ML Sama Dosen Ku

“Laptop, bahan materi, HP, dompet, rokok,,, OK clear!!” begitu kataku sambil merapikan isi ransel dan beranjak menuju garasi. Sampai di garasi, aku baru ingat kalau salah satu ban mobilku kempes sejak 3 hari yang lalu. Dan akhirnya, aku memutuskan pergi dengan motor meskipun sepertinya akan turun hujan.

Malam ini aku ada janji dengan dosen pembimbing TA ku.
Aku adalah seorang mahasiswa angkatan tua. Sudah 7 tahun aku kuliah sampai-sampai dosen pembimbing TA ku diganti karena harus melanjutkan study keluar negeri. Sisi baiknya, sang dosen pengganti adalah seorang wanita cantik yang mungkin usianya hanya terpaut 2-3 tahun dari umurku. Maklum lah, aku sendiri sudah berumur 25 tahun saat ini.
Bu Chintya, begitulah kami biasa memanggilnya. Seorang wanita muda yang tak hanya cerdas dan penuh kharisma namun juga cantik dan modis. Beliau resmi mengajar di fakultas kami baru 1 semester. Tapi dengan berjuta keanggunan itu, tak heran jika beliau langsung dikenal & dikagumi oleh seluruh penghuni kampus.

Minggu ini, Bu Chintya cuti sakit. kabarnya gejala thypus yang disertai maag. Suatu berita yang sangat buruk bagi kelas yang diajarnya, karena selama beliau cuti, tentu saja anak-anak tidak bisa bertatap muka dengan bu dosen yang katanya menjadi semangat belajar mahasiswa.
Tapi hal ini lain bagi mahasiswa TA bimbingan Bu Chintya. Kemarin pagi Bu Chintya mengirimkan e-mail yang mempersilahkan seluruh mahasiswa bimbingannya mengirimkan pekerjaan masing-masing via e-mail, kemudian beliau menjadwalkan kami untuk bimbingan di rumahnya selama beliau cuti. Sungguh seorang dosen yang sempurna. Cantik, cerdas dan penuh integritas.

***
“blok C3 nomer 21”, begitu aku membaca kembali sms yang berisi alamat Bu Chintya. Tak terasa aku telah sampai di perumahan Griya Pesona, dan tinggal 1 blok lagi aku telah sampai di kediaman beliau.
“sebelah kiri jalan, gerbang merah maroon”, kataku dalam hati sambil memarkirkan motorku didepannya. Rumah itu tidak terlihat megah, tapi terlihat sangat rapi. Kombinasi warna lampu tamannya terlihat sangat menarik dimataku.
Dan seolah tidak ingin membuang-buang waktu lagi, aku bergegas memencet bel dibalik gerbangnya.

“selamat malam” begitu sambut sosok pemilik rumah yang sudah kukenal baik itu. Dan tak lama kemudian, kami sudah duduk berhadapan di ruang tamu yang ukurannya juga tidak terlalu luas.
Malam itu Bu Chintya mengenakan atasan tanpa lengan berwarna hitam, dengan bawahan celana ketat berwarna abu-abu. Sungguh padu padan yang pas sekali, terlihat sexy tetapi tidak menyirnakan keanggunannya. Sangat cantik.
“kamu tadi tidak kehujanan kan?” tanyanya membuka pembicaraan.
“tidak Bu. Ibu sudah sehat?” kataku basa-basi
“ah, saya sebenarnya juga tidak merasa sakit kok” jawabnya sambil tersenyum dan menyalakan netbook-nya.
“Dhimas Perdana, HC04XXXXX, betul kan?” katanya sambil membuka file pekerjaanku, dan aku pun mengangguk meng-iya-kan.
“nah, saya harus mengatakan kepadamu bahwa kamu selalu mengulang kesalahan yang sama. Sekarang kamu baca hasil pekerjaanmu dan silahkan bertanya kalau ada yang belum paham” katanya sambil memutar netbook berisi draft TA yang penuh coretan-coretan highlight itu kearahku
“seperti yang sudah saya katakan kemarin, sebaiknya tulisanmu jangan bertele-tele. Gunakan sumber materi yang valid dan jangan menuliskan pendapatmu sendiri kedalam dasar teori. Kalau kamu ingin mengutip, blablabla…”
Begitulah Bu Chintya menelanjangi hasil kerjaku seolah semua yang kukerjakan penuh kesalahan. Sekilas aku melirik wajah cantik yang penuh ekspresi itu, dan memang semua yang dikatakanya tidak salah.
“maaf Bu, kalau mengenai paragraf ini, kira-kira yang salah bagian mana?” kataku sedikit memotong pembicaraannya sambil menghadapkan netbook itu kearahnya
“nah, kalau yang ini mengenai penggunaan kalimatnya. Kalimat ini mengandung makna yang sama persis dengan bagian ini,” begitu katanya sambil menyorot beberapa kalimat dibawahnya
“maaf bu, boleh saya duduk disitu, soalnya dari sini kurang jelas” begitu sahutku sambil menunjuk bangku panjang yang diduduki Bu Chintya
“ya silahkan” katanya sambil menggeser posisi duduknya.

Dan akhirnya malam itu kulewati dengan duduk bersanding Bu Chintya sambil mendengarkan ceramahnya.
Malam minggu, hujan gerimis mulai turun, dan duduk bersanding Bu Chintya. “What a perfect weekend” begitu kataku dalam hati. Dan tentu saja kalimat-kalimat yang terdengar dari bibir tipis itu tidak sepenuhnya lagi kusimak. Aku lebih memperhatikan gerak bibirnya dari belakang sambil menikmati kecantikannya parasnya.

“ada pertanyaan lagi?” katanya mengakhiri penjelasannya
“ehm, tidak bu” jawabku cepat
“kamu ini sebenarnya sudah paham, tapi kurang serius saja menulisnya. Tolong yang serius yak,, kasihan penelitianmu. Kabarnya TA ini sudah 4 semester tidak kamu kerjakan ya?”
“hehe,, kan yang 1 tahun cuti Bu.. jawabku sekenanya”
“apa bedanya??? Ya pokoknya saya harap semester ini kamu selesaikan. Kalau tidak, silahkan cari pembimbing lain saja” kata Bu Chintya dengan nada tegas.
“ngomong-ngomong kamu mau minum apa? Saya buatkan kopi sambil nunggu hujan reda ya?” kata Bu Chintya sambil beranjak berdiri
“What a super perfect weekend!! Sekarang malah acara ngopi bersama Bu Chintya ” begitu kataku dalam hati dengan polos.
Dan satu hal lagi kusadari ketika Bu Chintya beranjak menuju dapur. Tampak jelas ketika beliau lewat didepan mataku, celana abu-abunya mencetak jelas belahan pantatnya.
“masa’ Bu Chintya gak pake CD yak??” begitu kira-kira pikiran jorokku tiba-tiba muncul dan segera kutepis jauh-jauh. Beliau termasuk dosen yang kuhormati, so, sepertinya tidak pantas kalau aku berpikiran yang aneh-aneh seperti itu

***
“Ngomong-ngomong, kamu asli mana dim?”.. tiba-tiba Bu Chintya sudah muncul lagi membuyarkan lamunanku. “Katanya kamu buka usaha konveksi ya?” lanjutnya sambil meletakkan cangkir kopi didepanku
“Iya bu. Usaha clothing kecil-kecilan. Saya asli Surabaya Bu. Kalau Ibu asli mana?” kataku menanggapi.
“Saya kecil di Medan, tapi sudah pindah sini sejak kuliah S1 dulu. Katanya usaha clothing kamu sudah kirim kemana-mana ya??? memang mahasiswa kalau sudah kenal duit biasanya jadi susah lulus.” sahutnya sambil tertawa kecil.
Dan akhirnya malam itu kami lewati dengan pembicaraan-pembicaraan ringan tentang bisnis yang sedang kujalankan, tentang hobby kami, tentang keluargaku, tentang keluarga Bu Chintya, dll.
Ternyata Bu Chintya adalah anak bungsu dari 3 bersaudara. Kedua kakak laki-lakinya sudah berumah tangga. Ayahnya adalah orang Medan, seorang pejabat militer dan ibunya seorang keturunan Belanda. Kedua orang tua Bu Chintya bercerai sejak beliau duduk di SMU, oleh karena itu, Bu Chintya memutuskan untuk tinggal sendiri di rumah ini, sejak beliau lulus SMU dulu.

“Ngomong-ngomong, hujannya tambah deras dim, kamu tunggu disini dulu saja sampai reda. Saya mau masuk dulu sebentar” kata Bu Chintya sambil menengok kearah jam yang tergantung disudut ruangan
“eh, sudah malam Bu. Sudah setengah 10. Mending saya nekat saja, daripada nanti tambah malam. Kayanya hujanya juga ndak bakal berhenti” begitu jawabku sambil melihat memasukkan laptopku
“ya kalau hujanya ndak berhenti kamu nginep disini saja ndak pa pa” sahut Bu Chintya sambil tersenyum menirukan gaya bicaraku
“ya kalau saya nginep nanti bisa dimasa tetangga Bu” begitu sahutku dengan nada bercanda
“siapa yang mau ngeroyok kamu?” sahut Bu Chintya cepat.
“Saya tidak bercanda kok dim. Kamu bisa disini dulu kalau kamu mau. Daripada kamu hujan badai nekat”. begitu sahut Bu Chintya. Jawabanya singkat, tapi cukup menegaskan bahwa dia tidak bercanda.
“bagaimana? Kalau mau nekat hujan-hujan tidak apa-apa. Saya tidak bisa melarang kamu, tapi kalau mau nunggu hujan dulu juga tidak apa-apa.
“eh, saya nunggu hujan dulu saja bu” jawabku sambil tetap merapikan laptopku.
“OK, saya masuk dulu ya. Soalnya disini banyak angin. Nanti kalau hujannya belum reda silahkan istirahat disini, anggap saja rumah sendiri. Jangan lupa motormu dimasukkan” begitu kata Bu Chintya sambil tersenyum
“iya Bu”, begitu jawabku singkat.

***
Aku sendiri tidak habis pikir. Bagaimana bisa seorang Bu Chintya menawarkan aku untuk tidur disini. Biarpun aku tidur diteras sekalipun, apakah layak seorang mahasiswa sepertiku tidur dirumah seorang dosennya? Apakah ini suatu jebakan? Jangan-jangan ada konspirasi atau rencana khusus dari pihak kampus, atau apapun itu. Begitulah pikiranku muluk-muluk, dan ternyata hujan tak kunjung reda.

Sementara hujan angin semakin deras, akupun memutuskan memasukkan motorku dan menutup pintu depan. Bukan karena aku memutuskan untuk menginap, tapi angin diluar tambah kencang dan air hujan tertiup masuk ke ruang tamu. “Nanti kalau reda baru balik deh” begitu kataku dalam hati
Setelah menutup pintu, aku bergegas masuk kedalam mencari Bu Chintya, bukan pula karena aku ingin tidur dirumahnya, melainkan aku ingin ke toilet mencuci kaki sambil buang air kecil

Ternyata Bu Chintya berada didalam kamarnya. Aku mendengar suara beliau menonton TV sambil tertawa kecil. Dan aku pun bergegas mendekat dan mengetuk pintu kamarnya yang memang terbuka.
“Eh dimas, gimana? Jadi mau nginep? Masuk dim” sahut beliau sambil tetap menyimak TV-nya.
Tubuhnya terbaring diatas spring bed yang cukup lebar, sementara selimut tebal yang tampaknya sangat hangat menutup hingga bahunya.
“eh tidak Bu, saya mau ke toilet” begitu jawabku
“ya silahkan” sahutnya cepat. “pakai yang didalam saja ya, soalnya yang diluar tidak ada sabunnya. saklarnya ada disamping pintu” lanjutnya sambil menunjuk ke salah satu sudut kamarnya
Dengan sedikit canggung, akhirnya aku masuk dan pipis di kamar mandi di kamar Bu Chintya. Padahal tadi aku mau buang air di toilet belakang.
Tidak enak kan kalau masuk rumah sampai ke belakang tanpa bilang. Rasanya agak rikuh juga buang air di kamar mandi Bu Chintya, apalagi yang punya kamar sudah berbaring nyaman ditempat tidurnya.
“pintu depan sudah ditutup?” begitu tanyanya begitu aku keluar dari kamar mandi, sambil tetap menyimak tayangan TV yang tergantung disisi kanan kamar
“ehm, sudah Bu” begitu jawabku canggung
“ya sudah, itu acaranya bagus lho. Kalau kamu perhatikan bisa jadi masukan buat TA-mu” katanya sambil membesarkan volume TV
“ini tentang budaya Jepang jaman PD 2, ini bisa jadi referensi blablabla..” begitu lanjutnya menerangkan. Aku sendiri hanya bisa melihat tayangan TV itu dari depan pintu kamar mandi, dan bingung harus bagaimana.
Mati gaya banget lah

“Heh, mau sampe kapan berdiri disitu?” Bu Chintya segera berseru dengan tanggap. Sepertinya beliau tahu kalau aku berdiri disitu dengan canggung.
“ngapain bengong disitu??”, lanjutnya sambil menggeser posisi tidurnya.
Dengan bahasa tubuh seperti itu, aku menangkap bahwa beliau menginginkan aku beranjak ke tempat tidurnya. Atau setidaknya, duduk disitu lah.
Dan, dengan sedikit salah tingkah aku pun mendekat dan duduk diseberang tempat Bu Chintya berbaring. Tepatnya dibelakang Bu Chintya yang sedang asyik memperhatikan TV nya.
Sesaat kami pun terdiam. Aku benar-benar merasa canggung berada disini. Aku juga tidak tahu harus memulai pembicaraan dari mana, aku benar-benar merasa aneh dan mati gaya. Aku berada dikamar Bu Chintya, seorang dosen yang menjadi idola di kampus, atau mungkin idola di universitas!!! ckckck
“nih bantalmu” begitu kata Bu Chintya sambil mengulurkan sebuah bantal kepangkuanku. Tampaknya beliau tahu bagaimana aku merasa aneh dan tidak tahu harus bagaimana.
Dan dengan bantal yang yang diulurkan padaku itu, aku malah tambah bingung harus bagaimana. Aku tambah salah tingkah dan tetap diam
“kurang besar apa dim? atau kamu mau pakai bantal saya saja?” katanya sambil tertawa ringan dan menggeser bantal panjang berwarna putih yang menopang wajah cantiknya.
“eh” aku tambah bingung dengan kalimat terakhirnya, dan aku masih tak bisa menyahut apa-apa, sekalipun aku tahu maksud beliau adalah mempersilahkan aku tiduran disitu
“ehm, maksud Ibu, saya tidur disini?” kataku terbata. Seolah aku bingung mau menyahut apa
“apa kamu mau tidur di garasi? Sepertinya kasur saya masih sisa banyak kalau cuma kamu tiduri” sahutnya sambil tersenyum
Dan sekali lagi aku sangat tidak percaya dengan kata-katanya.
Aku tidak percaya dengan telingaku sendiri. Namun aku tetap mengerti apa yang dimaksud dan segera berbaring sambil tetap menyaksikan tayangan TV yang tergantung didepan Bu Chintya.

