ke dalam liang vagina Shanti.
Dengan tak kuasa menahan
diri, dari mulut Shanti terdengar jeritan halus tertahan, “Aduuh!,
oohh.., aahh”, disertai badannya yang tertekuk ke atas dan kedua tangan
Shanti mencengkeram dengan kuat pinggang Rahman. Perasaan sensasi luar
biasa bercampur sedikit pedih menguasai diri Shanti, hingga badannya
mengejang beberapa detik.
Melihat keadaan itu, dengan sigap Tuti
langsung menuju ke payudara gadis itu. Dikulumnya payudara Shanti yang
sebelah kiri dengan mulutnya, lidahnya sibuk menyentik-yentik putingnya
yang telah keras dan runcing itu. Sementara tangannya yang kanan sibuk
memilin-milin puting susu yang sebelah kiri. Shanti semakin menggeliat.
Kemudian Tuti pun berpindah ke puting sebelahnya. Perasaannya campur
aduk, antara pedih dan nikmat.
Rahman cukup mengerti keadaan
Shanti, ketika dia selesai memasukkan seluruh batang penisnya, dia
memberi kesempatan kemaluan Shanti untuk bisa menyesuaikan dengan
penisnya yang besar itu. Shanti mulai bisa menguasai dirinya. Beberapa
saat kemudian Rahman mulai menggoyangkan pinggulnya, mula-mula perlahan,
kemudian makin lama semakin cepat. Seterusnya pinggul lelaki setengah
baya itu bergerak dengan kecepatan tinggi diantara kedua paha halus
gadis ayu tersebut.
Shanti berusaha memegang lengan pria itu,
sementara tubuhnya bergetar dan terlonjak dengan hebat akibat dorongan
dan tarikan penis lelaki tersebut pada kemaluannya, giginya bergemeletuk
dan kepalanya menggeleng-geleng ke kiri kanan di atas ranjang. Shanti
mencoba memaksa kelopak matanya yang terasa berat untuk membukanya
sebentar dan melihat wajah lelaki itu yang sedang menatapnya, dengan
takjub. Shanti berusaha bernafas dan..
“Ooomm.., aahh.., oohh.., sshh”, erangnya sementara pria tersebut terus
menyetubuhinya dengan ganas.
Shanti
sungguh tak kuasa untuk tidak merintih setiap kali Rahman menggerakkan
tubuhnya, gesekan demi gesekan di dinding liang vaginanya, sungguh
membuatnya melayang-layang dalam sensasi kenikmatan yang belum pernah
dia alami. Setiap kali Rahman menarik penisnya keluar, Shanti merasa
seakan-akan sebagian dari badannya turut terbawa keluar dari tubuhnya
dan pada gilirannya Rahman menekan masuk penisnya ke dalam vaginanya,
maka clitoris Shanti terjepit pada batang penis lelaki itu dan terdorong
masuk kemudian tergesek-gesek dengan batang penis lelaki tersebut yang
berurat itu. Hal ini menimbulkan suatu perasaan geli yang dahsyat, yang
mengakibatkan seluruh badan Shanti menggeliat dan terlonjak, sampai
badannya tertekuk ke atas menahan sensasi kenikmatan yang tidak dapat
dilukiskan dengan kata-kata.
Lelaki tersebut terus menyetubuhi
Shanti dengan cara itu. Sementara tangannya yang lain tidak dibiarkan
menganggur, dengan terus bermain-main pada bagian vagina Tuti dan
menarik-narik klitorisnya, sehingga membuatnya menggeliat-geliat menahan
nikmat. Shanti bisa melihat bagaimana batang penis yang hitam besar
dari lelaki itu keluar masuk ke dalam liang kemaluannya yang sempit.
Shanti selalu menahan nafas ketika benda itu menusuk ke dalamnya.
Kemaluannya
hampir tidak dapat menampung ukuran penis Rahman yang super besar itu.
Shanti menghitung-hitung detik-detik yang berlalu, ia berharap lelaki
itu segera mencapai klimaksnya, namun harapannya itu tak kunjung
terjadi. Ia berusaha menggerakkan pinggulnya, akan tetapi paha, bokong
dan kakinya mati rasa. Tapi ia mencoba berusaha membuat lelaki itu
segera mencapai klimaks dengan memutar bokongnya, menjepitkan pahanya,
akan tetapi Rahman terus menyetubuhinya dan tidak juga mencapai klimaks.
