Selingkuh dengan Kakak Ipar

Sore itu aku baru saja mengantar istriku Ine piknik ke Bali bareng-bareng murid SMU dan teman-temannya sesama guru. Aku antar sampai bis berangkat menuju Bali diiringi lambaian tangan istriku tercinta. Sebelum berangkat istriku berpesan agar segera mengembalikan uang yang dipinjamnya kepada istri kakaknya, yang berarti adalah kakak iparku juga yang bernama Arti. Walaupun cuaca agak mendung, tetapi kuantarkan juga uang itu kepada kakak ipar istriku. Sampai di sana ternyata sepi, nggak ada orang dan pintu rumah tertutup rapat. Ku ketuk pintu rumah "Dok..dok..dok....kula nuwun", sapaku. Nggak ada jawaban. Berulang-ulang kuketuk pintu juga nggak ada jawaban. Akhirnya iseng-iseng pegangan pintu ku dorong, ternyata pintu nggak terkunci. Teledor benar kakak iparku ini, begitu pikirku. Aku masuk ke kamar tamu, sepi. Sayup-sayup ku dengar suara gemercik air di kamar mandi belakang. Segera aku ke sana dan menyapa kakak iparku. "Mbak.. mbak" sapaku agak keras, karena suara air mandipun keras juga. "Siapa itu?" jawab dari dalam. "Aku...Unang" jawabku. "Ada apa.." tanyanya lagi. "Ini mbak aku disuruh Ine mengembalikan uang yang dipinjam kemarin" jawabku. "Ya..tunggu sebentar" jawab mbak Arti dari dalam kamar mandi. Akhirnya aku duduk-duduk di depan TV sambil menonton acaranya. Lima menit berlalu, sepuluh menit, limabelas menit sudah aku menunggu, ternyata mbak Arti belum juga kelar acara mandinya. Iseng-iseng aku bangkit menuju kamar mandi dan mencoba melihat dari luar apa yang sedang dilakukan kakak iparku ini. Waah....ada lubang kunci, itu cukup buatku untuk mengintipnya. Deg..plasss...jantungku seakan rontok melihat pemandangan yang belum pernah aku saksikan. Kulihat kakak iparku ini sedang menggosok-gosok badannya dengan sabun mandi sambil duduk di pinggir kamar mandi dengan kaki mengangkang. Terlihat jelas di mataku, karena posisi duduknya menghadap ke pintu kamar mandi. Wajahnya terlihat memerah, matanya tertutup rapat dan bibirnya menganga sambil sesekali mengeluarkan erangan halus, "ahhhhgg...ahhhhhg...ssshh". Kulihat payudaranya ranum banget, walaupun agak kecil, putingnya merah dan menegang, indah sekali. Pandangan ku alihkan ke bawah. Srettt..darahku mendidih seketika, karena vagina-nya terlihat sangat bagus, seperti mawar merah yang sedang merekah, yang sekelilingnya dihiasi dengan bulu-bulu halus membentuk lingkaran di sekitar mulut luar dan sekitar perut. Mbak Arti terus menggosok payudara dan vaginanya sambil pantatnya bergoyang-goyang. Diantara keluarga kami, mbak Arti ini mempunyai pantat yang paling bagus, padat dan besar, tetapi serasi dengan bentuk tubuhnya. Ohhh. Rupanya kakak iparku ini sedang masturbasi. Aku tak begitu saja menyia-nyiakan kesempatan ini. Kuteruskan kegiatanku mengintip. Pantat mbak Arti semakin bergetar keras ketika jarinya menyentuh klitoris yang menyembul di antara vagina-nya. Digosoknya vagina-nya dengan gerakan memutar seirama dengan goyangan pantatnya. Mungkin sudah klimaks, karena kulihat mbak Arti mengejang dan meluruskan kakinya sambil menciumi ketiaknya sendiri. Khawatir ketahuan aku segera berjingkat-jingkat menuju depan TV dan kembali duduk, Pura-pura membaca Koran yang ada di depanku. Jegleggg...pintu kamar mandi dibuka. Kakak iparku keluar dari kamar mandi dengan mengenakan daster tipis tembus pandang, hingga membuat tenggorokanku kering menahan gejolak seksku yang kian meninggi. Tetapi aku pura-pura acuh dan bertanya "Mas Dwi pergi ke mana to mbak" tanyaku basa-basi. "Masmu baru penataran di Ungaran selama 3 hari, tadi siang baru berangkat, mbak mengantar sampai terminal" sahutnya. Wahhh..duda ketemu janda nich, pikirku. "Ini mbak titipan dari Ine, mohon maaf karena baru sekarang baru bisa ngembali’in" kusampaikan permintaan maaf istriku sambil memberikan amplop berisi uang "Ah..nggak apa-apa" sahutnya. Baru berbincang-bincang sebentar, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya seakan-akan mengguyur bumi ini. "Waduh..hujan" kataku memecah suara hujan yang jatuh di atas genting. "Ya berteduh dulu to di sini, nggak usah sungkan, wong di rumah saudara aja. Sebentar mbak buat’in minuman hangat" sahutnya. Mbak Arti berjalan ke dapur. Cleguk...aku menelan ludah karena kulihat pantat mbak Arti bergoyang ke kanan dan ke kiri, seakan-akan menantang setiap lelaki untuk menjamahnya. Kulihat terus setiap gerakan tubuhnya dengan seksama. Darahku seakan berhenti ketika kakak iparku ini mengaduk minuman di gelas. Seluruh tubuhnya bergoyang, payudaranya, perutnya, pantatnya pokoknya syuur banget. Tiba-tiba dia lari dari dapur menuju ke arahku dan memelukku erat-erat sambil berteriak, "Dik Unang, kakak jijik lihat kecoa di dekat gelas itu" katanya sambil menunjuk ke arah dapur. "Tenang