Sesaat kemudian, nampak acara TV yang kusaksikan dengan canggung itu hampir selesai, dan tiba-tiba suara Bu Chintya kembali memecah kecanggunganku “lampu besar saya matikan saja ya dim, saya tidak bisa tidur kalau terlalu terang”
Dan tanpa banyak berkata lagi, beliau langsung beranjak turun dari tempat tidur, dan aku benar-benar tidak percaya dengan apa yang kulihat.
Dibalik selimut itu, Bu Chintya masih mengenakan atasan berwarna hitam yang tadi dikenakannya, tetapi ternyata beliau tidak lagi mengenakan celana abu-abunya.
Sebagai gantinya, seutas tali G string hitam terselip diantara belahan pantatnya. Terlihat jelas pantat yang halus dengan paha yang mulus itu bergerak menuju pintu kamar, dimana saklar lampu berada.
OMG!!! I can’t believe what i’ve see.
Setelah mematikan lampu, Bu Chintya berjalan kearah tempatku berbaring, dan melewatiku yang ternganga dan sibuk mengalihkan pandangan.
Beliau berjalan menuju kekamar mandi yang terletak tepat dibelakangku, tepatnya diatas kepalaku.
Tampaknya beliau menggosok gigi, beliau sedang bersiap-siap untuk tidur.
Bu Chintya hanya dengan G-string hitam menutupi bagian bawahnya, oh My God, I cant realized what I’ve see.
Dan G-string itu menjawab misteri belahan pantat yang terlihat jelas dibalik celana abu-abu tadi. Ternyata Bu Chintya tadi mengenakan G-String didalamnya.
Dan apakah aku bermimpi saat ini? Aku tidak tahu, aku tidak mau tahu. Dan dengan cepat aku menyusupkan kakiku dibalik selimut. Andaikan ini mimpi, sungguh aku berharap aku tidak terbangun dari tidurku.

“Sebenarnya saya tidak suka celana jeans diatas tempat tidur dim” tiba-tiba Bu Chintya sudah berdiri lagi disamping tempatku berbaring, tepatnya disamping kepalaku.
Tapi karena sudah terlanjur ya tidak apa-apa” begitu lanjutnya sambil berjalan mengelilingi tempat tidur, dan kembali menyusupkan kedua kaki jenjangnya kedalam selimut dan berbaring sambil memindah chanel televisi. Beliau tampak beberapa kali memindah saluran, tapi sepertinya tidak ada yang menarik baginya.
Kini dia berbaring membelakangiku, menghadap sisi dimana televisi LCD 32” itu digantungkan. Dan dengan segenap jiwa, aku mencoba memberanikan diri membuka pembicaraan. Aku anggap saat ini sebagai sebuah mimpi, so, its free to me to speak up!!!

“ehm, Ibu suka John Lennon?” begitu kalimat pembuka yang otomatis kuucapkan ketika melihat Bu Chintya berhenti memencet-mencet remotenya pada salah satu channel music
“yakk, i love The Beatles, dan tolong berhenti memanggil saya Ibu” begitu ujarnya tegas
“kalau nggak boleh panggil Ibu, terus saya harus panggil gimana ni bu?”
“ya terserah kamu mau panggil gimana. Yang pasti disini kan bukan dikampus, kalau kamu panggil aku Ibu, kok kesannya aku ini sudah tua banget. Padahal, bisa jadi kamu lebih tua dari aku lho” begitu jawabnya bercanda
“ya, nggak lah bu, saya ini kan masih mahasiswa, young teenager yang masih energik dan bersemangat”
“whatever you say. Yang pasti aku kuliah S1 tahun 2001, so, paling kamu 3-4 tahun lebih muda. Itu juga kalau kamu SMUnya lancar.”
“eh, saya SMUnya malah cuma 2 tahun bu”, jawabku berkelakar
“jangan panggil aku Ibu,,, thats the point.” ujarnya kemudian
“you can call me chintya, atau teman-teman dekatku biasa memanggil cinta”
“eh, begitu ya cin,,” sahutku bergumam “canggung ah kalau panggil seperti itu, gimana kalau “kak” atau “mbak” atau gimana lah,, saya canggung bu, eh, mbak..”
“kenapa nggak manggil tante saja!! biar puas sekalian. Kamu ini bikin aku merasa tua saja” jawab Bu Chintya ketus sambil tetap tertawa ringan
“OK deh mbak, saya panggil cinta... Ngomong-ngomong, kalau saya disini, nggak ada yang marah apa mbak,, eh, cin?”
“maksudmu, kamu bertanya apa aku tidak punya pacar,, begitu?” ujarnya sambil berbalik menghadap kearahku. Sorot matanya terlihat serius dan menatap tajam mataku
“eh, ya bukan begitu mbak,,, eh, ya tapi mungkin bisa begitu maksudnya, atau,,,”
aku jadi salah tingkah sendiri dengan pertanyaanku. Tampaknya aku juga salah bertanya
“dimas, sepertinya kamu harus banyak belajar tentang wanita. Masa’ kamu bertanya seperti itu kepada perawan tua seperti saya?” lanjutnya sambil tetap menatap mataku
“eh, bukan begitu maksud saya mbak,, eh,, saya cuma….”
“nggak apa-apa kok, aku cuma merasa familiar dengan pertanyaanmu barusan. pertanyaanmu itu seperti pertanyaan papaku saja”: “kapan kamu nikah cin?? Ngga mungkin lah gadis cantiknya papa gak laku-laku??” sambungnya lagi dengan nada serius
“eh” aku benar-benar tambah salah tingkah dengan ucapan beliau. Aku tidak bisa berkata apa-apa, dan memang sepertinya aku salah bertanya. Sorot matanya yang tajam itu seolah melucuti mentalku yang tiba-tiba hancur runtuh. Dia benar-benar menelanjangi mataku dengan wajah cantiknya yang sangat dekat dihadapanku, sangat-sangat dekat. Mungkin hanya berjarak 5cm dari hidungku. Dan aku benar-benar merasa terpojok dengan ucapannya
Namun tiba-tiba dia tersenyum dengan senyuman yang sangat teduh dan menenangkan. Raut mukanya tiba-tiba berubah seolah mengatakan: “aku hanya bercanda, aku tidak marah kok”. Dan kami saling bertatapan sangat dalam.
Sungguh aku terpesona dengan kecantikannya. Kecantikan khas seorang Indo yang menurutku tidak mungkin ditandingi oleh siapapun juga.
Dan ditengah kekagumanku akan wajah menawan itu, tanpa berkata apa-apa, tiba-tiba dia memajukan kepalanya, dan dengan cekatan dia memagut bibirku. Aku benar-benar kaget dan tidak menyangka hal ini terjadi. Jantungku berdegup sangat kencang, darahku seakan mengalir sangat deras kearah kepala.
Aku menyadari bahwa aku sedang bercumbu dengan idola dari segala idola. Aku dapat merasakan dengan jelas aroma nafasnya yang wangi, bibir basahnya yang menghisap pelan bibirku, dan lidahnya yang mulai bermain dirongga mulutku.
Semakin lama, bibir kami terpaut semakin dalam, hingga tak sadar tanganku telah memeluk erat tengkuknya, dan kami tidak lagi berbaring berdampingan, melainkan aku telah berada diatasnya.

Perlahan aku memberanikan diri untuk menggeser cumbuan bibirku, aku memberanikan diri mencumbu bagian leher hingga belakang telinganya, dan tampaknya dia sangat menikmatinya. Sungguh aku tak percaya dengan apa yang kulakukan. Sesaat aku menghisap daun telinganya perlahan, dan aku bisa membaui dengan jelas aroma wangi yang selama ini hanya terasa samar.
Sungguh seorang wanita yang cantik dan spesial.

“dim, boleh kubuka ini?” kata Chintya tiba-tiba sambil menyingkap kaos hitamku. Aku tidak menyahut dan menjawabnya dengan membuka kaos yang kukenakan.
Dan tak lama kemudian, Chintya sudah asik memainkan dadaku dengan lidahnya yang hangat. Aku sungguh merasa melambung tinggi dengan permainan lidahnya, dan aku sengaja bergeser dan berbaring hingga Chintya lebih bebas mengexplore tubuhku.
Dan tanpa dipersilahkan, Bu Chintya sudah telungkup menindih perutku. Mulutnya yang lembut tak henti-hentinya menjilat wilayah dadaku, dia terus melakukan ritual tersebut hingga lidahnya kembali menuju bibirku, dan sekali lagi kedua bibir itu berciuman erat. Dia kembali mencumbu erat bibirku, dan melanjutkan kecupanya hingga wilayah leher dan telingaku. Tanganku pun dengan sigap memeluk erat pinggulnya sambil mencumbu bagian bawah lehernya.

“boleh tangan saya masuk Cin?” tanyaku sambil tetap menikmati permainan lidahnya. Kali ini jemariku sudah mulai berani menyusup melalui bagian bawah kaosnya dan meraba bagian punggungnya. Dapat kurasakan punggung yang halus itu bersinggungan dengan jariku
Chintya pun menghentikan usapan lembut lidahnya di bagian belakang telingaku, dan berbisik pelan: “mau masuk kemana memangnya?”
“eh,, mau masuk kesini, eh, mbak”, kataku gugup, sambil menghentikan jemariku yang tengah meraba bagian perutnya yang rata dan terawat.
Dan, Chintya pun tidak menjawab pertanyaanku, dia hanya tersenyum cantik sambil menggenggam bagian bawah kaosnya, kemudian menyingkapnya keatas dengan cekatan.
Yah, dia membuka penutup atas tubuhnya itu yang ternyata sudah tidak dilapisi bra didalamnya.
Dan mataku kembali terbelalak ketika atasan itu tersingkap melewati bagian dadanya. Sebuah pemandangan yang terindah yang pernah kulihat. Sepasang gumpalan daging tersembul dibalik kaos itu, sangat halus dan lembut. Saking halusnya, dapat kulihat alur urat yang tersembunyi tipis dibalik kulitnya.
Sungguh payudara terindah yang pernah kulihat.
Ukurannya tidak terlalu besar, mungkin sekitar 34an, tetapi ukurannya sangat proporsional dengan tubuhnya, ditambah lagi dengan putingnya yang mungil berwarna coklat kemerahan menghiasi ujung-ujungnya. Sangat-sangat sempurna, im really speechless
Saking kagumnya dengan payudara itu, aku tidak menyadari tangan nakalku sudah meraba lembut bagian bawah gumpalan daging itu,
“eh,, boleh saya...”
“sure..” katanya memotong kalimatku sambil kembali telungkup dan melumat bibirku.
Mendapat perlakuan seperti itu, aku pun tak mau kalah.
Seolah telah mendapat ijin, akupun melayangkan serangan-serangan yang lebih berani. Kedua tanganku segera meremas lembut payudara indah itu, dan permainan Chintya pun semakin mengganas.
Dia tampaknya tidak memberikan kesempatan bagiku untuk memegang kendali. Bibir mungilnya semakin agresif, dia menorehkan cupang merah tipis didadaku, hingga menjelajahi perut bawahku sambil menyibak selimut yang masih sedikit menaunginya.

Sangat-sangat liar, bahkan aku tidak kesampaian merasakan puting merah itu dengan bibirku.
Sambil bibir mungilnya terus beraksi, dia menarik turun resliting celanaku, “no jeans in my bed” begitu bisiknya ditelingaku sambil tersenyum menggoda.
Dan aku hanya bisa pasrah ketika ternyata Chintya tidak hanya berniat melucuti celana jeansku. Dia mencengkeram jeans berikut celana dalamku, menariknya turun dengan cekatan, dan melepaskanya dari kakiku hingga aku benar-benar dibuat bugil dihadapnya.
Sekali lagi aku merasa bahwa aku sedang bermimpi, aku sedang bugil dihadapan idola kami semua.
Sungguh aku tidak percaya, Chintya sedang mencumbu perut bagian bawahku, dengan pangkal pahaku yang terbuka lebar tanpa seuntai benang pun menutupinya. Sungguh terasa bagaikan mimpi, imajinasiku melayang jauh dan aku tidak pernah merasakan moment seindah ini, seorang wanita yang kupuja, sedang bermain-main dipangkal pahaku.

Dan sekali lagi Chintya menunjukkan keajaiban lidahnya, kali ini serangannya diarahkan pada bagian bawah perutku.
Yak, dia mencoba membunuhku dengan jilatan-jilatan maut dibawah sana. Dan tak lama kemudian, tangan kanannya memegang erat batang yang sudah berdiri tegak disana. Dan sambil menatap mataku dia mengecup bagian kepalanya, dan segera memasukkan batang itu kedalam mulutnya. Sungguh sekali lagi aku merasa terbang ke awan.
Tidak seperti lumatan-lumatan yang pernah kurasa, lidah Bu Chintya benar-benar ajaib, dia benar-benar mampu memainkannya dibawah sana, just like a french kiss in my junior.
Begitupun dia tidak perhenti disitu, setelah puas menghisap bagian batang, Bu Chintya menggeser mulutnya kebawah, dan inilah pertama kali aku merasakan sensasi rangsangan di bagian paling bawah sana. Chintya melumat habis pangkal bola-bolaku, dan melanjutkannya dengan mencumbu area sun hole-ku dengan liarnya.
Dan tampaknya dia begitu menikmatinya. Dia melakukannya sambil terus memainkan bola-bolaku, sungguh suatu sensasi yang luar biasa.