Lalu
tiba-tiba Shanti merasakan sesuatu yang aneh di dalam tubuhnya, rasanya
seperti ada kekuatan dahsyat pelan-pelan bangkit di dalamnya, perasaan
yang tidak diingininya, tidak dikenalnya, keinginan untuk membuat
dirinya meledak dalam kenikmatan. Shanti merasa dirinya seperti mulai
tenggelam dalam genangan air, dengan gleiser di dalam vaginanya yang
siap untuk membuncah setinggi-tingginya. Saat itu dia tahu dengan pasti,
ia akan kehilangan kontrol, ia akan mengalami orgasme yang luar biasa
dahsyatnya.
Jari-jarinya dengan keras mencengkeram sprei ranjang,
ia menggigit bibirnya, dan kemudian terdengar erangan panjang keluar
dari mulutnya yang mungil, “Oooh.., ooh.., aahhmm.., sstthh!”.
Gadis
ayu itu melengkungkan punggungnya, kedua pahanya mengejang serta
menjepit dengan kencang, menekuk ibu jari kakinya, membiarkan bokongnya
naik-turun berkali-kali, keseluruhan badannya berkelonjotan, menjerit
serak dan.., akhirnya larut dalam orgasme total yang dengan dahsyat
melandanya, diikuti dengan suatu kekosongan melanda dirinya dan
keseluruhan tubuhnya merasakan lemas seakan-akan seluruh tulangnya copot
berantakan. Shanti terkulai lemas tak berdaya di atas ranjang dengan
kedua tangannya terentang dan pahanya terkangkang lebar-lebar dimana
penis hitam besar Rahman tetap terjepit di dalam liang vaginanya.
Selama
proses orgasme yang dialami Shanti ini berlangsung, memberikan suatu
kenikmatan yang hebat yang dirasakan oleh Rahman, dimana penisnya yang
masih terbenam dan terjepit di dalam liang vagina Shanti dan merasakan
suatu sensasi luar biasa, batang penisnya serasa terbungkus dengan keras
oleh sesuatu yang lembut licin yang terasa mengurut-urut keseluruhan
penisnya, terlebih-lebih pada bagian kepala penisnya setiap terjadi
kontraksi pada dinding vagina Shanti, yang diakhiri dengan siraman
cairan panas. Perasaan Rahman seakan-akan menggila melihat Shanti yang
begitu cantik dan ayu itu tergelatak pasrah tak berdaya di hadapannya
dengan kedua paha yang halus mulus terkangkang dan bibir kemaluan yang
kemerahan mungil itu menjepit dengan ketat batang penisnya yang hitam
besar itu.
Tidak sampai di situ, beberapa menit kemudian Rahman
membalik tubuh Shanti yang telah lemas itu hingga sekarang Shanti
setengah berdiri tertelungkup di pinggir ranjang dengan kaki terjurai ke
lantai, sehingga posisi pantatnya menungging ke arah lelaki tersebut.
Kemudian Shanti merasakan Rahman menjilati liang anusnya dari atas dan
lidahnya menusuk-nusuk lubang itu dengan ganas. Shanti mengerang,
merintih, menjerit histeris karena gelombang orgasme melandanya tanpa
ampun membuat perutnya mulas. Payudara Shanti yang menggantung itu tidak
didiamkan. Segera saja Tuti tidur dibawah Shanti kemudian menyusu pada
payudara gadis itu. Gadis itu semakin merasakan nikmat yang tak
terbayangkan.
Rahman melanjutkan kegiatannya itu dan sekarang dia
melihat pantat gadis itu dan bagian anus Shanti sudah basah dengan
ludahnya, sementara dengan ibu jarinya yang telah basah dengan ludah,
mulai ditekan masuk ke dalam lobang anus Shanti dan diputar-putar di
sana. Shanti terus mengeliat-geliat dan mendesah.
“Jaannggaann
jaannggaan.. Aaadduuhh.. Aadduuhh.. Saakiitt.. Saakiitt..!” akan tetapi
Rahman tidak menanggapinya dan terus melanjutkan kegiatannya.
Selang
sesaat setelah merasa cukup membasahinya, Rahman sambil memegang dengan
tangan kiri penisnya yang telah tegang itu, menempatkan kepala penisnya
tepat di tengah liang masuk anus Shanti yang telah basah dan licin itu.
Kemudian Rahman membuka belahan pantat Shanti lebar-lebar.
“Aaaduhh,
janggaann! Sakkiit! Aaammpuunn, aammppuunn! Aagkkh.., Sakiitt..
Mbaakk..” Rahman mulai mendorong masuk, kemudian ia berhenti dan
membiarkan kontol itu terjepit dalam anus Shanti.
“Tahan Shan, nanti kamu akan keenakan” bisik Tuti.