mbak, tenang, ayo kita bunuh kecoa itu" sahutku sambil tetap memeluk kakak iparku itu dan berjalan menuju dapur. Dengan sebuah gagang sapu, kubunuh kecoa itu dan kubuang ditempat sampah, tetapi anehnya kegiatan itu kulakukan dengan tetap berpelukan dengan kakak iparku itu. Jantungku mulai berdetak sembarangan. Nafsu mulai naik ke ubun-ubun. Tiba-tiba kedua mata kami beradu pandang, lama sekali sambil nafas kami terengah-engah. Sementara hujan berubah menjadi rintik-rintik, mendukung suasana menjadi dingin dan sepi. Nggak sadar, entah siapa yang memulai, bibir kami saling berpagut, hangat. Kulumat bibir kakak iparku itu dengan penuh nafsu. Sekali-sekali kugigit bibirnya dan kumainkan lidahku di atas langit-langit mulutnya. Nafsu seks sudah mengasai kami berdua. Aku tahu itu tidak boleh, tetapi kami nggak kuasa untuk menghentikannya. Kami semakin tenggelam dalam birahi. Kini leher jenjang kakak iparku menjadi sasaranku berikutnya. Kuciumi dan kujilat sepuasnya. Hampir saja aku mencipok lehernya itu, kalau tidak ditepis oleh kakak iparku itu dan memprotes, "Jangan dik..nanti membekas", larangnya. Kemudian kujilat kuping belakang mbak Arti sambil kubisikkan sesuatu. Ia mengangguk. Sambil masih tetap berdiri di pinggir wastafel dapur kulepas pakaiannya satu per satu. Hingga kini tak selembar benangpun melilit tubuhnya. Kupandangi tubuh indah itu sampai lama, hingga lidahku tahu-tahu sudah memainkan puting payudara yang sudah memerah tegang itu. Pelan-pelan kaki kanannya ku angkat dan kuletakkan di pinggir wastafel itu. Jemarikupun refleks memainkan bulu-bulu halus di sekitar vaginanya. Kudengar kakak iparku melenguh-lenguh tanda terangsang. "Ah.... ouhgh..... sshh.... nikmat.. terus....". Dengan penuh nafsu serangan kuteruskan dengan lidah di bibir vaginanya yang sudah basah oleh cairan hangat itu. Kujilat–jilat mesra sambil sesekali menggigit bagian dalam bibir vagina itu. Rupanya seranganku membuahkan hasil. Mbak Arti bergetar keras dan mengajakku pindah ke sofa. Kami duduk berpangkuan sambil terus melakukan kontak seksual. Kini giliran Mbak Arti yang gantian menyerangku. Dicopotinya semua pakaianku. Ia sempat terbelalak begitu melihat penisku. Entah apa yang dirasakannya. Yang jelas ia langsung melahap penisku sampai habis. Diisap-isap, dikocok-kocok dan dijilati sampai puas. Gantian aku yang menggelinjang hebat, karena terus terang aku sudah terangsang ketika aku mengintip kakak iparku ini mandi. "Mmmmhhhh....srup....srup.." penisku dihisap-hisap sampai badanku merinding semua. Ia memandang mataku dan memberi tanda agar pindah ke kamar tidurnya. Kami berbaring dengan ambil posisi 69. Kini didepan wajahku terpampang vagina yang menganga dan memerah. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, langsung ku serang vagina itu hingga Mbak Arti menggelinjang penuh kenikmatan. Tetapi sebaliknya Mbak Artipun semakin gencar menyerang peny-ku dengan tak kalah hebatnya. Tiba-tiba ia bangun dan mendorongku hingga jatuh telentang. Hujan belum juga berhenti. Dalam hati kunyayikan lagu anak-anak yang kugubah syairnya, TIK..TIK...TIK BUNYI HUJAN DI ATAS RANJANG. Ia mulai ambil posisi membelakangiku dan membimbing peny-ku masuk ke dalam lobang vagina yang sudah becek itu disertai gerakan naik turun. Pelan-pelan....agak cepat....sampai seperti kesetanan ia terus menggoyang pantatnya naik turun. Kuimbangi gerakannya dengan mendorong peny-ku maju mundur. Mulutnya menceracau tak karuan. Dengan masih melakukan gerakan tadi kuremas-remas payudara yang kini semakin mengeras itu. Hingga akhirnya ia menjerit kecil "Ohhhh..aku sudah nggak tahan lagi dik....Ahsh..". Segera kuambil posisi konvensional. Kutelentangkan ia, pahanya ku buka lebar-lebar dan tumitnya kuletakkan di bahuku. Kuterobos lubang menganga itu dengan rudalku, dan kuserang habis-habisan. Permainan ini kami lakukan hampir 1 jam, sampai kakak iparku berdesah hebat sambil berkata "Ahg....ough..sh... Aku mau keluar dik. Ohhhg". Kutambah kecepatan permainanku karena akupun sudah mendekati detik-detik orgasme. Kurasakan darah mengalir dari seluruh tubuh ke peny-ku Kugoyang, kugoyang dan kugoyang terus, sampai masing-masing kami mencapai puncak kenikmatan dengan kusemburkan mani ku ke dalam vagina kakak iparku itu sambil memeluknya erat-erat. Sepuluh menit kami berpagut mesra. Hingga akhirnya kami kenakan pakaian kami kembali. "Mbakkk.." panggilku. "Mmhhhhh.." jawabnya manja. "Aku sebetulnya sudah mengintip waktu mbak tadi mandi" godaku. "Ahhhh..kamu nakal.." sungutnya sambil mencubit lenganku keras-keras. Senda gurau berakhir sampai aku berpamitan pulang dan kebetulan hujan sudah agak reda. Sebelum pulang kucium mesra pipi dan bibirnya sambil kubisikkan di telinganya "Mbak adalah kakak iparku tersayang".