Sejenak, ingin rasanya aku membobolkan saja pertahananku dan mengaku kalah. Bibir Bu Chintya adalah bibir paling gila yang pernah kuhadapi. Namun aku masih bisa berpikir sehat. Aku segera menarik bagian pangkal pahaku itu dari cengkeramannya, dan segera memagut bibir ajaib itu dengan bibirku.
Dengan cepat pula, kubaringkan Chintya karena kali ini aku ingin menguasai permainan. Aku pun segera berganti menunjukkan potensiku. Kembali kurangsang bagian leher Bu Chintya, kujilat perlahan, hingga turun sampai bagian payudara. Bagian yang sangat kunanti dari tadi. Kubenamkan mukaku diantara kedua payudara itu, sungguh payudara yang paling lembut yang pernah kurasakan.
Tanganku pun tak mau kalah, kuremas payudara kanan dengan tangan kanan, sambil lidahku mulai bermain dengan puting kirinya. Bagaikan buah cherry yang sangat manis, aku mengulum lembut puting itu, sungguh rasanya sangat menggairahkan. Ini adalah puting paling sempurna yang pernah dirasakan bibirku.
Merasa sudah menguasai keadaan, aku mulai memainkan ritme permainan. Sesaat kuhisap puting itu lebih dalam, sambil meremas payudara kanannya. Demikian aku bergantian bermain dengan kedua gumpalan menakjubkan itu. Sesaat aku mencoba menyentuh lembut lingkaran penyangga puting itu dengan telunjukku, sesaat pula dapat kurasakan puting itu mulai mengeras kencang disertai munculnya bulu-bulu halus yang berdiri diatas kedua bukit indah itu.
Sungguh sepasang payudara yang sangat cantik, sangat indah dengan bintik2 bulu roma yang menghiasinya, aku jadi semakin bergairah melihatnya, dan akupun tak mau menyia-nyikan moment ini.

Permainan bibirku mulai menjamah bagian perutnya yang rata. Sambil tangan kiriku tetap mencengkeram satu dari dua bukit indah itu, tangan kananku menekan bagian punggungnya perlahan. Tampaknya Bu Chintya benar-benar menikmati permainanku, dan akupun memberanikan diri mengexplore bagian bawah perutnya dengan lidahku. Yah, aku mengecup lembut belly buttonnya dan mencoba bermain sedikit lebih kebawah sana.

Menanggapi perlakuanku, Bu Chintya tidak terlalu terlihat keberatan. Dia malah terlihat sangat menikmati dan sedikit membuka pangkal pahanya. Bahasa tubuhnya seolah memberiku ijin untuk beranjak ke bagian itu. Segera aku kembali menurunkan kepalaku. Kali ini aku mencumbu bagian dalam pahanya, tanganku pun sekarang sudah memegang erat kedua pinggulnya, dan akhirnya aku mulai berani mencium bagian segitiga G-string yang menutupi surganya.
Sungguh suatu pengalaman yang tidak pernah akan kulupakan. Aku sedang menghirup bagian paling intim milik Bu Chintya, aku merasakan sensasi yang paling dahsyat yang pernah kurasakan selama ini.
Gairahku semakin menggebu, dan akhirnya kuberanikan diri menyusupkan lidahku ke sela-sela bagian bawah segitiga cinta itu. Tangan kanan ku mencoba menyibak kain hitam itu, dan bibirku mulai mengecupnya perlahan, rasanya sungguh indah, agak terasa asin, tetapi aromanya sangat lembut. Sungguh-sungguh indah.
Bu Chintya yang tampaknya sudah sangat pasrah itu akhirnya menyangga kepalaku dengan tangan kanannya. Tanpa berkata apa-apa, dia meraih tali pengait segitiga itu dengan tangan kirinya, dan dengan perlahan dia menurunkan G-String itu dengan tangan kirinya. Aku yang sedang dimabuk gairah pun segera tanggap, kubantu dia menurunkan segitiga bertali itu, dan melepaskannya dari kakinya yang jenjang.

Dan dengan segera, seperti seorang anak kecil yang sedang dijamu dengan dengan sekotak permen lezat, aku pun segera kembali dengan daerah segitiga yang menakjubkan itu.
Kini tubuh wanita pujaan itu telah benar-benar telanjang. Aku benar-benar takjub dengan keindahannya, lekuknya yang sempurna dibalut dengan kulit yang putih, tipis dan lembut. Ahh,, ternyata Bu Chintya yang kami puja selama ini tidak hanya pintar dan cantik, beliau sangat sempurna seutuhnya, sangat terawat.
Bagian pangkal paha itu terihat sebagai bagian segitiga yang ditumbuhi dengan bulu-bulu lembut. Tampaknya Chintya sangat rajin mencukurnya. Pun begitu, tepat pada bagian bawahnya, terdapat sekatup bibir mungil berwarna merah muda. Pintu surga itu terlihat begitu rapi, hanya terlihat sebagai segaris lubang yang berwarna kemerahan.

Tanpa diberi aba-aba, aku pun segera kembali menjamu segitiga cinta itu. Kali ini aku merasa sangat bebas, tidak ada lagi sehelai benang pun yang jadi penghalang. Aku mulai mengecup pelan bibir cantik dibawah bulu-bulu tipis itu, dan tampaknya Chintya sangat-sangat menikmatinya, dan akupun menikmatinya.
Samar-samar mulai kurasakan aroma wangi yang sempurna, aroma yang mungkin dapat mengalahkan nikmatnya rasa sabu yang dulu sering kuhisap jaman SMU. Perlahan tapi pasti, aku memagut bagian itu dengan bibirku, lalu kembali kuhisap perlahan. Dengan sedikit keberanian, tanganku pun mulai turut meraba bagian itu. Kucoba membuka tangkupan dua bibir itu dengan jemariku, dan kulihat jelas liang berwarna merah muda yang begitu indah. Tampaknya sangat hangat dan nyaman didalam sana. Dan kembali aku memberanikan diri mengeksplore lubang itu dengan lidahku.
Kali ini, kucoba memasukkan lidahku kedalamanya dengan bantuan kedua tanganku yang menyingkap pintu cinta itu. Kali ini, aku benar-benar merasakan aroma yang sangat memabukkan itu, sangat membangkitkan gairahku. Dan dengan segera, aku memainkan lidahku didalam sana, menghisap perlahan, kemudian menghisap kuat, demikian aku mencoba mencari ritme yang tepat dalam menangani bibir terindah ini.
Aku mencoba memainkan lidahku dengan maksimal disini, sambil tangan kananku merangsang bagian klitoris Bu Chintya. Dan tampaknya dia sangat-sangat menikmatinya.

Setelah sesaat bermain dengan ritmeku, aku mencoba mengubah pola serangan. Kali ini, bibirku menghisap lembut bagian klitorisnya. Disini lidahku pun turut bermain, kuhisap sambil sesekali menekan bagian itu dengan lidahku.
Perlahan tapi pasti, aku kemudian memberanikan diri memasukkan telunjuk kananku yang dari tadi sudah memegang erat kulit berwarna kemerahan itu. Dan, ketika seluruh telunjukku tercelup didalamnya, Chintya tiba-tiba mencengkeram kepalaku dengan tangan kanannyanya yang sedari tadi menyangga kepalaku.

Sejenak aku tiba-tiba tersadar, kali ini aku memasuki daerah privatnya tanpa mohon ijin terlebih dulu.
Aku sedikit terkejut dan kembali gugup, secara reflek aku segera menarik keluar jariku dari lubang itu, tetapi dengan segera pula Bu Chintya memegang tanganku dengan tangan kirinya.
Yak, dia mengijinkan jemariku bermain didalamnya, dan tanpa berkata apa-apa, dia membimbing jari nakal ini masuk kedalam miliknya yang sangat berharga itu.
Sungguh aku dapat melihat raut wajah cantik itu yang kini sedang dibara gairah, aku melihat dia sangat menikmati permainanku, dan dengan sigap pula, aku merangsang kembali daerah klitorisnya dengan bibirku, sembari jemariku mencari-cari daerah G-spotnya didalam sana.
Tidak butuh waktu lama untuk mendapatkan area paling sensitif itu. Tak lama jariku bermain disana, Chintya semakin membuka lebar pangkal pahanya. Dia kini tidak hanya mendesah dan menatapku nakal. Bu Chintya sudah tidak malu-malu lagi untuk mengerang. Kaki jenjangnya sedikit ditarik keatas, dia sedikit melipat lututnya, suatu tanda bahwa dia sungguh terbuai dalam permainan jemariku.
Pun demikian, aku pun semakin bergairah, aku semakin cepat menggerakkan jariku didalam sana, kutekan kuat pagian G-Spotnya sambil lidahku terus memainkan klitorisnya, jemari dan lidahku kini sudah masuk gigi 5. Aku semakin cepat dan liar bermain dengan lubang cinta itu.

Namun tiba-tiba Chintya mengapit erat kepalaku dengan lututnya. Dia menjepit kuat kepalaku sambil tangan kanannya menekannya kedalam. Dan segera setelahnya, aku bisa merasakan tubuh itu terguncang, aku bisa merasakan, tubuhnya sedikit kejang, dan,, aku kembali kaget dibuatnya, seiring dengan teriakan yang keras, tiba-tiba dia menggelinjang hebat, jemariku merasakan ada kedutan hebat didalam sana,,, dan tidak putih bening kemukaku.
Yess, dia sudah sampai... and she squirt in my face!!
dan aku tidak bisa mengelak sama sekali, secara reflek aku meronta mencoba melepaskan kepalaku, tetapi cengkeraman pahanya terlampau kuat, dan sampai saat ini pula, paha lembut itu masih mencengkeram kuat kepalaku.
Aku hampir tidak percaya dengan apa yang kualami, Bu Chintya mencapai puncak dan menyemprot mukaku dengan cairan cintanya memabukkan.
Aku sangat terkejut, tetapi sebenarnya aku sangat menikmatinya. Pun begitu Bu Chintya yang sudah terkulai lemas, aku bisa melihat tubuhnya yang masih sedikit gemetar, wajahnya sangat-sangat erotis, sepertinya dia baru saja mengalami orgasme paling dahsyat yang pernah dirasakannya.

***Aku kemudian beranjak ke sudut ruangan berinisiatif mengambil beberapa lembar tissue, dan mengelap mukaku yang agak lengket,
“kamu baik2 saja kan cin?” tanyaku sambil berbaring lagi disisinya
“eh,, maaf ya dim, aku sendiri tidak terpikir kalau bakal sampai kaya gitu” tangannya dengan reflek menarik lembar tissue yang kupegang dan segera me-lap bagian pipiku yang ternyata masih sedikit basah.
“tidak apa-apa kok, aku juga menikmatinya”
“serius,, ini pertama kalinya sampai seperti itu, aku benar-benar tidak menyangka sampai seperti itu” jawab Chintya sambil memeluk aku erat.

Dan akhirnya, malam itu kami melanjutkan sesi bimbingan TA dengan bercerita panjang lebar tentang keseharian kami, tentang keluarga kami, tentang kesibukan-kesibukan kami.
Maklum, pada dasarnya aku dan Bu Chintya masih belum terlalu mengenal satu sama lain.
“jadi, sekarang mamamu masih tinggal di Jakarta bersama suaminya yang baru itu?” tanyaku menanggapi cerita Chintya.
“begitulah” jawabnya pelan.
“ooh,, beliau punya anak lagikah?”
“nggak sih,, cuma ada suatu hal yang dulu bikin aku nggak nyaman tinggal disana”
“kenapa??”
“well, si om bule itu hypersex.”
“heh?? maniak gitu??”
“yupss. dan aku pernah tinggal bersama mereka selama 2tahun”
“haha.. yang kamu ceritakan waktu kamu SMU itu ya? Trus, apa hubungan antara hypersex dengan ketidaknyamananmu tinggal bersama mereka? Toh si om bule itu kan papa-mu, bukan suamimu?”
“yahh,, masalahnya bukan cuma hypersex doang dim. dia juga orang naturist. Kalau dirumah mamaku sana, begitu masuk gerbang udah wajib bugil. Itu berlaku buat semua orang yang tinggal disitu.”
“whatsss??? jadi kamu juga ikut2an nudis gitu??”
“nggak cuma saya honeyy, disana dari sopir nyampe tukang kebon juga bugil semua.”
“begitukah?? are u serious??”
Aku seperti tidak tahu harus menjawab apa lagi. Tampaknya Chintya memang memiliki pengalaman yang luar biasa dalam hidupnya. Dia banyak bercerita tentang masa lalunya, dan tiba-tiba aku merasakan empati yang sangat dalam, sebuah perasaan seolah tidak terasa lagi ada jarak antara kami.
Seolah seperti sepasang kekasih/sahabat yang sedang berbaring dan sharing berdua

“uhm,, kembali ke masalahmu tadi Cin, emang kalo menurutmu kamu trauma dengan masa lalumu, lalu apa dampaknya di masa sekarang?” aku kembali bertanya mencoba mengenal dosenku itu lebih dekat.
“well, kita bahas topik ini lain kali lagi saja ya dim, kamu belum dapet kan?” katanya sambil kembali memelukku mesra. Tampaknya dia belum ingin membahas sampai sejauh itu, dan akupun harus menghormatinya
“kalau aku sih, asal kamu senang sudah bisa dibilang dapet kok cin. gue ikhlas” jawabku cengengesan
“Dasar mulut buaya!! sekarang kamu sudah berani merayu saya…” sahutnya tersipu sambil mencubit lenganku keras-keras

“Ehmn, Dim, kamu percaya sama aku kan?” lanjut Chintya sambil meraih laci disamping tempat tidur. Aku tidak menjawab dan hanya mengangguk kecil
“okeey,, tangan kamu diikat dulu yaa,,” katanya sambil mengeluarkan seutas kain panjang dan mengikat kedua tanganku ke bagian atas tempat tidur. Aku mulai berpikir aneh-aneh, sejenak aku ingin menolak apa yang dilakukan Bu Chintya padaku. Tapi, aku penasaran juga dengan rencananya, so, ikuti saja deh,, hehe
“aku mau diapain hon?”
“diem ah,, trust me honey” jawabnya sambil kembali mengecup bibirku. Aku sendiri tidak bisa banyak bergerak dengan kedua tangan yang terikat erat diatas kepala, sedangkan tampaknya bibir maut itu akan kembali mengeksekusi titik-titik lemahku.

Perlahan, Chintya menggeser kembali kecupannya kearah leherku, sedikit cupang panjang disana, dan kemudian turun kearah dada. Bagian ini tampaknya bagian yang paling disukainya, lidahnya yang lembut bermain dengan putingku, sambil kedua tangannya mimijit-mijit bagian samping dadaku. Di babak pertama ini aku sudah mulai bisa merasakan sensasi Chintya. Sebuah teknik-teknik yang baru kutemui dalam bercinta, diselimuti oleh paras yang sungguh-sungguh menggoda.
Perlahan, dia kembali menggeser posisi bibirnya, kali ini kecupan-kecupan itu diarahkan kebagian samping dadaku, dan, dia bermain dengan ketiakku. Aku meronta keras, kukatakan padanya bahwa ini keterlaluan, “Geli banget Cin, kamu menyiksaku”,, begitu ujarku. Tapi tampaknya Chintya tidak peduli dan terus melancarkan aksinya.
Dan ternyata teknik yang satu ini juga sangat mengerikan. Rasa geli yang perlahan berubah menjadi sebuah rangsangan yang mahadahsyat. Seiring dengan rabaan-rabaan tangannya yang sedikit memijit, Chintya benar-benar bak seorang sex machine yang istimewa.
Selama beberapa saat Chintya menyiksaku, tampaknya dia sudah cukup puas dan berniat memulai permainannya di bagian bawah.
“Sudah panas kan?” katanya sambil sambil tersenyum kecil dan memegang batangku yang sudah berdiri keras.
Dan tanpa banyak bicara lagi, dimasukkannya batang itu kedalam mulutnya.
Yah, Chintya segera mengulumnya dengan bersemangat, dan dia langsung memainkan ritme permainan oral terdahsyat yang pernah kurasakan. Sesekali setelah lidah hangatnya bermain lincah, dihisapnya batangku kuat-kuat, seolah dia ingin menyedot habis seluruh isinya.