“Memang pertama-tama sakit, tapi nanti akan enak, tahan yaa.. Sayang..!”
“Tahan Shan, nanti kamu akan keenakan” bisik Tuti.
“Memang pertama-tama sakit, tapi nanti akan enak, tahan yaa.. Sayang..!”
Sementara
itu Shanti menjerit-jerit dan menggelepar-gelepar kesakitan. Segera
saja Tuti beralih ke klitoris gadis itu, lalu diemutnya klitoris gadis
itu, sementara tangannya ia gunakan untuk mengocok di vagina Shanti agar
rasa sakitnya hilang.
“Aduuh.. Sakkiit.. Oomm..” ketika kontol itu mulai masuk lagi anusnya.
“Tenang sayang nanti juga enggak sakit” jawab Rahman sambil terus melesakkan bagian kontolnya kepalanya sudah seluruhnya masuk ke pantat Shanti.
“Aduuhh.. Sakiitt..” jerit Shanti.
“Tenang sayang nanti juga enggak sakit” jawab Rahman sambil terus melesakkan bagian kontolnya kepalanya sudah seluruhnya masuk ke pantat Shanti.
“Aduuhh.. Sakiitt..” jerit Shanti.
Bersamaan dengan itu kontol Rahman amblas dalam lobang anusnya yang
sempit.
“Tenang
Shan, nanti enak deh.. Aku jadi ketagihan sekarang” kata Tuti sambil
mengelus rambut kemaluannya dan menggosok klitorisnya.
“Tuuh.. Kan sudah masuk tuh.. Enak kan nanti pantatmu juga terbiasa kok kayak pantatku ini” kata Tuti.
“Tuuh.. Kan sudah masuk tuh.. Enak kan nanti pantatmu juga terbiasa kok kayak pantatku ini” kata Tuti.
Shanti diam saja. Ternyata sakit kalo dimasukan melalui anus, pikirnya.
Rahman mulai mengocok kontolnya di pantat Shanti.
“Pelan-pelan, Oomm.. Masih sakit” kata Shanti pada Rahman.
“Iya sayang enaakk.. Niihh.. Seempiitt..” kata Rahman.
“Iya sayang enaakk.. Niihh.. Seempiitt..” kata Rahman.
Tuti
yang berada di bawah sibuk menyedot klitorisnya dengan mulutnya dan
mengocok liang vaginanya dengan tangannya, sehingga membuat Shanti
semakin menggelinjang nikmat. Shanti meronta-ronta, sehingga semakin
menambah gairah Rahman untuk terus mengocok di anusnya. Shanti terus
menjerit, ketika perlahan seluruh penis hitam besar Rahman masuk ke
anusnya.
“Aaauugghh..! Saakkiit..!” jerit Shanti ketika Rahman mulai bergerak
pelan-pelan keluar masuk anus Shanti.
Akhirnya
dengan tubuh berkeringat menahan sakit, Shanti terkulai lemas
tertelungkup di atas badan Tuti kelelahan. Secara berirama Rahman
menekan dan menarik penisnya dari lobang anus Shanti, dimana setiap kali
Rahman menekan ke bawah, penisnya semakin terbenam ke dalam lobang anus
gadis itu. Benar-benar sangat menyesakkan melihat penis besar hitam itu
keluar masuk di anus Shanti. Terlihat kedua kaki Shanti yang
terkangkang itu bergetar-getar lemah setiap kali Rahman menekan masuk
penisnya ke dalam lobang anusnya. Dalam kesakitan itu, Shanti telah
pasrah menerima perlakuan lelaki tersebut.
Tak lama kemudian
mereka bertukar posisi, sekarang Rahman duduk melonjor di ranjang dengan
penisnya tetap berada dalam lobang anus Shanti, sehingga badan Shanti
tertidur terlentang di atas badan Rahman dengan kedua kakinya terpentang
lebar ditarik melebar oleh kedua kaki Rahman dari bawah dan Tuti
mengambil posisi di atas Shanti untuk menjilati vaginanya.
Tuti
mulai mengocok tangannya keluar masuk kemaluan Shanti, yang sekarang
semakin basah saja, cairan pelumas yang keluar dari dalam kemaluan
Shanti mengalir ke bawah, sehingga membasahi dan melicinkan lobang
anusnya, hal ini membuat penis Rahman yang sedang bekerja pada lobang
anusnya menjadi licin dan lancar, sehingga dengan perlahan-lahan
perasaan sakit yang dirasakan Shanti berangsur-angsur hilang diganti
dengan perasaan nikmat yang merambat ke seluruh badannya.