Read More

Tergoda Tante Mona

Sebut saja namaku Setio, usiaku 32 tahun, sudah empat tahun perkawinanku tapi seorang anak belum kami dapatkan. Karena cintaku pada istriku, tidak ada niat untukku berselingkuh, tapi sejak perkenalanku dengan wanita itu, aku tergoda untuk selingkuh. Perkenalanku dengan wanita itu berawal 2 tahun yang lalu, saat kakak istriku mau menikah, kami mengunjungi rumah calon mempelai wanita untuk melamar, aku melihat seorang wanita berumur kira-kira 40 tahunan yang kutahu dia adalah istri dari pamannya calon pengantin wanita, dan kutahu kemudian namanya Tante Mona, karena kami sama-sama panitia perkawinan iparku.

Awalnya kuanggap biasa perkenalan ini, tetapi pada waktu hari perkawinan iparku, aku terpana melihat kecantikan Tante Mona yang memakai baju kebaya bordiran, sehingga lekuk tubuh dan bentuk payudaranya terbayang ditutupi kemben (pakaian kain Jawa) hitam yang membuatku ingin sekali melirik kemana perginya Tante Mona dan membayangkannya di saat Tante Mona telanjang.

Setelah acara pernikahan itu selesai, otomatis kami jarang sekali bertemu, karena Tante Mona harus menemani suaminya yang tugas di Surabaya. Hampir satu tahun lamanya aku ingin melupakan dirinya, tetapi ketika iparku memiliki anak, aku bertemu lagi dengan Tante Mona pada waktu menengok bayi. Saat itu Tante Mona mengenakan baju dan jeans ketat, sehingga lekuk tubuhnya membayangi lagi pikiranku yang terbawa hingga kutidur.

Sebulan kemudian, ketika acara syukuran bayi iparku, tante Mona datang dengan suaminya dan ibunya Tante Mona yang duduk di kursi roda akibat sakit stroke yang katanya sudah 4 tahun diderita. Dan dari iparku, kuketahui Tante Mona sekarang satu bulan di Jakarta untuk menjaga ibunya dan satu minggu menemani suaminya di Surabaya.

Seminggu setelah itu, temanku datang ke rumah untuk menawarkan bisnis "MLM" berbasis food suplement yang dapat membuat beberapa penyakit sembuh. Langsung pikiranku tertuju kepada ibunya Tante Mona. Setelah dapat nomor telpon Tante Mona dari iparku, aku langsung menghubunginya. Setelah obrolan kami, Tante Mona setuju untuk mencobanya terlebih dahulu. Keesokan harinya, ketika aku mengantar obat itu, aku berharap bisa ketemu Tante Mona, tapi karena ibunya sedang anval, otomatis aku hanya bertemu pembantunya.