Sambil terus bermain-main dengannya, tangan Chintya meraih dua bantal disisi kiri tempat tidur,
“diganjal bantal ya dim” katanya sambil menyusupkan dua bantal itu dibawah pantatku. Aku yang sudah merasa keenakan pun pasrah saja, kuangkat pantatku sesuai dengan apa yang diingininya, dan kini, posisiku agak berasa tidak nyaman, punggung dan pantatku terganjal oleh bantal yang tampaknya cukup tinggi. Aku agak heran sebenarnya apa rencana Chintya, tapi kembali lagi, aku pasrah saja.
Chintya kemudian mengambil posisi tepat dbawah selakangku, dan kemudian kembali dia memasukan batangku ke bibir mungilnya, tangan kirinya memegang testikelnya dan tangan kanannya memegang pangkal batangku. Aku tidak bisa melihat terlalu jelas apa yang terjadi disana, tapi aku kembali merasakan sensasi yang luar biasa.
Sejenak setelahnya, aku merasakan kepala penisku bersentuhan dengan bidang yang sangat hangat dan licin, saat itu pula kurasakan sensasi yang luar biasa diujung kemaluanku, sembari kudengar Chintya sedikit batuk-batuk dan mengeluarkan penisku dari mulutnya.
Dan,, ternyata dia melakukan deep throat. Bu dosen satu ini memang gila, dan ini adalah pengalaman deep throat pertamaku. Dan malam ini Chintya memberiku deep throat tidak hanya sekali, melainkan berkali-kali.
Sensasi rasanya benar-benar gila, sepertinya aku hampir ejakulasi dibuatnya.

Sesi oral pun berakhir, saat ini Chintya kembali memeluk aku. Tubuhnya yang gemulai bergelayut mesra diatasku “sekarang menu utama yuk,,” begitu bisiknya memanja ditelingaku…
Sambil tangan kirinya tetap memeluk leherku, Chintya meraih kembali senjataku dan mengarahkannya kebagian pangkal pahanya yang memang sudah berada tepat diatasnya.
Yah, Chintya memasukkan kepala batangku kedalam lubang yang berhias bulu lembut itu, dan tak lama kemudian dengan sedikit menindihku, seluruh batangku telah bersemayam didalam lubang hangatnya.
1001 rasa penasaran yang selama ini berkecamuk hilang sudah. Kini aku telah merasakan hangat dan nikmatnya liang itu. Sangat hangat dan rapat, bahkan jika batang kesayanganku itu bisa membauinya, kukira dia pun akan terkesima dengan aroma wanginya.

Chintya pun memagut bibirku sambil sedikit menggoyangkan pinggulnya, tidak naik turun tetapi memutar perlahan. Wew, bahkan teknik goyanganya pun dahsyat, tidak banyak bergerak, tapi dapat kurasakan batangku dipijit dengan sempurna.
Dan perlahan kusadari, sepertinya pijitan ini tidak hanya bermuara pada goyangan pinggul semata, tetapi tampaknya dinding-dinding kemaluan Chintya turut berperan. Lubang ini menggigit rapat dan dapat kurasakan sedikit berdenyut teratur, ini juga baru kali ini kurasakan.
Hal ini kusadari ketika Chintya beranjak dan menjamuku dengan posisi duduk. Dengan senjataku yang masih tertancap disana, kurasakan pijitan-pijitan lembut itu walau Chintya tidak banyak menggerakan pinggulnya.
Dan, aku tidak menyangka bahwa menit-menit kedepan adalah waktu yang tidak akan pernah kulupakan seumur hidupku. Mungkin bila aku bisa memutar balik waktu, aku akan selalu memutar menit-menit itu sambil mengaktifkan fitur slow motion.
Dengan posisinya yang mendudukiku, Chintya kembali menggoyangkan pinggulnya.
Kali ini tidak memutar maupun maju mundur, melainkan naik turun. Tubuhnya yang semampai itu seakan menduduki bantalan trampoline. Sekilas aku merasa miris dengan perlakuannya. Dengan sedikit berjongkok, Chintya menarik pangkal pahanya keatas hingga tiga perempat batang penisku keluar dari sarangnya, dan dengan cekatan pula dia menimpanya kembali. Yah, dia mengocok batangku dengan kencang dengan posisi pinggulnya yang naik-turun tajam itu.
Jujur, aku sedikit takut kalau-kalau dia sedikit meleset dan mematahkan senjataku yang sangat berharga itu. Tapi, kekhawatiran itu segera sirna terhapus sensasi yang kembali kurasakan.

Chintya memperlakukan senjata yang benar-benar berdiri keras itu seperti mainan, seperti dildo stainless yang tak punya jaringan syaraf, dan kali ini aku benar-benar ingin menyerah dan memuntahkan cairan cintaku, aku tak kuasa mengimbangi wanita cantik yang tiba-tiba menjadi sangat liar ini. Dapat kulihat jelas ekspresi mukanya saat ini, dia tidak hanya sekedar mencoba memuaskanku, dia kembali turn on, dan aku wajib mengimbanginya.
Tapi semakin aku melihat wajah cantiknya, semakin ingin rasanya aku mengakhiri permainan ini. Whatever, aku memang tidak mampu melayaninya.
Tapi tiba-tiba, Chintya mengakhiri gerakan naik turun yang dahsyat itu.
Dia merebahkan tubuhnya, memeluk aku erat, sambil tetap mengocok kencang batangku dengan goyangan pinggulnya super cepat itu.
Dan tentu saja pada akhirnya aku segera tewas dan mengakhiri pertahananku. Aku benar-benar tidak tahan dengan perlakuannya, dan kali ini aku benar-benar tak bisa berkutik dan harus menyerah kalah

Chintya tengah memelukku erat sambil sambil mengggoyangkan pinggulnya maju-mundur dengan cepat saat batangku mulai kejang-kejang.
Pinggul indah itu bergerak dengan kerasnya seolah penisku hanya mainan tak bernyawa.
Dan seiring dengan dengan senjataku yang mulai muntah dan mengaku kalah, ritme goyangan Chintya perlahan-lahan mulai melambat, dan dapat kurasakan kembali cengeraman pahanya yang mulai bergetar, seiring dengan kedutan ringan yang memijit lembut kemaluanku yang masih tertanam didalamnya. Dan perlahan-lahan, lubang menakjubkan itu mencengkeram penisku sangat erat. Ternyata, Chintya pun mendapatkan orgasme untuk yang kedua kalinya…
Yah, liang hangat itu seakan menyedot batangku dengan kerasnya seiring dengan bobolnya pertahananku.
Dan kembali aku menangkap ekspresi muka cantik Chintya yang seolah mengatakan bahwa dia baru saja mendapatkan orgasme yang hebat.
Selama beberapa saat tubuh indah itu bergetar lemah diatas tubuhku, dan tak lama kemudian sosok cantik itu benar-benar lemas tak berdaya.
Perlahan-lahan, Chintya menggeser tubuhnya sambil melepaskan liang terindahnya dari kemaluanku dengan hati-hati.
Tanpa berkata apa-apa, dia membaringkan tubuh indahnya disampingku, dan tak lama kemudian, idola dari segala idola itu sudah terbaring lelap disisiku

Dan aku kembali terdiam seakan tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi. Aku hanya bisa termangu, mencoba meyakinkan diri bahwa apa yang terjadi malam ini bukanlah mimpi.
Dalam hatiku, terbentu sebuah perasaan yang tidak bisa didefinisikan. Ada sebuah kepuasan yang tidak pernah tertandingi, bercampur rasa tidak percaya yang masih menghantui.
Dan akhirnya aku hanya bisa terheran-heran sambil berusaha melepaskan tali yang masih mengikat erat tanganku.
Sungguh malam terdahsyat yang pernah kualami.