Shanti
mulai dapat menikmati penis besar laki-laki tersebut yang sedang
menggarap lobang anusnya. Perlahan-lahan perasaan nikmat yang
dirasakannya melingkupi segenap kesadarannya, menjalar dengan deras tak
terbendung seperti air terjun yang tumpah deras ke dalam danau
penampungan, menimbulkan getaran hebat pada seluruh bagian tubuhnya, tak
terkendali dan meletup menjadi suatu orgasme yang spektakuler
melandanya. Setelah itu badannya terkulai lemas, Shanti terlentang
pasrah seakan-akan pingsan dengan kedua matanya terkatup.
Melihat
keadaan Shanti itu semakin membangkitkan nafsu Rahman, lelaki tersebut
menjadi sangat kasar dan kedua tangan Rahman memegang pinggul Shanti dan
lelaki tersebut menarik pinggulnya keras-keras ke belakang dan “Aduuh..
Aaauugghh..!” keluh Shanti merasakan seakan-akan anusnya terbelah dua
diterobos penis laki-laki itu yang besar itu. Kedua mata Shanti
terbelalak, kakinya menggelepar-gelepar dengan kuatnya diikuti badannya
yang meliuk-liuk menahan gempuran penis Rahman pada anusnya.
Dengan
buasnya Rahman menggerakkan penisnya keatas bawah dengan cepat dan
keras, sehingga penisnya keluar masuk pada anus Shanti yang sempit itu.
Rahman merasa penisnya seperti dijepit dan dipijit-pijit sedangkan
Shanti merasakan penis lelaki tersebut seakan-akan sampai pada dadanya,
mengaduk-aduk di dalamnya, di samping itu suatu perasaan yang sangat
aneh mulai terasa menjalar dari bagian bawah tubuhnya bersumber dari
anusnya, terus ke seluruh badannya terasa sampai pada ujung-ujung
jari-jarinya. Shanti tidak bisa menggambarkan perasaan yang sedang
menyelimutinya, akan tetapi badannya kembali serasa mulai
melayang-layang dan suatu perasaan nikmat yang tidak dapat dilukiskan
terasa menyelimuti seluruh badannya.
Hal yang dapat dilakukannya
pada saat itu hanya mengerang-erang, “Aaahh.. Ssshh oouusshh!” sampai
suatu saat perasaan nikmatnya itu tidak dapat dikendalikan lagi serasa
menjalar dan menguasai seluruh tubuhnya dan tiba-tiba meledak membajiri
keluar berupa suatu orgasme yang dasyat yang mengakibatkan seluruh
tubuhnya bergetar tak terkendali disertai tangannya yang menggapai-gapai
seakan-akan orang yang mau tenggelam mencari pegangan. Kedua kakinya
berkelejotan.
Dari mulut Shanti keluar suatu erangan, “Aaaduhh..
Laagii.. Laagii.. Oohh.. Ooohh..” Hal ini berlangsung kurang lebih 20
detik terus menerus.
Sementara itu lelaki itu terus melakukan
aktivitasnya, dengan memompa penisnya keluar masuk anus. Tuti yang
sedari tadi mengocok kemaluan gadis itu menjadi sangat terangsang
melihat ekspresi muka Shanti dan tiba-tiba Tuti merasakan bagian dalam
vagina Shanti mulai bergerak-gerak melakukan pijitan-pijitan kuat pada
jari-jarinya.
Gerakan kaki Shanti disertai goyangan pinggulnya
mendatangkan suatu kenikmatan pada penis lelaki tersebut, terasa seperti
diurut-urut dan diputar-putar.
Tiba-tiba Rahman merasakan sesuatu
gelombang yang melanda dari di dalam tubuhnya, mencari jalan keluar
melalui penisnya yang besar itu, dan terasa suatu ledakan yang tiba-tiba
mendorong keluar, sehingga penisnya terasa membengkak seakan-akan mau
pecah dan..
“Aaaduuh..!” secara tidak sadar tangannya mencengkram
erat badan Shanti dan pinggul Rahman terangkat ke atas, pinggulnya
mendorong masuk penis terbenam habis ke dalam lobang anus Shanti, sambil
menyemburkan cairan kental panas ke dalam lobang anus gadis itu.
Menerima
semburan cairan kental panas pada lobang anusnya, Shanti merasakan
suatu sensasi yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata, hanya reaksi
badannya yang bergetar-getar dan ekspresi mukanya yang seakan-akan
merasakan suatu kengiluan yang tak terbayangkan, diikuti badannya yang
tergolek lemas, tanpa dapat bergerak. Shanti terlena oleh kedahsyatan
orgasme yang dialami dan diterimanya dari mereka berdua.