Satu minggu kemudian, tiba-tiba HP-ku berdering, sebenarnya aku malas menerimanya karena nomor yang tertera tidak kukenal, tapi dengan agak malas kuterima juga telpon itu yang rupanya dari Tante Mona.
"Dik.. Setio, ya..? Disini Tante Mona."
"Eh.. iya Tante.. apa khabar..?"
"Wah.., Dik.. tante senang loh kayaknya obat yang adik kirim buat ibu bagus sekali, ibu sekarang sudah nggak pakai kursi roda lagi.. kalau begitu tante pesan lagi yach..? Kapan bisa kirim..?"
"Selamet deh Tante.. eng.. kalau begitu besok siang deh.. Tante.. saya kirim ke rumah..!"
"Ya.. sudah.. sampai besok yach..!"

Keesokannya, pukul 11:00 aku ke rumah Tante Mona. Ketika sampai, aku disuruh menunggu oleh pembantunya di ruangan yang sepertinya ruang perpustakaan. Tidak lama kemudian Tante Mona muncul dari pintu yang lain dari tempat kumasuk ruangan itu. Saat itu Tante Mona mengenakan baju model jubah mandi yang panjang dengan tali di pinggangnya, dan mempersilakan aku duduk di sofa yang dia pun ikut duduk, sehingga kami berhadapan. Ketika dia duduk, satu kakinya disilangkan ke kaki yang lain, sehingga betisnya yang bunting padi dan putih bersih terlihat olehku, membuat pikiran kotorku kepada Tante Mona muncul lagi.

Kami mengobrol panjang lebar, Tante Mona menanyakan hal tentang perkawinanku yang sudah 4 tahun tetapi belum dikaruniai keturunan, sedangkan dia menceritakan bahwa sebenarnya Tante Mona menikah disaat suaminya telah mempunyai anak yang sekarang sudah kuliah. Setelah hampir satu jam kami mengobrol, Tante Mona mengatakan padaku bahwa ia senang kalau ibunya sudah agak membaik.
"Oh.. ya berapa nih harga obatnya..?"
"Ah.. sudah Tante, nggak usah, gratis kok, tujuan saya khan yang penting Ibu bisa baik."
"Ah.. nggak lah Dik, Tante ambil dulu yach uangnya di kamar."

Tante Mona berdiri dan masuk ke pintu tempat tadi dia datang, tapi pintu itu dibiarkannya terbuka, sehingga kulihat kalau kamar di sebelah ruang kududuk adalah kamar tidur Tante Mona. Dari dalam dia teriak ke arahku menanyakan harganya sambil memanggilku.
"Dik.. Setio, berapa sih harganya..? Kamu sini deh..!"
Dengan agak ragu karena perasaanku tidak enak masuk kamar orang lain, kuhampiri juga Tante Mona.

Begitu sampai di pintu, aku seperti melihat suatu mukjizat, dan tiba-tiba perasaanku terhadap Tante Mona yang pernah ada dalam pikiranku muncul. Tante Mona berdiri di samping tempat tidurnya dengan jubah yang dipakainya telah tergeletak di bawah kakinya. Aku melihat tanpa berkedip tubuh Tante Mona yang sedang berdiri telanjang dada dan pangkal pahanya tertutup celana dalam berwarna pink memperlihatkan sekumpulan bulu hitam di tengah-tengahnya.
"Dik, kalau kamu nggak mau dibayar sama uang, sama nafsu Tante Mona aja yach..? Kamu mau khan..?"
"E.. e.. eng.. bb.. boleh deh Tante..!"

Tiba-tiba kali ini aku bisa melihat Tante Mona yang setengah bugil dan memohon kepadaku untuk melayani nafsunya, kuhampiri dia sambil menutup pintu. Bentuk tubuh Tante Mona sungguh indah di mataku, kulitnya putih bersih, payudara yang berukuran 36B berdiri dengan tegaknya seakan menantangku, lekukan paha dan kaki jenjangnya yang indah dan betisnya yang bunting padi, persis bentuk tubuhnya penyanyi Jennifer Lopez. Aku seakan tidak bisa menelan ludahku karena Tante Mona sekarang tepat berdiri di depanku.

"Dik.. Setio, layani Tante yach..! Soalnya sudah dua bulan Tante tidak dijamah Om.."
"Iya.. Tante, ta.. tapi.. kalau anak-anak Tante datang gimana..?"
"Anak-anak kalau pulang jam 5:00 sore, lagi itu kan anak-anaknya Om."
"Ok.. deh Tante, Tante tau nggak, kalau hal ini sudah saya impikan sejak pernikahan Desi, soalnya Tante seksi banget sih waktu itu."
"Sekarang.. sudah nggak seksi dong..?"
"Oh.. masih.. apa lagi sekarang, Tante kelihatan lebih seksi."