Read More

Pesta Sex di Rumah




Namaku Nadya. Aku adalah gadis keturunan chinese yang berkulit kuning langsat. Badanku tidak terlalu tinggi hanya sekitar 155 cm dan berat 45 cm. Payudaraku berukuran sedang, sekitar 34B. Usiaku sekarang 22 tahun dan aku tinggal di pinggiran kota Jakarta
Aku sebenarnya bukanlah wanita penggoda. Cuman aku sering mendengar dari teman-teman kuliahku bahwa aku termasuk cewek yang berpenampilan sexy dan sering membuat para cowok turun naik jakunnya. Terlebih aku suka memakai kaos longgar, sehingga jika aku menunduk sering terlihat gundukan payudaraku yang terbungkus bra hitam kesukaanku.
Di rumahku sendiri, setiap habis mandi, aku selalu hanya membungkus tubuhku menggunakan kimono mandi warna biru muda berbahan handuk. Seringkali karena habis tersiram air yang dingin, membuat puting susuku tercetak di balik kimono. Kamar mandiku sendiri terletak di ruang tamu, dan sering pada saat aku mandi, pacar ciciku datang sedang ngapelin ciciku. Walau aku tidak pernah berpikiran ngeres, tapi sering aku melihat pacar ciciku menelan ludah jika melihat aku habis mandi hanya berbalut kimono itu.
Ayahku adalah seorang penyalur TKI yang akan diberangkatkan ke luar negeri. Sering kali ada TKI baik pria maupun wanita menginap di rumah sebelum diberangkatkan ke luar negeri. Hari Minggu kemarin papa baru saja membawa pulang 3 orang TKI pria berusia sekitar 20 tahunan yang kuketahui bernama Maman, Yadi, dan Mulyo. Mereka bertiga orang desa yang bertubuh kekar dan berkulit gelap. Mereka sedang menunggu akan berangkat ke Malaysia.
Pagi itu hari Senin, aku sendirian di rumah bersama ke 3 orang calon TKI itu. Mamaku sedang pergi ke Jakarta bersama papaku ada keperluan mendadak. Sementara ciciku pergi bersama pacarnya entah kemana.
Aku waktu itu habis beraerobik ria di rumah, dan kemudian ingin mandi. Seperti biasa kubawa saja kimono biruku ke kamar mandi. Dan setelah aku beberapa saat aku selesai mandi, maka kubalut tubuh telanjangku itu dengan kimonoku tanpa apa-apa lagi di baliknya.
Kemudian aku berjalan ke halaman belakang hendak menjemur pakaian dalam yang baru kupakai semalam untuk tidur. Kulihat para TKI itu sedang menikmati sarapan pagi. Mereka menyapaku ramah.
Kulihat mereka memandangiku saat aku memeras BH hitam dan celana dalam kuningku yang sexy itu. Sebenarnya aku risih juga dilihatin begitu, tapi aku pikir tanggung, sebentar lagi aku akan kekamar untuk ganti pakaian. Maka aku kemudian menjemur pakaian dalamku itu. Pada saat aku berjinjit untuk menaruh pakaian dalamku di jemuran, tak terasa kimonoku sedikit tertarik ke atas, padahal kimono itu hanya sepaha. Maka, tak elak lagi, bulu bulu vaginaku yang tidak tertutup itu sedikit kelihatan membuat mereka melotot.
Tapi aku tak menyadari hal itu, kemudian aku berbalik dan masuk ke kamar. Kamarku sendiri ada jendela besar ke halaman belakang. Aku ingat ada para TKI itu, maka korden aku tutup, namun rupanya tidak tertutup rapat dan masih bisa kelihatan dari halaman belakang.
Aku melepas kimonoku, dan mulai melotioni tubuh telanjangku ini. Aku tak sadar ada 3 pasang mata yang melotot memandangi tubuh telanjangku ini. Beberapa saat kemudian aku baru sadar saat melihat bayangan di cermin. Maka aku berteriak dan segera menutup payudara dan kemaluanku dengan tangan.
Ketiga TKI itu segera lari dan masuk ke kamarku yang memang tak pernah kukunci. Aku kaget melihat mereka bertiga masuk ke kamarku.
“Non, kami sudah melihat tubuh non yang mulus itu. Sebaiknya non tidak usah melawan karena di sini tidak ada siapa-siapa lagi “ kata Mulyo cengengesan. Aku masih berusaha galak dan menyuruh mereka keluar.
Namun Maman dan Yadi segera maju dan memegangi tanganku. Kemudian aku mereka banting di ranjang. Aku kemudian berpikir daripada aku melawan malah mendapat celaka, maka lebih baik aku pasrah saja dan tidak melawan.
“Sabar-sabar, jangan pada main kasar gitu donk. Saya kan belum pernah gituan… pelan2 kek” tegurku.
Mereka kemudian tidak lagi beringas, dan mendekatiku. Maman segera memelukku dan menciumi bibirku dengan ganas. Mula-mula aku berusaha menolak bibirnya yang bau itu, namun saat Yadi mulai menjilati payudaraku, dan Mulyo mulai mengelus-elus bibir vaginaku dengan tangannya yang kasar itu, aku mulai terangsang dan bibirku mulai membuka untuk membalas serbuan bibir Maman yang tangannya sibuk meremasi pantatku yang bulat itu.
Tanganku mulai meraba-raba celana mereka. Dan Yadi berinisiatif membuka celananya dan menyodorkan kontolnya yang lumayan besar itu ke tanganku. Aku agak kaget melihat kontol pria sebesar itu. Aku sudah sering melihat kontol milik pacar-pacarku namun tidak ada yang sebesar itu. Apalagi Maman dan Mulyo menyusul bugil. Ternyata kontol mereka begitu besar.
Aku sempat ketakutan, namun dengan halus, Mulyo memegang tanganku dan menaruhnya di batang penisnya. Akupun perlahan mulai mengelus penisnya. Maman melanjutkan menyusu di payudaraku yang montok itu.
Aku yang sudah makin terangsang, mulai bergantian menjilati batang penis Mulyo dan Yadi secara bergantian, sementara Maman kini mulai menjilati klitorisku yang memerah.
Tiba-tiba aku merasa ingin pipis dan akhirnya keluar cairan banyak dari vaginaku. Ketiga cowok itu segera saja berebut menjilati vaginaku sampai aku kegelian.
Yadi kemudian menelentangkan aku di ranjang. Aku merasa inilah saatnya aku akan kehilangan keperawananku. Saat Yadi menempelkan kepala kontolnya yang besar itu di bibir vaginaku aku sempat berusaha menolaknya. Namun dari belakang Mulyo mendorong Yadi sehingga kontolnya langsung amblas ke memekku. Aku menjerit kesakitan.
Namun Mulyo segera berinisiatif menjilati puting payudaraku sehingga aku kegelian. Yadi sendiri perlahan mulai menarik majukan kontolnya sehingga aku merasakan kegelian yang amat sangat di lubang vaginaku. Terasa kontolnya memenuhi lubang vaginaku.
Tiba-tiba sambil memelukku, Yadi menggulingkan aku sehingga aku berada di atasnya. Mulutnya segera menyerbu ke puting payudaraku yang menggantung bebas. Belum sempat aku berpikir tiba-tiba dari belakang Mulyo menyodokkan kontolnya yang besar itu ke dalam lubang anusku. Aku yang berteriak kesakitan, segera disumpal mulutku dengan kontol Maman samai aku nyaris muntah.
Kini dalam keadaan menelungkup, ketiga lubangku sudah dimasuki kontol yang berbeda. Namun aku merasakan sensasi yang luar biasa. Seluruh tubuhku serasa dilolosi. Aku mengalami orgasme sampai 3 kali.
Akhirnya aku merasa ingin orgasme lagi, dan bersamaan dengan orgasmeku, kurasakan Yadi menyemprotkan banyak sekali spermanya di dalam memekku. Kemudian aku jatuh lunglai di pelukan Yadi.
Mulyo kemudian segera menarikku duduk di pangkuannya sambil kontolnya masih menancap di lubang anusku. Dari belakang ia meremas-remas payudaraku yang berguncang-guncang. Maman yang belum klimaks, segera menyodokkan kontolnya ke dalam vaginaku yang nganggur itu.
Aku benar-benar sudah merasa kepayahan, hingga akhirnya aku merasa ingin keluar lagi. Tak lama kemudian aku benar-benar tak tahan lagi dan akhirnya aku menyemprotkan cairan orgasmeku yang kelima. Maman tak lama kemudian menyusul menyemprotkan maninya di dalam memekku.
Mulyo rupanya memang yang terkuat di antara mereka. Dia belum keluar, sehingga dia kemudian menunggingkan aku dan kontolnya pindah ke vaginaku. Dari belakang aku disodoknya sambil tangannya memeras-meras payudaraku.
15 menit kemudian dia akhirnya mencapai klimaks dan aku pun juga mencapai orgasmeku lagi. Kami berempat akhirnya lunglai di atas ranjang.
Kulihat jam, ternyata sudah hampir 2 jam kami melakukan pesta sex. Aku kemudian mengajak mereka untuk mandi bersama karena aku khawatir sebentar lagi papa mamaku pulang. Kemudian kami berempat mandi bersama. Di kamar mandi ketiga laki-laki itu selalu berebutan untuk menjamah tubuhku yang mulus ini.
Sungguh pengalaman ini tak terlupakan bagiku dan aku mulai mengerti nikmatnya sex sejak itu. Lain kali akan kuceritakan pengalamanku bersama tetanggaku.
Sejak peristiwa itu, aku merasa agak bersalah kepada pacarku, yang justru terhadapnya aku belum pernah berhubungan sex. Paling-paling hanya sebatas saling menjilat kemaluan sampai kami sama-sama klimaks.
Pagi itu, aku lupa hari apa, aku masih tertidur di ranjangku, yang kebetulan sekamar dengan orang tuaku. Kata orang tuaku sich, kami tidur seranjang untuk menghemat biaya AC yang cukup mahal itu. Saat itu aku memakai baju tidur satin warna pink yang tidak berlengan. Di dalamnya hanya mengenakan celana dalam warna kuning yang mini, sehingga kalau ada pria yang melihat pasti akan terangsang melihatnya.
Hari itu, mama dan papaku kembali sedang pergi ke Jakarta. Sedang ciciku sudah ke kantornya. Memang sudah kebiasaan di rumahku, jika ada orang di rumah, pintu depan tidak pernah terkunci, hanya dirapatkan saja.
Pagi itu, aku tidak tahu bahwa mamaku memanggil tetanggaku Benny yang tukang servis AC itu, untuk menservis AC di rumah. Benny adalah seorang cowok chinese yang wajahnya jauh dari tampan. Rambutnya agak botak. Tubuhnya tinggi. Usianya tak jauh beda dari ciciku. Katanya sich dia pernah naksir aku.
Pagi itu, sekitar jam 8, Benny datang ke rumahku membawa peralatan hendak menservis AC. Dia mengetuk pintu namun tak ada jawaban karena aku masih pulas tidur di kamar. Maka dia memberanikan diri, karena sudah kenal, masuk ke rumah.
Waktu dia mendekati kamarku, rupanya mamaku lupa merapatkan pintu kamar, hingga agak terbuka sedikit. Benny tanpa kusadari membuka pintu itu pelan-pelan. Aku saat itu sedang tertidur pulas tanpa ditutupi selimut. Baju tidurku juga sudah tersingkap sampai di pusar, sehingga celana dalamku yang berwarna kuning menyala itu terpampang bebas di hadapan Benny.
Aku merasa ada tangan yang meraba-raba pahaku. Namun aku saat itu sedang memimpikan bersetubuh dengan pacarku. Saat tangan itu membelai-belai selangkanganku yang masih tertutup CD itu, aku merasa bahwa itu adalah jilatan-jilatan dari pacarku.
Kurasakan tangan itu semakin berani merabai tubuhku. Diselipkan jarinya dibalik Cdku yang sudah mulai basah itu. Diraba-rabanya bibir vaginaku dari luar.
Tiba-tiba di halaman belakang ada suara genteng jatuh sehingga aku terkaget dan terbangun. Lebih kaget lagi saat kulihat Benny sedang mempermainkan vaginaku dengan jari-jarinya sambil cengegesan.
“Pagi Dya, sorry gua masuk tanpa permisi, abis ngga ada yang bukain pintu. Pas gua masuk eh gua liat lu lagi bobo dengan baju seksi gini.” “Gua ngga tahan kalo liat lu begini”
Aku berusaha menolak Benny, tapi tangannya kuat mencengkeram bahuku sambil jari tangan yang satunya sibuk mengorek-ngorek isi vaginaku dari balik Cdku yang sudah basah itu.
Aku merasakan geli yang amat sangat, namun aku juga tak begitu rela disetubuhi oleh si Bandot ini.
“Sudah Ben… gua ngga tahan nich… entar ketahuan orang ngga enak “ kataku sambil berusaha memegang tangannya. Namun dia tetap bertahan “Tenang aja Dya, bentar lagi pasti enak koq…. Ayo lah… kita kan udah kenal lama, sekali-sekali kasih donk gua kesempatan…” kata Benny sambil terus mengorek-ngorek vaginaku.
Tak lama kemudian aku merasakan akan orgasme, sehingga pahaku menjepit kuat tangan Benny yang ada di selankanganku. Kira-kira 5 menit kemudian aku merasakan ada cairan yang keluar deras dari vaginaku. Aku jadi lemas karenanya dan telentang tak berdaya, pasrah membiarkan apa yang akan dilakukan Benny.
Benny kemudian menaikkan dasterku ke atas hingga lewat kepala dan membuangnya entah kemana. Dia tersenyum mesum melihat payudaraku yang terpampang bebas dengan putingnya yang merah kecoklatan itu.
Dia segera mengenyot payudara kananku, sambil lidahnya bermain-main di atas putingku. Tangan kanannya perlahan-lahan melorot Cdku hingga bugil. Kemudian jari-jarinya kembali ditusuk-tusukkan ke dalam vaginaku yang sudah becek itu. Mulutnya berganti-ganti mengenyot kedua payudaraku.
Aku yang sudah terangsang itu tak sadar mulai mengelus-elus kepala Benny yang botak itu seperti kekasihku. Padahal sebelumnya aku sama sekali tak kepengen disentuh Benny. Namun Benny sungguh sangat pandai menaikkan nafsuku.
Kemudian Benny melepas seluruh pakaiannya hingga terlihatlah kontolnya yang berukuran sekitar 18 cm dengan diameter 4 cm itu. Dia menyuruhku untuk menjilatnya.
Mulanya aku menolak karena kontol itu agak bau, namun dia menjejalkan kontolnya ke mulutku hingga aku mulai mengemutnya. Kepalaku digerakkannya maju mundur seperti sedang dientot oleh kontolnya.
Tiba-tiba aku dikagetkan oleh suara. “Wah, lagi apa nich… lagi asik ya… ikutan donk…” Kami berdua menoleh. Rupanya Bang Man, sopir tetanggaku masuk ke dalam rumahku yang tak terkunci itu. “Sorry non, tadinya mau minjem tangga, eh ternyata lagi pada asyik….” Kata Bang Man.
Aku merasa kepalang basah, maka mendiamkan saja keadaanku yang sedang bugil bersama Benny. Kulihat Bang Man segera melepas celana panjang dan Cdnya. Kontol Bang Man sedikit lebih panjang dari Benny tapi lebih kurus. Selain itu warnanya juga hitam.
Kini kedua pria itu mendekatkan kontol mereka ke bibirku. Sambil terus mengocok kontol Benny yang sudah tegang itu, kontol Bang Man yang masih lemas itu mulai kujilat-jilat. Perlahan tapi pasti kontol itu mulai menegang, hingga akhirnya sama tegangnya seperti kontol Benny.
“Bang, aku udah ngga tahan… langsung masukin aja ya… Ben, elu masukin dari bawah aja dech..” kataku kepada keduanya.
Benny kemudian menelentang hingga kontolnya mengacung tegak ke atas. Perlahan aku naik ke atas tubuh Benny dan memasukkan kontolnya ke vaginaku.
Mula-mula agak sakit, namun Benny menghentakkan tubuhnya ke atas hingga blesss…. Kontolnya langsung masuk ke dalam lubang memekku.
Aku perlahan-lahan mulai menaik turunkan tubuhku. Tak terlalu susah karena vaginaku sudah basah. Aku merasakan kegelian yang amat sangat saat kontol Benny keluar masuk tubuhku.
Tiba-tiba Bang Man memaksaku agak menelungkup. Kemudian… blesss…. Kurasakan kontolnya yang panjang itu menyodok lubang pantatku hingga aku agak terdongak ke atas. Bang Man segera menjambak rambutku dan menjadikannya sebagai pegangan.
Aku semakin kegelian karena payudaraku yang tergantung bebas itu dijilat-jilat Benny dari bawah. Sungguh sensasi yang luar biasa. Saat Bang Man menyodokkan kontolnya, saat itu pula kontol Benny tertanam makin dalam ke liang vaginaku. Aku sampai dibuat orgasme 2 kali.
15 menit kemudian mereka berganti posisi. Benny masih menelentang, namun dia mendapat jatah lubang duburku. Sementara itu dari depan, Bang Man menyodokkan batangnya kedalam vaginaku yang sudah becek. Bang Man menggenjot kontolnya maju mundur dengan cepat sambil tangannya berebutan dengan tangan Benny meremasi payudaraku.
Aku dibuat menggelinjang kesana kemari oleh terjangan dua cowok ini, hingga akhirnya aku tak tahan dan orgasme untuk entah yang keberapa.
Tak berapa lama kurasakan kontol Benny berdenyut-denyut, dan dia mencengkeram keras payudaraku. Dia kemudian menyemprotkan spermanya banyak sekali di dalam duburku.
Rupanya Bang Man masih perkasa. Tanpa mempedulikanku yang kecapean, dia segera memangkuku, sambil kontolnya naik turun menusuk vaginaku. Bibirnya yang hitam itu sibuk mengenyot-ngenyot putting susuku hingga aku kegelian.
Akhirnya aku kepengen orgasme lagi. “ Bang… aku mau keluar lagi…” “Tahan non, abang juga dah mau nyampe… barengan aja “
Akhirnya kurasakan aku mulai mengejang, Bang Manpun juga demikian. Akhirnya pertahananku jebol. Dari vaginaku keluar cairan banyak sekali. Tak lama kurasakan Bang Man juga menyemprotkan banyak sekali air maninya ke dalam vaginaku.
Kami berdua kecapean hingga telentang di ranjang. Rupanya Benny sudah bangkit lagi. Hingga tanpa memberiku waktu istirahat, dia segera menancap vaginaku.
Hari itu, kami bertiga bermain sex sampai kira-kira hampir sore. Aku merasa sangat kelelahan sekali, namun juga sekaligus puas sekali. Ini adalah pengalamanku yang sangat hebat.
“Nadya, elu sungguh hebat, kapan-kapan kita main lagi ya” kata Benny sebelum pulang sambil menciumku. Dalam hati aku hanya bisa mendongkol. Enakan di dia, ngga enak di guanya, gerutuku dalam hati.

Read More

Maya's Gangbang Debauchery


"pook !!", sebuah tepukan kencang mendarat di pantat kananku.

"awwhh,,sakit tau Nov,,!!", kataku sambil mengelus-elus pantat kananku yang agak perih karena Novi menepuk pantatku cukup kencang.

"pantat lo montok banget sih May,,hehehe,,".

"montokan juga pantat lo", aku pun membalas Novi dengan menepuk pantatnya dengan agak kencang juga. Kami jadi saling tampar-tamparan pantat hingga pantat kami menjadi sedikit merah.

"aduh…lama-lama perih juga nih, lo sih Nov, pake mukul pantat gue!", omelku.

"hehe,,iya,,maap,,kalo gitu mandi aja yuk,,udah lama nih gak mandi bareng,,".

"oh iya ya,,udah lama juga gak mandi bareng,,yuk,,".