Bibir tipisnya mencium bibirku dengan hangat, sesekali lidahnya dimainkan di mulutku, aku pun membalasnya dengan lidahku. Tangan lembutnya mulai melepaskan dasi dan bajuku hingga kami sudah telanjang bagian atasnya. Dada bidangku mulai diciumi dengan nafsunya, sementara lehernya dan pundaknya kuciumi. Wangi tubuhnya membuat nafsuku juga meningkat, sehingga batangku mulai mengeras mendesak celana dalamku. Tangannya mengelus celanaku di bagian batangku yang sudah mengeras, sedangkan aku mulai memainkan mulutku di payudaranya yang terbungkus kulit putih bersih, putingnya yang putih kemerahan sudah jadi bulan-bulanan lidah dan gigiku, kugigit dan kusedot, sehingga Tante Mona mengelinjang dan makin keras tangannya mencengkram batangku.

Celana panjangku mulai dibuka dengan tangan kirinya, lalu celana dalamku ditarik turun sehingga batangku sudah dipegang tangan halusnya dan mulai mengocok batangku.
"Dik.. batangmu besar sekali yach..? Kalau punya Om paling setengahnya aja, berapa sih besarnya..?"
"Kalau panjangnya 20 cm, kalau diameternya 4 cm."
"Wah.. gede banget yach.. pasti Tante puas deh.., boleh Tante isap nggak.."
Aku hanya mengangguk, Tante mona langsung jongkok di hadapanku, batangku dipegangnya lalu dimainkan lidahnya pada kepala batangku, membuatku agak gelisah keenakan. Batangku yang besar berusaha dimasukkan ke dalam mulut mungilnya, tetapi tidak bisa, akhirnya kepala batangku digigit mulut mungilnya.

Kira-kira 15 menit, dia berdiri setelah kelelahan mengulum batangku, lalu dia merebahkan dirinya di sisi tempat tidur. Kali ini aku yang jongkok tepat di sisi kedua kakinya, tangan kananku melepaskan celana dalam pinknya, saat itu juga aroma wangi langsung bertebaran di ruangan yang rupanya aroma itu adalah aroma dari vagina Tante Mona yang bentuknya sangat indah ditutupi bulu-bulu halus di sekitar liang vaginanya.
"Ah.. Tante Mon.. vagina Tante harum sekali, boleh saya jilatin..?"
"Ah.. jangan Dik.. kamu nggak jijik, soalnya si Om nggak pernah menjilatinya."
"Wah.. payah si Om.. vagina itu paling enak kalau dijilatin, mau yach.. Tante.. enak.. kok..!"
"Iya deh.. kalau kamu nggak jijik."

Paha putihnya sudah kuusap lembut dengan tangan kiriku, sementara jari tengah tangan kananku mulai menjamah liang vaginanya.
Kulihat Tante Mona melirik ke arahku sambil berkata, "Dik.. jilatnya yang enak yah..!"
Aku hanya mengangguk sambil mulai kutempelkan lidahku pada liang vaginanya yang rupanya selain wangi rasanya pun agak manis, membuatku semakin bernafsu untuk menjilatinya, sementara kulirik Tante Mona sedang merasakan geli-geli keenakan.
"Ah.. ah.. ssh.. argh.. iya.. yach.. Dik.. enak deh rasanya.. wah kalau gini.. besok-besok mainnya sama Dik Setio aja deh.. sama Om.. ntar-ntar deh.. abis.. enak.. banget.. sih.. Dik Setio mau khan..? Ah.. argh..!"

Aku tidak menjawab karena lidahku sudah menemukan biji klitoris yang rasanya lebih manis lagi dari liangnya, sehingga makin cepat kujilati. Rasa manisnya seakan-akan tidak pernah hilang. Tante Mona semakin menggelinjang tidak karuan, sementara tangannya menekan kepalaku yang seakan dia tidak mau kalau kulepaskan lidahku dari biji klitorisnya. Hampir 30 menit klitoris manis itu kujilati ketika tiba-tiba tubuh Tante Mona mengejang-ngejang, dan dari klitoris itu mengalir deras cairan putih bersih, kental dan rasanya lebih manis dari biji klitoris, sehingga dengan cepat kutangkap dengan lidahku, lalu kutelan cairan itu sampai habis. Tante Mona pun mendesah dan langsung tubuhnya lemas.

"Argh.. argh.. agh.. ssh.. sshh.. eegh.. eegh.. Dik.. Setio.. enak.. buangget.. deh.. kamu.. pintar.. membuat.. Tante.. keluar.. yang belum pernah Tante.. keluarin dengan cara begini.. kamu.. hebat deh, agh.. agh..!"
Kuubah posisi Tante Mona, kali ini kakinya terjuntai ke bawah, lalu kuposisikan batangku tepat di liang kemaluannya yang masih agak basah. Dengan jariku, kurenggangkan liang vaginanya, lalu dengan sedikit hentakan, batang kejantananku kudorong masuk, tapi agaknya vagina itu masih agak sempit, mungkin karena batangku yang besar. Kucoba lagi hingga 5 kali tapi belum bisa masuk.