Kami langsung masuk ke dalam kamar mandi karena kami sudah bugil sehabis saling menjilati vagina. Aku dan Novi berdiri di bawah pancuran lalu aku memutar kran sehingga tubuhku dan tubuh Novi langsung basah terguyur air yang keluar dari pancuran. Aku dan Novi saling berpelukan, payudara dan puting kami yang saling menempel dan sedikit bergesekan memberikan sensasi tersendiri. Tangan Novi sudah berada di pantatku, Novi pun langsung meremas-remas pantatku. Aku tidak mau kalah, kuremas-remas juga pantat Novi yang menggemaskan. Aku mendekatkan bibirku ke bibir Novi, kedatangan bibirku langsung disambut baik oleh Novi sehingga kami berdua mulai bercumbu. Kami mulai dengan ciuman ringan dulu, aku mengecup bibir atas dan bibir bawah Novi berulang kali, dia membalasku dengan melakukan hal yang sama. Kami berdua menjadi bernafsu sehingga sekarang kami berdua saling bergantian melumat bibir. Tentu saja, lidah kami berdua sudah saling membelit satu sama lain. Ide muncul di kepalaku, aku menyelipkan jari telunjuk tangan kiriku ke belahan pantat Novi untuk digosok-gosokkan di lubang anus Novi. Novi sedikit tersentak kaget ketika jari telunjukku mengenai lubang anusnya. Aku gosok-gosok lubang anusnya dengan jari telunjukku, setelah itu aku masukkan jari telunjukku ke dalam anusnya dan mulai menggerakkan jariku keluar masuk lubang anus Novi. Namanya juga Novi, dia tidak mau kalah sehingga dia melakukan hal yang sama. Suasana semakin memanas, nafsu kami mulai naik sehingga membuat kami sangat bergairah untuk saling melumat bibir satu sama lain. Ketika sedang hot-hotnya, pintu kamar mandi terbuka.


"lagi mandi bareng ya?". Spontan, aku dan Novi menoleh ke arah pintu.

"Nita,,kirain siapa?", ujar Novi.

"ayo sini Nit, mandi bertiga yuk!".

"ayo, siapa takut?". Nita langsung melucuti pakaiannya hingga tubuh indahnya tidak tertutup apa-apa lagi.




Novi

"sini, pendatang baru musti di tengah, biar bisa dikerjain!", kataku.

"iya deh iya…terserah apa kata yang punya rumah aja", jawab Nita.

Aku langsung mengambil sedikit jarak dari Novi lalu Nita berdiri di antara Novi dan aku. Aku dan Novi langsung merapat ke Nita yang menghadap ke arahku. Aku dan Novi melumuri tangan serta payudara kami dengan sabun. Novi mulai menggosok punggung Nita dengan menggunakan payudaranya sebagai penggosok. Novi menggerakkan tubuhnya ke atas dan ke bawah berulang kali sambil mendesah karena kedua putingnya yang sensitif bergesekkan dengan kulit punggung Nita terus menerus. Sementara aku menggunakan kedua buah payudaraku untuk menggosok tubuh Nita bagian depan. Aku sengaja menggosok perut Nita terlebih dulu, setelah itu barulah payudaraku dan payudara Nita yang sudah lama berteman akhirnya bertemu. Aku sedikit menggoyangkan payudaraku ke kanan dan ke kiri sehingga puting kami yang sensitif saling bergesekan.

"nnnggghhh!!", lirih pelan keluar dari mulut kami bertiga karena masing-masing dari kami bertiga sedang merasakan sensasi yang muncul dari tergesek-geseknya puting kami.

Lalu aku dan Novi berhenti menggosok tubuh Nita dengan payudara kami. Aku meraih pantat Nita dan mulai memoles pantat Nita dengan tanganku yang berlumuran sabun. Novi menggerakkan tangannya melewati pinggang Nita dan memberhentikan tangannya di selangkangan Nita. Tangan Novi yang lembut membelai selangkangan Nita dengan perlahan dan lemah lembut membuat Nita membuka mulutnya tapi tidak mengeluarkan suara. Aku kasian melihat Nita megap-megap jadi aku gunakan bibirku untuk menambal mulut Nita yang terbuka. Bibirku benar-benar dilumat habis-habisan oleh Nita, mungkin karena nafsunya yang sedang memuncak.

"ccllkk,,ccllkk,,", aku mendengar suara jari Novi yang berlumuran sabun sedang keluar masuk lubang vagina Nita.

"pantes aja, si Nita nyipok gue semangat banget,,ternyata lagi,,diobok-obok ama Novi toh,,", kataku dalam hati.

"ikutan ngobok-ngobok Nita ah!", pikirku.

Aku pun mulai memasukkan jari telunjukku tangan kananku ke dalam anus Nita seperti cacing yang sedang menggali tanah, menggeliat kesana kemari hingga akhirnya jariku itu sudah tertanam di dalam anus Nita.




Nita
                                                                                                                                                                                                                               Nita semakin ganas dan liar melumat bibirku karena kini, dia benar-benar sedang terangsang berat. Saat sedang asik-asiknya mengaduk-aduk lubang anus Nita dengan jari telunjukku, tiba-tiba jari tengah tangan kanan Novi yang tadinya dia gunakan untuk memainkan klitoris Nita sudah bersarang di dalam vaginaku. Tanpa basa-basi dan tanpa permisi, Novi mengocok vaginaku membuat aku jadi bernafsu sehingga percumbuan antara aku dengan Nita menjadi sangat bergairah daripada sebelumnya.

"huu…dasar, rasain nih Nov". Aku menancapkan jari tengah tangan kiriku untuk mengaduk-aduk liang vagina Novi.

"mmmhh,,uummhhh,,", bunyi dari alunan hati Novi yang benar-benar sedang keenakan sementara aku dan Nita tidak bisa mendesah karena bibir kami berdua masih menempel dengan erat. Nita melepaskan cumbuannya setelah dia dan aku sudah puas saling mengulum dan mengemut bibir. Kini, kamar mandiku sangat berisik karena desahan kami bertiga bersusul-susulan. Padahal, Nita yang lebih dulu diobok-obok, tapi Nita mampu menahan orgasmenya hingga orgasme bersamaan denganku dan Novi. Aku menaruh tanganku di punggung Novi untuk memeluk Nita dan Novi sekaligus, Novi juga melakukan hal yang sama sehingga Nita terhimpit di tengah. Meskipun diguyur air dari pancuran, tapi tubuh kami terasa panas karena ledakan orgasme yang baru saja kami bertiga alami dalam waktu yang bersamaan.

"nah,,sekarang lo Nov,,gantian,,".

"eit,,bentar dulu,,kan vagina lo belom dijilat,,".

"oh iya ya,,", kataku. Aku dan Novi langsung berjongkok sementara Nita tetap berdiri. Lidahku menyapu belahan bibir vagina Nita yang masih tertutup dan kadang-kadang aku menyedot klitoris Nita hingga Nita menggeliat sambil mendesah. Novi membenamkan wajahnya ke pantat Nita. Nita melebarkan kakinya lebih lebar lagi sehingga aku dan Novi bisa lebih leluasa menikmati tubuh bagian bawah dari Nita. Kadang-kadang aku dan Novi berciuman di antara selangkangan Nita. Dalam waktu 5 menit, Nita mencapai puncak kenikmatannya, cairannya langsung menyemprot ke wajahku, aku membuka mulutku untuk meminum cairan Nita, tapi wajahku sudah basah terkena cairan vagina Nita. Lalu aku mengais sisa cairan yang masih tersisa di liang vagina Nita. Nita menekan kepalaku ke arah vaginanya, aku semakin semangat mengobok-obok vagina Nita dengan lidahku. Tapi, aku tidak menelan cairan vagina Nita melainkan hanya menampungnya di mulutku. Meskipun, aku sangat tergoda untuk menelan cairan Nita yang terasa manis, asin, dan sekaligus gurih di mulutku, namun aku tidak menelannya karena aku ingin berbagi dengan Novi. Aku mentransfer cairan Nita ke Novi melalui mulut. Novi pun dengan semangat meminta cairan Nita sehingga sekarang kami berdua malah berebutan menelan cairan Nita. Kami terus bercumbu dengan sangat bergairah di bawah selangkangan Nita, setelah 3 menit, aku dan Novi selesai saling berbagi.

"ayo Nov, giliran lo di tengah!!"

"okeh,,okeh,,". Kini, Novi yang akan 'dimandikan' olehku dan Nita.

"Nov,,lo ngadepnya ke Nita dulu,,".

"okeh,,May,,".

Setelah Novi mendapat perlakuan yang sama seperti Nita, kini giliranku. Aku menghadap ke Novi. Aku sudah selesai dimandikan hingga aku orgasme 2 kali, tapi Novi memutar tubuhku sehingga Nita yang sekarang berhadapan dengan vaginaku. Vagina dan lubang pantatku dijilat lagi untuk kedua kalinya.

"aduhh,,udahh,,donghh,,", aku berusaha berbicara di tengah-tengah kenikmatan yang kudapat dari jilatan Nita di vaginaku dan jilatan Novi di pantatku.

Mereka berdua terus menjilati bagian bawah tubuhku hingga aku orgasme. Tiba-tiba, ada seseorang yang masuk ke dalam kamar mandi.

"boleh ikutan gak?".

"eh…Pak Joko, boleh Pak…sini Pak!".

Pak Joko melucuti pakaiannya sendiri hingga dia telanjang. Novi dan Nita menarik Pak Joko ke bawah pancuran. Nita dan Novi mengapit Pak Joko di samping kanan dan kirinya sementara aku sudah bersimpuh di depan Pak Joko.

"ayo Maya sayang, tolong bersihin kontol bapak ya ampe bersih!".

"beres pak, pokoknya kontol bapak bakal kinclong deh!", kataku lalu aku mengecup kepala penis Pak Joko dengan sangat mesra. Aku ciumi kepala penis Pak Joko berulang kali, lalu aku menciumi batang penisnya juga hingga ke pangkal penisnya.

"kok cuma dicium aja?", tanya Pak Joko sambil terus mengobok-obok vagina Nita dan Novi dengan kedua tangannya.

"kan Maya sayang banget ama kontolnya Pak Joko, emang Pak Joko udah bosen ya kontolnya disayang ama Maya?", tanyaku.

"gak kok, kontol bapak gak pernah bosen pacaran ama Maya sayang".

"nah, makanya Pak Joko sabar aja!".

"oh ya udah kalo gitu, terserah Maya sayang aja deh,,".

"nah, itu baru Pak Joko Maya,,".

Aku melanjutkan menciumi penis Pak Joko yang sudah seperti kunci dari vaginaku karena liang vaginaku sudah terlalu sering menjepit penis Pak Joko. Setelah menciumi penis Pak Joko, aku mulai membersihkan semua kuman yang ada di penis Pak Joko dengan mulutku. Aku emut-emut topi baja merah muda itu sambil terus menggelitik lubang kencingnya dengan lidahku. Pak Joko mendesah keenakan, aku jadi semakin bersemangat menjilati penis Pak Joko. Aku gerakkan lidahku mengitari diameter penis Pak Joko hingga ke pangkalnya. Lalu aku jilati seluruh senti penis Pak Joko sampai ke kantung buah zakar Pak Joko. Aku gigit ujung kepala penis Pak Joko dengan lembut sambil 'menelan' penis Pak Joko.

"terusshh…Maya sayanghh!!".

"ooohhh,,!!", erang Novi dan Nita berbarengan karena sepertinya mereka orgasme.

"ayo Nov…Nit, bantuin gue bersihin nih kontol Pak Joko kita tersayang,,".

"oke!!", jawab mereka berdua.

Nita langsung jongkok di sampingku, sementara Novi bergerak ke belakang Pak Joko. Novi jongkok di antara kedua paha Pak Joko. Aku dan Nita mengurusi bagian batang penis Pak Joko, sedangkan Novi mengurusi 'telur' Pak Joko dengan sangat baik. Aku dan Nita bergantian menjilati batang penis Pak Joko. Pak Joko tidak kuat menahan orgasmenya lama-lama karena penisnya dikeroyok 3 gadis yang sudah lihai memanjakan penis lelaki. Sperma Pak Joko pun terbuang percuma.

"kalian curang, maen keroyokan,,".

"kan biar kontol Pak Joko bersih,,", ujarku.

"tapi enak kan Pak?", tanya Nita.

"ya sih,,hehe,,si neng Novi,,ngapain di situ? gak bau?".

"gak kok Pak,,".

"semuanya, keluar yuk,,dingin juga lama-lama", ajakku.

"ayo!!".

Kami berempat keluar dari kamar mandi, ternyata diluar ada 2 orang laki-laki lain. 2 orang itu adalah Pak Dino dan Pak Yahya. Mereka berdua langsung mendekati cewek favorit mereka masing-masing. Pak Dino memeluk Nita dari belakang sementara Pak Yahya memeluk Novi dari belakang. Pak Dino dan Pak Yahya mulai memainkan vagina cewek favorit mereka tanpa minta izin terlebih dulu. Pak Joko ikut-ikutan memelukku dari belakang dan mulai memainkan vaginaku juga sehingga aku, Novi, dan Nita mendesah bersahut-sahutan dan kadang kami kompak mendesah bagai paduan suara. Kami bertiga akhirnya orgasme hampir bersamaan.

"aduh,,maen obok-obok aja nih", protes Nita.

"iya nih,,kan lemes tau", tambah Novi.

"abisnya kangen ama memek Nita sayang sih", jawab Pak Dino.

"kalo bapak,,tangan bapak gerak sendiri pas ngeliat memek Novi sayang,,hehe", jawab Pak Yahya.

"Pak Joko, Pak Dino, ama Pak Yahya, ada apa dateng ke sini tiba-tiba? biasanya telpon dulu?", tanyaku.





Pak Joko & Pak Dino
"kita betiga mau balapan nih,", jawab Pak Joko sambil meremasi payudaraku.

"lah,,mau balapan tapi kok ke rumah Maya?", tanyaku lagi.

"kan kendaraannya ada di sini,,", jawab Pak Dino.

"kendaraan apa? jadi bingung nih?", Novi kebingungan.

"kendaraannya ya kalian betiga,,", jawab Pak Yahya.

"iya, nih kuncinya,,", kata Pak Joko menunjuk ke penisnya.

"oh, mau balapan yang itu,,", Novi akhirnya mengerti.

"ya udah,,Pak Dino ama Pak Yahya buka celananya dong,,katanya mau balapan?", ujar Nita yang sedang mengelus-elus penis Pak Dino yang masih terbungkus celana.

"itu mah,,gak usah disuruh,,". Pak Dino dan Pak Yahya melepas pelukan mereka dan mulai melucuti pakaian mereka sendiri. Aku, Novi, dan Nita kompak langsung jongkok di hadapan 3 bapak-bapak itu.

"pada mau ngapain?", tanya Pak Joko.

"kan biasanya sebelum balapan dikasih pelumas dulu supaya ntar gak macet,,".

"oh iya,,bener juga,,kalian betiga udah cantik, sexy, baik, 'n pinter juga,,", puji Pak Yahya.

"iya,,kita beruntung banget,,bisa kenal ama kalian betiga,,", tambah Pak Dino.

"ah,,Pak Yahya ama Pak Dino bisa aja,,", kataku sambil menciumi kepala penis dan batang penis Pak Joko yang sudah kembali segar.