"Tante.. Vagina Tante.. sempit.. yach.. padahal saya sudah tekan berkali-kali.."
"Iya.. dik.. mungkin karena belum pernah melahirkan.. yach.. tapi tekan.. aja terus.. biar batang adik.. masuk.. nggak apa-apa kok.. kalau sampai vagina saya robek.."
Kucoba lagi batangku kutekan ke dalam vagina Tante Mona. Akhirnya setelah 15 kali, Tante Mona menjerit keenakan, masuklah batang kejantananku yang super besar itu merobek liang kewanitaannya.

"Ooowww.. argh.. argh.. gila.. hegk.. hegk.. gede.. banget.. sich.. Dik batangmu rasanya nembus ke perut Tante nich.. tapi.. enak.. banget dech.. trus.. Dik.. trus.. tekannya.. argh.. argh..!" desahnya tidak menentu.
Kulihat Tante Mona berceracau sambil dengan perutnya berusaha menahan batangku yang masuk lubang kenikmatannya. Kutekan keluar masuk batangku pada vaginanya berkali-kali, tangannya memegang perutku berusaha menahan tekanan batangku pada vaginanya. Tanganku mulai meremas-remas payudaranya, kupelintir putingnya dengan jariku.

Hampir satu jam Tante Mona melawan permainanku. Tiba-tiba tubuh Tante mona menggelinjang dengan hebatnya, kakinya disepak-sepak seperti pemain bola dan keluarlah cairan dari vaginanya yang membasahi batangku yang masih terjepit di liang senggamanya. Cairan itu terus mengalir, sehingga meluber keluar membuat pahaku dan pahanya basah, tetapi aku belum merasakan apa-apa. Yang kukagetkan adalah ketika kulirik cairan yang mambasahi paha kami ada tetesan darahnya, aku berpikir bahwa selama ini Tante Mona pasti masih perawan walau sudah berkali-kali main dengan suaminya.

Kulihat tubuh Tante langsung tergolek loyo, "Argh.. arghh.. ssh.. aawww.. oohh.. Dik Setio.. kamu.. e.. emang.. hebat..! Batangmu.. yahud. Aku benar-benar puas.. aku.. sudah.. keluar. Besok.. besok.. aku hanya.. mau.. memekku.. dihujam.. punyamu.. saja. Ah.. arghh.. ah.. ah.. ah.. ah..!"
Badan Tante mona langsung kuputar hingga kali ini dia tengkurap, pantatnya yang dibungkus kulitnya yang putih bersih dengan bentuk yang padat dan sexy, membuat nafsuku bertambah besar. Kuangkat sedikit pantatnya supaya agak menungging dan terlihatlah vagina yang tersembunyi di balik badannya. Aku agak menunduk sedikit, sehingga memudahkan lidahku memainkan liang kemaluannya untuk menjilati sisa-sisa cairan yang baru saja dikeluarkan oleh Tante mona. Cairan itu sangat manis rasanya sehingga langsung kuhisap habis.

Setelah cairan itu habis, kutempelkan lagi batang keperkasaanku pada liang senggamanya. Karena tadi Tante mona sudah orgasme, jadi liang kemaluannya sedikit lebih lebar dan memudahkanku dalam menekan batang kejantananku untuk masuk ke lubangnya Tante Mona.
"Jleb.. bless.. jleb.. bless.. ah.. ah.. sedapnya.. memek.. Tante.. deh.. ah..!"
Aku memasukkan batang kejantananku ke liang Tante Mona dengan berceracau, karena liang senggama Tante mona sangat sedap sekali rasanya. Sementara kulihat Tante Mona tidak bersuara apa-apa, karena dia sudah tertidur lemas. Batang kejantananku keluar masuk liangnya dengan lembut, sehingga aku pun menikmatinya. Hal itu berlangsung satu jam lamanya. Tiba-tiba Tante Mona terbangun dan dia mengatakan bahwa dia mau mencapai orgasme yang kedua kalinya, dan meneteslah cairan kental lagi dari liang kewanitaan Tante mona yang membasahi batang kemaluanku.

"Agh.. agh.. aawww.. arghh.. sshh.. Dik.. Se.. Setio ka.. kamu memang.. he.. hebat..! Tante sampai dua.. kali.. keluar.., tapi.. kamu.. masih tegar.. argh.. sshh..!"
"Ah.. Tante.. saya juga sudah.. mau keluar.. saya.. mau.. keluarin.. di luar.. Tante.. agh..!"
"Jangan.. Dik Setio.. keluarin.. aja.. di dalam.. memek.. Tante.. Tante.. mau.. coba.. air.. mani.. Dik.. Setio. Siapa tahu nanti.. Tante bisa.. hamil.. Keluar di dalam.. yach.. Dik..!"
Tante Mona merengek meminta untuk air maniku harus dikeluarkan di dalam vaginanya, sebenarnya aku agak bingung atas permintaannya, tetapi setelah kupikir, aku dan Tante menginginkan seorang keturunan. Akhirnya kulepas cairan maniku ke liang senggamanya dengan sedikit pengharapan.