"daripada ngegombal terus,,mendingan Pak Dino kasih kuncinya biar Nita bisa kasih pelumas,,".

"okehh,,kasih pelumasnya yang banyak ya Nita sayang,,", kata Pak Dino yang menyodorkan penisnya ke mulut Nita.

"beres Pak Dino,,".

"ayo Novi sayang,,kontol bapak dikasih pelumas juga yang banyak ya,,".

"gak mau,,".

"yah,,kok gak mau?".

"cuma becanda Pak,,tenang aja,,Novi bakal ngelumasin kontol bapak ampe licin banget,,".

"nah,,itu baru Novinya bapak,,", kata Pak Yahya mengelus-elus kepala Novi. Aku, Nita, dan Novi pun mulai 'berkaraoke' dengan mic yang berbeda. Kini, giliran 3 bapak-bapak itu yang mendesah bersahut-sahutan seperti kami tadi. Setelah 5 menit, kami bertiga selesai memberikan pelumas alias air liur ke 3 penis yang ada di hadapan kami. Aku, Nita, dan Novi berdiri lalu membalikkan tubuh kami sehingga membelakangi 3 bapak-bapak yang penisnya sudah mengacung tegak.

"udah pada minum obat belum?", tanya Pak Yahya.

"belom,,". Kami meminum obat anti hamil milik kami.

"nah sekarang udah siap,,ayo start the engine!".





Pak Yahya
Pak Yahya sudah menancap Novi, Pak Dino sudah mencoblos Nita, dan Pak Joko juga sudah menanamkan penisnya ke dalam vaginaku. Pak Joko menarik kedua tanganku ke belakang sehingga kedua tanganku seperti stang motor saja. Novi dan Nita juga diperlakukan sama sepertiku.

"ayo berangkat!!", teriak Pak Joko.

Aku mutar-mutar mengelilingi kamar dengan penis Pak Joko tertanam di dalam vaginaku sementara Novi dan Nita diajak keluar kamar oleh Pak Yahya dan Pak Dino. Kadang, Pak Joko berhenti mengajakku berjalan agar bisa menggenjot vaginaku, tapi setelah itu Pak Joko mengajakku berjalan lagi. Dan kadang, aku dipertemukan dengan Novi atau Nita hanya untuk sekedar berciuman saja. Pak Yahya 'mengendarai' Novi kembali ke kamarku dan 'memarkir' Novi di depanku sehingga aku dan Novi bisa berciuman. Tak lama kemudian, Pak Dino muncul dan 'memacu' Nita dan memposisikan Nita di dekatku dan Novi sehingga sekarang aku bisa berciuman dengan Novi ataupun Nita. Dalam waktu yang hampir bersamaan, Pak Joko, Pak Dino, dan Pak Yahya mencapai puncaknya. Aku, Nita, dan Novi tidur bertiga di atas ranjangku.

"gimana Pak,,balapannya tadi?", tanyaku.

"itu balapan yang paling seru,,", kata Pak Joko.

"jadi pengen balapan lagi,,", ujar Pak Yahya.

"yaudah,,Pak Yahya ama Pak Dino nginep aja,,".

"lho? emangnya orangtua neng Maya gak pulang?", tanya Pak Dino.

"pulangnya masih seminggu lagi,,".

"berarti bapak bisa lepas kangen ma Novi sayang ampe puas dong,,asik,,". Pak Yahya menggendong Novi dan melumat habis payudara Novi yang mancung itu.

"ayo Pak Dino,,mau lepas kangen juga gak?", tanya Nita dengan wajah yang sangat menggoda.

"mau banget,,". Pak Dino langsung menindih tubuh Nita dan mencumbui bibir Nita.

"Maya sayang, kok tadi bapak gak diajak nginep?".

"gak usah Maya ajak,,Pak Joko juga pasti mau nginep kan?".

"hehe,,iya,,Maya sayang tau aja,,".

"ayo Pak Joko, mau lagi gak?", kataku sambil mengelus-elus belahan bibir vaginaku.

"itu mah gak usah ditanya,,hehe!!". 3 bapak-bapak itu pun melampiaskan nafsu mereka sepuas-puasnya kepada kami bertiga.

Bagai seorang istri yang baik, aku, Nita, dan Novi melayani mereka dengan sangat baik. Aku, Nita, dan Novi memberikan 3 bapak-bapak itu akses penuh 24 jam atas tubuh kami. Misalnya, aku sedang tidur, tapi Pak Joko sedang 'ingin, Pak Joko tinggal membangunkanku dan aku akan melayani Pak Joko dengan senang hati. Begitu juga Novi dan Nita. Aku-Pak Joko, Nita-Pak Dino, dan Novi-Pak Yahya selalu bercinta dengan penuh hasrat dan nafsu yang menggebu-gebu bagai pasangan pengantin yang baru menikah hingga tak terasa sudah hari ke 7.

"May,,pulang dulu ya!", pamit Novi dan Nita setelah membantuku membersihkan rumah yang sudah seperti tempat bulan madu bagi kami berenam karena besok orang tuaku pulang.

"Novi sayang, bapak anterin ya ampe rumah”, ajak Pak Yahya.

"boleh aja sih, tapi pasti ada upahnya?", balas Novi.

"iya,,hehe,,".

"ya udah,,apa upahnya?".

"tolong angetin kontol bapak pake mulut kamu dong,,hehe,,".

"iya, iya,,yaudah May,,gue balik dulu ya,,daahh,,".

"ati-ati ya Nov,,".

"Nita sayang,,", Pak Dino memanggil Nita dengan sangat mesra.

"apa? minta diangetin juga?", Nita hanya berpura-pura galak.

"iya,,hehe,,".

"ya udah,,May,,gue pulang ya,,mau karaokean di mobil Pak Dino,,".

"hahaha,,bisa aja lo,,Nit,,yaudah,,ati-ati karaokeannya,,jangan ampe kegigit,,". Nita, Pak Dino, Novi, dan Pak Yahya sudah pulang sehingga hanya tinggal aku dan Pak Joko yang ada di rumah dalam malam yang dingin dan sepi. Telpon rumahku berdering.

"halo?".

"Maya,,ini Mama,,".

"oh iya Mah,,ada apa Mah?".

"urusan disini belum selesai jadi kayaknya Papa sama Mama baru pulang 3 hari lagi,,kamu gak apa-apa kan di rumah sendirian?".

"ya Mah,,Maya gak apa-apa kok,,".

"yaudah,,ati-ati ya di rumah,,daah".

"iya Mah,,Mama juga ati-ati ya disana,,daah,,". Begitu aku menaruh gagang telpon di tempatnya, Pak Joko langsung memelukku dari belakang.

"siapa yang nelpon?", Pak Joko menciumi tengkuk leherku.

"Mama yang nelpon,,katanya mereka pulangnya 3 hari lagi,,".

"berarti bapak bisa memperpanjang masa nginep di sini dong?".

"haha,,memperpanjang? emangnya ktp,,".

"jadi gak boleh nih,,bapak nginep lagi?".

"tenang aja Pak,,boleh kok,,cuma Maya bingung aja,,emangnya Pak Joko gak bosen ngentotin Maya? padahal ampe 7 hari lho?".

"gak tau nih,,kontol bapak gak mau pisah ama Maya sayang,,hehe,,".

"oh,,gitu,,yaudah,,Maya buka layanan 24 jam lagi deh,,".

"bener ya? bapak pulang nih ambil obat kuat,,biar kontol bapak bisa ngaceng terus,,".

"boleh,,siapa takut,,eh,,tapi Pak,,emang ada obat yang bisa 24 jam gitu?".

"gak sih,,paling cuma 8 jam,,tapi kan jadinya gak harus nunggu dulu,,".

"oh,,yaudah,,ambil sana,,Maya juga mau mandi dulu biar wangi lagi,,".

Pak Joko bergegas ke rumahnya setelah selesai memakai bajunya. Sementara aku sedang asik mandi agar tubuhku wangi dan bersih lagi ketika Pak Joko kembali. Aku menyambut Pak Joko yang sudah kembali lagi dengan bugil. Aku membantu Pak Joko melepaskan pakaiannya sehingga dia telanjang.

"aduh,,Maya sayang,,badan kamu,,wanginya menggoda banget,,jadi gak sabar pengen maen suami istri lagi,,hehe,,".

"yaudah,,yuk,,Maya udah siap,,".

Aku dan Pak Joko bercinta dengan hasrat dan hawa nafsu yang sepertinya tak ada batasnya. 3 hari sudah berlalu, saatnya Pak Joko pulang. Aku kembali ke kehidupan normalku setelah 10 hari menjadi istri Pak Joko. 1 minggu kemudian, Pak Joko menelpon ke hpku. Aku langsung menutup dan mengunci pintu kamarku.

"ada apa Pak,,nelpon Maya?".

"sabtu besok,,Maya sayang ada acara gak?".

"gak ada kayaknya,,kenapa emangnya Pak?".

"ke vilanya Pak Anton yuk,,Pak Anton udah kangen katanya,,".

"boleh,,berapa hari?".

"tergantung,,Maya sayang bisanya berapa hari?".

"5 hari kayaknya, gak apa-apa kan?".

"ya gak apa-apa lah,,kan Maya sayang yang nentuin,,".

"yaudah,,ntar Maya yang ke rumah Pak Joko,,suruh Pak Anton tunggu di rumah Pak Joko ya,,".

"beres deh,,sayangku".

Hari sabtu tiba, aku pamit ke orang tuaku kalau aku akan nginep di rumah temanku. Aku berangkat ke rumah Pak Joko dengan tas yang lumayan besar karena aku mempacking pakaian untuk 5 hari.

"eh,,Maya sayang udah dateng,,ayo masuk,,", kata Pak Joko.

"makasih Pak,,", aku lewat di hadapan Pak Joko, Pak Joko langsung menepuk pantatku.

"halo Maya !!", sapa Pak Anton langsung memelukku.

"alo Pak Anton,,", balasku. Pak Anton melepas pelukannya terhadapku.

"aduh,,udah lama gak ketemu,,kamu makin cantik aja,,", Pak Anton mencubit pipiku.

"aduh,,sakitt nih,,", kataku sambil mengelus-elus pipiku.

"maap,,abis kangen banget,,udah 1 bulan gak ketemu,,".

"eh,,neng Maya udah dateng,,", Pak Edo keluar dari kamar Pak Joko.

"eh,,ada Pak Edo juga,,".

"oh iya,,Maya sayang ngapain bawa tas gede kayak gitu?", tanya Pak Joko.

"ya bawa baju,,masa bawa emas,,hihi,,".

"lho,,neng Maya ngapain bawa baju? kan ntar di villa juga,,neng Maya bakal buka baju terus,,hehe", ujar Pak Edo.

"iya sih,,tapi kan,,".

"yaudah,,kamu bawa aja tasnya,,", kata Pak Anton.

"sini,,biar bapak yang bawain,,", Pak Joko langsung mengambil tasku.

"makasih,,Pak Joko,,".

"yaudah, kita langsung berangkat aja yuk!", ajak Pak Anton.

"yok,,".

Pak Joko menaruh tasku di bagasi mobil Pak Anton.

"Joko,,lo yang nyetir,,gue pengen duduk di belakang ama si nona manis ini,,", kata Pak Anton.

"gue juga,,", tambah Pak Edo.

"ya ude,,gue yang nyetir,,". Pak Joko langsung masuk ke dalam mobil sementara Pak Anton menyuruhku duduk di tengah. Lalu Pak Anton duduk di sebelah kananku, dan Pak Edo duduk di sebelah kiriku.

"ayo Maya,,buka baju dong,,", pinta Pak Anton.

"kan belum nyampe vila,,masa Maya udah disuruh buka baju?", tanyaku.

"ya abis,,kangen ngeliat body kamu,,".

"yee dasar,,Pak Anton ama Pak Edo,,emang kangen banget ya?".

"iya neng Maya,,kangen banget,,".

"tapi kalo Maya buka baju di mobil ntar keliatan dong dari luar?".

"gak kok,,mobil om pake kaca film,,jadi gak keliatan dari luar,,".

"ya udah,,tapi bukain baju Maya ya,,kan Pak Anton ama Pak Edo yang punya keperluan,,hehe".

"dengan senang hati,,nona manis", jawab Pak Anton.

Dalam waktu sekejap, aku sudah telanjang di tengah-tengah 2 pria ini. Tanpa basa-basi lagi, Pak Anton langsung melahap payudara kananku dan Pak Edo menikmati sajian payudara kiriku.

"mmmhhh,,teeruusshh,,", desahku. Tangan Pak Anton berusaha menyelip masuk melewati pahaku. Aku sedikit melebarkan kedua pahaku sehingga tangan Pak Anton langsung bisa menyelip masuk melalui celah pahaku. 1 buah jari Pak Anto sudah masuk ke dalam vaginaku sedangkan Pak Edo menggunakan jari tengahnya untuk mengelus-elus dan menekan-nekan klitorisku.

"oohhh,,", desahku semakin kencang karena kini, 3 titik sensitifku sedang dimainkan oleh Pak Anton dan Pak Edo. Tanpa sadar, aku melebarkan kedua kakiku sebagai respon dari permainan jari Pak Anton yang terus mengocok vaginaku. Pak Anton menambahkan 1 jarinya lagi ke dalam vaginaku karena kakiku sudah terbuka lebar sehingga Pak Anton lebih leluasa mengaduk-aduk vaginaku. Payudara kananku sudah berlumuran air liur Pak Anton begitu juga dengan payudara kiriku yang sudah berlumuran air liur Pak Edo.

"oouuuhh,,", aku mengejang dan mendesah, cairanku langsung menyemprot 2 jari Pak Anton yang menyumpal lubang vaginaku.

Pak Anton mengeluarkan 2 jarinya keluar dari vaginaku, tapi 2 jari Pak Edo langsung menyangsang di dalam vaginaku dan Pak Antonlah yang sekarang memainkan klitorisku sampai aku mengalami orgasme lagi.

"memeknya neng Maya emang manis banget,,", kata Pak Edo sambil menjilati 2 jarinya yang berlumuran cairanku.

"bener lo Do,,enak banget,,", Pak Anton juga menjilati 2 jarinya sendiri.

"udah ya ngobok-ngoboknya,,lemes nih,,", pintaku.

"yaudah,,kalo gitu,,karaokean aja,,".

"nah,,kalo karaokean doang,,Maya siap deh,,sekarang,,keluarin adek kecilnya dong,,".

"oke,,". Pak Anton dan Pak Edo melepaskan celana panjang serta celana dalam mereka.

"siapa yang mau di karaokein duluan?".

"om dulu,,", ujar Pak Anton.