"Crot.. crot.. serr.. serr.. agh.. aghr.. agh.. Tante.. Tante mona.. memek Tante memang.. luar biasa.. argh.. argh..!"
"Ahh.. ahh.. Dik.. air mani.. kamu.. hangat.. sekali.. ahh.. Tante.. jadi segar.. rasanya..!"
Cairanku dengan derasnya membasahi lubang kemaluan Tante Mona, sehingga agak meluber dan rupanya Tante Mona menyukai air maniku yang hangat. Akhirnya kami pun ambruk dan langsung tertidur berpelukan.

Aku terbangun dari tidurku ketika batangku sedang dihisap dan dijilat Tante mona untuk mengeringkan sisa air maniku, jam pun sudah menunjukkan waktu 4:30. Aku berpikir bahwa hampir 3 jam aku dan Tante mona berburu nafsu birahi.
"Dik Setio, terima kasih yach..! Tante Mona puass deh sama permainan seks kamu.. Kamu lebih hebat dari suami saya. Kapan kita bisa main lagi..? Tante udah pingin main lagi deh.."
"Iya Tante, besok pun juga boleh. Habis saya juga puas. Tante bisa mewujudkan mimpi saya selama ini, yaitu menikmati tubuh Tante Mona dan Tante luar biasa melayani saya hampir tiga jam. Wahh, Tante memang luar biasaa.."
"Iya.., kamu pun hebat, Dik Setio. Saya suka sekali ketika batangmu menghujam memek saya. Terlebih air mani kamu, hanggatt.. sekali. Besok kita bisa main lagi khan..?"
"Iya.. sayangku. Sekarang kita bersih-bersih, nanti anak dan suamimu datang..!"
Kukecup bibir Tante Mona yang setelah itu kami membersihkan badan kami bersamaan. Di kamar mandi, Tante mona sekali lagi kusodok liang senggamanya sewaktu bershower ria.

Setelah itu, hampir setiap hari aku bertemu Tante Mona untuk memburu nafsu birahi lagi. Hingga sekarang sudah berlangsung 3 bulan lebih lamanya, dan yang agak menyejukkan hati kami berdua bahwa sejak sebulan lalu, Tante mona dinyatakan hamil.

Read More

Nikmatnya Vagina Wanita Arab

Aku mendapat tugas ke sebuah kota kabupaten di Kawasan Timur Indonesia. Ada sebuah peluang proyek baru disana. Aku berangkat dengan seorang Direktur. Setelah bertemu dengan para pejabat yang berwenang dan mengutarakan tujuan kedatangan kami, maka Direktur tersebut pulang terlebih dahulu karena masih ada urusan lain di Jakarta. Tinggalah aku disana mengurus semua perijinan sendirian saja. Hotel tempatku menginap adalah sebuah hotel yang tidak terlalu besar, namun bersih dan enak untuk tinggal. Letaknya agak sedikit di pinggiran kota, sepi, aman, dan transport untuk kemana-mana relatif mudah. Aku mendapat kamar dilantai 2 yang letaknya menghadap ke laut.

Setiap sore sambil beristirahat setelah seharian berputar-putar dari satu instansi ke instansi lainnya aku duduk di teras sambil melihat laut. Para karyawan hotel cukup akrab dengan penghuninya, mungkin karena jumlah kamarnya tidak terlalu banyak, sekitar 32 kamar. Aku cukup akrab dan sering duduk di lobby, ngobrol dengan tamu lain atau karyawan hotel. Kadang-kadang dengan setengah bercanda aku ditawari selimut hidup oleh karyawan hotel, mulai dari room boy sampai ke security. Mereka heran selama hampir 3 minggu aku tidak pernah bawa perempuan. Aku tersenyum saja, bukan tidak mau bro, tapi pikiranku masih tersita ke pekerjaan.

Tak terasa sudah 3 minggu aku menginap di hotel. Karena surat-surat yang diperlukan sudah selesai, aku bisa sedikit bernafas lega dan mulai mencari hiburan. Tadi malam aku kembali dapat merasakan kehangatan tubuh perempuan setelah bergumul selama 2 ronde dengan seorang gadis panggilan asal Manado. Aku mendapatkannya dari security hotel. Meskipun orangnya cantik dan putih, tetapi permainannya tidak terlalu istimewa karena barangnya terlalu becek dan sudak kendor, tapi lumayanlah buat mengurangi sperma yang sudah penuh.

Dua hari lagi aku akan pulang. Transportasi di daerah ini memang agak sulit. Untuk ke Jakarta aku harus ke ibukota propinsi dulu baru ganti pesawat ke Jakarta. Celakanya dari kota ini ke ibukota propinsi dalam 1 minggu hanya ada 4 penerbangan dengan twin otter yang kapasitasnya hanya 17 seat. Belum lagi cadangan khusus buat pejabat Pemda yang tiba-tiba harus berangkat. Aku yang sudah booking seat sejak seminggu yang lalu, ternyata masih masuk di cadangan nomor 5.