"gak,,bapak dulu,,", kata Pak Edo tidak mau kalah.

"udah,,jangan berantem,,Pak Anton duluan,,abis itu baru Pak Edo deh,,".

"yah,,", Pak Edo keliatan kecewa.

"tenang aja Pak Edo, sini…dedeknya,,Maya pijetin,,".

"wah,,okeh dah,,nyang penting dipegang ama neng Maya,,hehe".

Aku jongkok di depan Pak Anton yang sedang duduk. Susah juga mengambil posisi untuk bersiap 'karaokean' di mobil, tapi aku bisa mengambil posisi yang tepat. Kini, Pak Edo duduk di sebelah Pak Anton. Aku menggenggam penis Pak Anton dengan tangan kiriku dan menggenggam penis Pak Edo dengan tangan kananku. Aku mulai menghangatkan penis Pak Anton dengan mulutku. Aku bersihkan penis Pak Anton dengan seksama hingga aku bisa meminum sirup putih kental Pak Anton. Aku menganga ke arah Pak Anton untuk menunjukkan spermanya yang tertampung di mulutku. Pak Anton menutup mulutku, aku pun menelan sperma Pak Anton.

"gimana Maya,,enak gak peju Om?".

"enak Pak,,nah,,Pak Edo,,udah siap belom karaokean ama Maya?", tanyaku sambil mengelus-elus kepala penis Pak Edo yang isinya belum kukuras. Pak Edo membuka selangkangannya lebar-lebar.

"neng Maya,,kayaknya pantat bapak gak bersih,,tolong bersihin dong,,".

"oce Pak Edo,,".

Tanpa ragu-ragu, aku menjilati lubang pantat Pak Edo sehingga Pak Edo langsung menggelinjang.

"neng Maya,,neng Maya,,udah cantik, bohay, mau disuruh apaan aja,,coba neng Maya jadi istri bapak,,bakal bikin anak mulu tiap hari,,hehe".

"ah,,Pak Edo bisa aja,,Maya lanjutin ya karaokein dedeknya ama sekalian bersihin pantat Pak Edo,,".

"iya,,yang bersih ya neng Maya,,".

"oce,,". Tak beberapa lama, aku sudah bisa meminum sperma Pak Edo.

"Maya,,pantatnya Om belom dibersihin,,".

"oh,,mau dibersihin juga? yaudah,,". Aku berpindah ke selangkangan Pak Anton lagi dan mulai membersihkan lubang anus Pak Anton. Penis Pak Anton pun sudah berdiri lagi.

"aduh,,dedenya bangun lagi,,tolong dinina boboin lagi dong,,".

"siap, Pak Anton,,".

Selesai membuat Pak Anton menumpahkan isi penisnya ke dalam mulutku untuk kedua kalinya, Pak Edo menepuk pundakku.

"neng Maya,,dede'nya bapak juga bangun nih,,tolong di nina boboin juga dong,,".

"beres Pak,,". Begitulah kerjaanku selama di dalam mobil, aku selalu berpindah-pindah dari selangkangan Pak Anton ke selangkangan Pak Edo dan sebaliknya.

Aku terus menina bobokan 'adik kecil' mereka sekaligus membersihkan lubang pantat mereka hingga akhirnya mereka sudah puas. Pak Anton menyuruhku duduk di tengah lagi. Mereka berdua memainkan vagina dan klitorisku lagi. Akhirnya, perjalanan yang 'melelahkan' itu selesai, kami sudah sampai di vila Pak Anton.

"Pak Anton,,mana baju Maya?".

"udah…gak usah pake baju lagi, vila Om kan terpencil,,".

Pak Edo dan Pak Anton yang membawa pakaianku keluar dari mobil, Pak Anton mengambil tasku dan membawanya ke dalam vila. Aku tidak punya pilihan lain, aku keluar dari mobil tanpa ada sehelai benang pun yang menutupi tubuhku. Angin dingin langsung menyerangku, aku menggigil kedinginan. Pak Joko yang baru keluar dari mobil langsung menghampiriku.

"Maya sayang, kedinginan ya?".

"iya Pak,,", jawabku gemetaran.

"bapak angetin ya pake ini,,", kata Pak Joko mengelus penisnya.

"ha? disini?".

"iya,,bapak udah gak nahan gara-gara tadi di mobil,,bapak cuma bisa dengar Maya sayang yang lagi keenakan,,".

"tapi,,ntar keliatan orang,,".

"tenang aja, kan vila Anton jauh dari keramaian,,".

"tapi kan…".

"ayo dong Maya sayang, sekali coblos aja,,masa tega ngebiarin kontol bapak tegang begini?".

"mm,,yauda deh,,mau Maya jilatin dulu nggak?".

"wah…makasih banget,,nih,,".

Aku jongkok dan senderan ke pintu mobil, Pak Joko menyodorkan penisnya ke mulutku, aku langsung menyambar penis Pak Joko dengan mulutku. Aku ciumi seluruh bagian penis Pak Joko lalu aku emuti kepala penis dan buah zakarnya, setelah itu baru aku jilati dari pucuk kepalanya hingga ke pangkal penisnya.

"nah sekarang udah siap nih Pak,,mau coblos dimana?".

"di pantat aja,,bapak lagi pengen maen di tempat yang sempit banget,,".

"oke,,". Aku membelakangi Pak Joko, aku berpegangan pada atap mobil dan membungkukkan tubuhku.

"Maya sayang,,siap ya?".

"siap Pak,,silahkan dicoblos,,".

"Maya sayang emang paling pengertian deh,,". Pak Joko menampar pantatku dengan kencang, aku hanya mengeluarkan senyum manisku saja.

"sleebb,,", penis Pak Joko sudah menyelip masuk ke dalam celah anusku yang sempit.

"aduuhh,,sempiitth!”, desah Pak Joko. Pak Joko mulai memompa anusku dengan sangat bersemangat, mungkin karena nafsunya yang baru bisa tersalurkan sekarang.

"aaahhh,,", desahku.

Kedua buah payudaraku berguncang maju mundur seiring dengan tubuhku. Pak Edo keluar dari dalam vila sehingga dia bisa melihat aku yang sedang dipompa oleh Pak Joko.

"waduh,,udah ngangetin badan aja lo,,Ko,,".

"hehe,,iya,,", balas Pak Joko tanpa berhenti menggenjot anusku.

"neng Maya,,neng Maya,,coba kontol bapak masih kuat,,eh Ko,,cepetan lo,,ditungguin ama Anton,,".

"iye,,udeh lo sono,,ganggu gue lagi maen ama bini aje,,".

"du ileh bini lo,,neng Maya kan bini bersama,,udah ah,,gue masuk,,dingin banget,,".

Aku dan Pak Joko pun bisa berkonsentrasi penuh lagi. 2 kali orgasme bisa memunculkan rasa hangat dari dalam tubuhku. Beberapa menit kemudian, Pak Joko menyemburkan spermanya ke dalam anusku.

"Maya sayang udah anget belum?".

"udah Pak,,masuk ke dalem aja yuk,,takut dingin lagi,,".

"sini,,bapak gendong,,", Pak Joko pun langsung menggendong tubuhku.

"aduh,,Pak Joko ada-ada aja,,Maya pake digendong segala,,", kataku manja.

"iya dong,,biar Maya sayang gak capek,,". Pak Joko menggendongku masuk ke dalam vila.

"wah,,ini dia bini kita,,sini", kata Pak Edo. Pak Joko menaruhku di antara Pak Anton dan Pak Edo yang sedang duduk di sofa sambil menonton tv.

"lo abis ngentot ama Maya ye diluar ye Ko?", tanya Pak Anton.

"iye,,abisnye kontol gue panas gak kebagian di mobil..".

"ye tapi kalau Maya sakit?".

"ah,,gak apa-apa kok Pak Anton,,kasian tadi Pak Joko gak kebagian,,", jawabku.

"tuh kan,,makanye santai aja ama si nona manis kita satu ini,,", ujar Pak Joko.

"gimane? bini kite udah dateng?", kata seseorang yang turun dari tangga.

"wah,,ada Pak Fais,,".

"nah,,itu dia selimut kita dateng juga,,", kata orang kedua yang turun dari tangga.

"eh,,ada Pak Parman,,", kataku.

"dari tadi di tungguin,,dateng juga boneka kita,,", kata orang terakhir yang turun dari tangga.

"ada Pak Roni juga,,".

Kini, aku dikelilingi 6 om-om yang sudah sangat bernafsu melihat tubuh montokku.

"neng Maya,,main yuk,,udah kangen nih,,hehe,,", kata Pak Fais.

"siapa aja nih yang kangen? biar sekalian aja,,", tanyaku menggoda mereka berenam.

"bapak,,", kata Pak Parman.

"bapak juga,,", kata Pak Roni.

"Pak Anton, Pak Edo, ama Pak Joko gak? main bareng aja yuk sekalian,,", ajakku.

"mau banget sih,,tapi masih capek,,", jawab Pak Edo.

"iya,,Om juga,,", ujar Pak Anton.

"kalo Pak Joko? biasanya gak pernah nolak?".

"iya,,tapi bapak masih capek nih,,".

"yaudah,,Neng Maya,,kita maen berempat aja,,".

"yuk,,". Kami berempat berjalan menuju ke salah satu kamar. Selama berjalan, Pak Fais, Pak Parman, dan Pak Roni iseng meremas-remas payudara serta pantatku.

"aduh,,udah gak sabar ya?", tanyaku karena Pak Fais asik meremas-remas pantatku.

"iya,,udah lama gak pulang ke rumah,,".

"ah,,bisa aja,,oh iya,,bentar,,Maya mau minum obat dulu,,".

"obat anti hamil?", tanya Pak Roni.

"iya,,".

"nih,,tadi Anton ngasih bapak,,".

"mau minum pake air gak?", tanya Pak Parman.

"gak usah Pak,,langsung Maya telen aja,,". Setelah aku minum obat, mereka bertiga menggiringku ke kamar. Mereka bertiga langsung melucuti pakaian mereka.

"wah,,kontol bapak tau aja mau pulang ke rumah,,udah gak sabar,,hehe".

"yaudah,,kita mulai,,". Mereka bertiga langsung mengeroyokku, aku pun melayani mereka dengan senang hati dan terus menerus hingga akhirnya penis mereka sudah tidak bisa bangun lagi. Pak Fais, Pak Parman, dan Pak Roni sudah selesai melampiaskan nafsu mereka kepadaku.

"neng Maya,,kita ke bawah dulu ya,,mau ngerokok,,", Pak Fais meminta izin. Aku hanya mengangguk dan tersenyum saja karena tenagaku belum kembali setelah dikeroyok mereka bertiga. Setelah beberapa menit beristirahat, aku ingin ke kamar mandi. Tapi, saat aku baru mau bangkit dari ranjang yang sudah acak-acakan, tiba-tiba Pak Joko, Pak Anton, dan Pak Edo masuk ke dalam kamar.

"wah,,kloter kedua udah dateng nih,,", kataku.

"iya nih,,gak enak juga di bawah doang,,dingin,,enakan disini ama kamu,,kan anget,,hehe", kata Pak Anton.

"yaudah,,sini,,", kataku sambil menggerakkan jariku seperti menantang mereka bertiga untuk maju.

"cihuy,,emang neng Maya paling mantep deh,,", kata Pak Edo.

"namanya juga si nona manis,,", kata Pak Joko.

Service terbaik kukeluarkan pada kloter kedua hingga mereka benar-benar puas. Mereka meninggalkanku di kamar yang sangat kental dengan bau sperma dan bau persetubuhan. Tenagaku yang sudah habis membuatku tertidur dengan mudah meskipun mulut, lubang anus, dan lubang vaginaku masih belepotan sperma. Aku terbangun dan melihat jam sudah menunjukkan jam 5 sore.

"ah,,mandi ah,,badan gue udah bau banget,,".

Aku mandi untuk membersihkan tubuhku yang lengket karena sperma dan keringat. Setelah mandi, aku menyemprotkan minyak wangi ke seluruh tubuhku karena aku tau 6 om-om itu akan tambah bernafsu jika tubuhku wangi. Aku turun ke bawah untuk mencari mereka.

"wah,,lagi pada nonton bokep ya?".

"iya nih,,sini,,Maya sayang ikut nonton juga,,".

"oke,,". Aku duduk dan menonton film bokep bersama 6 Om-om itu. Bayangkan saja, seorang gadis muda yang tanpa busana menonton film bokep bersama 6 Om-om yang siap menerkamku kapan saja.

"jadi mau praktekkin nih,,". Aku langsung disergap oleh 6 pria paruh baya itu dan benar saja dugaanku, tubuhku yang wangi membuat mereka sangat bernafsu ketika menyetubuhiku secara bergiliran. Tubuhku benar-benar menjadi penghangat bagi mereka di daerah puncak yang dingin, tapi aku tidak keberatan karena penis mereka membuatku ketagihan. Aku kecape'an karena harus melayani 6 pria tanpa berhenti, tapi mereka mengerti sehingga mereka memutuskan untuk membuatkanku makan malam. Setelah makan malam, aku diperbolehkan memakai piyamaku, tapi piyamaku telah dimodif. Baju piyamaku dipotong tepat di dadaku sehingga payudaraku tetap saja terbuka dan celanaku juga dipotong tepat di daerah selangkanganku memanjang ke belakang hingga ke belahan pantatku.

"yah,,ini mah sama aja,,", kataku.

"kan biar kita bisa ngeliat tempat favorit kita terus,,".

"ye,,dasar,,om-om ini,,".

"oh ya May,,tolong olesin ini ke kontol kita,,abis itu lap pake anduk anget,,".

"emang buat apa?".

"ada deh,,". Dengan telaten, aku mengolesi penis mereka berenam dengan suatu balsem lalu menutupi penis mereka dengan handuk hangat. 15 menit kemudian, penis mereka mengeras dan berdiri sangat tegang.

"hayo Maya,,kontol kita udah keras nih,,tanggung jawab kamu,,".

"curang nih,,kan tadi gak bilang kalau bisa kayak gini,,".

"pokoknya tanggung jawab soalnya kontol kita gak bisa tidur ampe 6 jam,,".

"aduh,,begadang dong,,".

"iya,,".

"yauda deh,,sini semuanya,,Maya gak takut,,".

"oke,,serang !!".

Mereka dengan ganas menjarah tubuhku dan hari itu aku pun menjadi bulan-bulanan mereka hingga tubuh pegal-pegal dan berlumuran sperma. Aku sungguh menikmati kehidupan seksku yang liar, lain kali akan kuceritakan pengalamanku yang lain. Sampai sini dulu ya, ciao!

Read More
 

©2011Pojokan Dewasa | by TNB