Alternatifnya adalah dengan menaiki kapal laut milik Pelni yang makan waktu seharian untuk sampai ibukota propinsi. Rencanaku kalau tidak dapat seat pesawat terpaksa naik kapal laut. Sore itu aku ngobrol dengan security, yang membantu mencarikan perempuan, sambil duduk-duduk di cafe hotel. Kami membicarakan gadis Manado yang kutiduri tadi malam. Kubilang aku kurang puas dengan permainannya. Tiba-tiba saja pandanganku tertuju pada wanita yang baru masuk ke cafe. Wanita itu kelihatan bertubuh tinggi, mungkin 168 cm, badannya sintal dan dadanya membusung. Wajahnya kelihatan bukan wajah Melayu, tapi lebih mirip ke wajah Timur Tengah. Security itu mengedipkan matanya ke arahku. ” Bapak berminat ? Kalau ini dijamin oke, Arab punya,” katanya.

Wanita tadi merasa kalau sedang dibicarakan. Ia menatap ke arah kami dan mencibir ke arah security di sampingku.

“Dewi, sini dulu. Kenalan sama Bapak ini,” kata security itu.
“Aku mau ke karaoke dulu,” balas wanita tadi. Ternyata namanya Dewi. Dewi berjalan kearah meja karaoke dan mulai memesan lagu.

Ruangan karaoke tidak terpisah secara khusus, jadi kalau yang menyanyi suaranya bagus lumayan buat hiburan sambil makan. Tapi kalau pas suara penyanyinya berantakan, maka selera makan bisa berantakan. Untuk karaoke tidak dikenakan charge, hanya merupakan service cafe untuk tamu yang makan disana. “Dekatin aja Pak, temani dia nyanyi sambil kenalan. Siapa tahu cocok dan jadi,” kata security tadi kepadaku. Aku berjalan dan duduk didekat Dewi. Kuulurkan tanganku, “Boleh berkenalan ? Namaku Jokaw”.

“Dewi,” jawabnya singkat dan kembali meneruskan lagunya. Suaranya tidak bagus cuma lumayan saja. Cukup memenuhi standard kalau ada pertunjukan di kampung.

Beberapa lagu telah dinyanyikan. dari lagu dan logat yang dinyanyikan wanita ini agaknya tinggal di Manado atau Sulawesi Utara. Dia mengambil gelas minumannya dan menyerahkan mike ke tamu cafe di dekatnya.
“Sendirian saja nona atau …,” kataku mengawali pembicaraan.
“Panggil saja namaku, Dewi,” katanya.

kami mulai terlibat pembicaraan yang cukup akrab. Dewi berasal dari Gorontalo. Ia memang berdarah Arab. Menurutnya banyak keturunan Arab di Gorontalo. Kuamati lebih teliti wanita di sampingku ini. Hidungnya mancung khas Timur Tengah, kulitnya putih, rambutnya hitam tebal, bentuk badannya sintal dan kencang dengan payudaranya terlihat dari samping membusung padat.

Kutawarkan untuk mengobrol di kamarku saja. Lebih dingin, karena ber-AC, dan lebih rileks serta privacy terjaga. Ia menurut saja. kami masuk ke dalam kamar. Security tadi kulihat mengangkat kedua jempolnya kearahku. Di dalam kamar, kami duduk berdampingan di karpet dengan menyandar ke ranjang sambil nonton TV. Dewi masuk ke kamar mandi dan sebentar kemudian sudah keluar lagi.

Kami melanjutkan obrolan. Ternyata Dewi seorang janda gantung, suaminya yang seorang pengusaha, keturunan Arab juga, sudah 2 tahun meninggalkannya namun Dewi tidak diceraikan. ia sedang mencoba membuka usaha kerajinan rotan dari Sulawesi yang dipasarkan disini. Dikta ini dia tinggal bersama familinya. Ia main ke hotel, karena dulu juga pernah tinggal di hotel ini seminggu dan akrab dengan koki wanita yang bekerja di cafe. dari tadi siang koki tersebut sedang keluar, berbelanja kebutuhan cafe.

Kulingkarkan tangan kiriku ke bahu kirinya. Ia sedikit menggerinjal namun tidak ada tanda-tanda penolakan. aku semakin berani dan mulai meremas bahunya dan perlahan-lahan tangan kiriku menuju kedadanya. Sebelum tangan kiriku sampai di dadanya, ia menatapku dan bertanya, “Mau apa kamu, Jokaw ?” Sebuah pertanyaan yang tidak perlu dijawab. Kupegang dagunya dengan tangan kananku dan kudekatkan mukanya ke mukaku. Perlahan kucium bibirnya. Ia diam saja. Kucium lagi namun ia belum juga membalas ciumanku. “Ayolah Dewi, 2 tahun tentulah waktu yang cukup panjang bagimu. Selama ini tentulah kamu merindukan kehangatan dekapan seorang laki-laki,” kataku mulai merayunya.Kuhembuskan napasku ke dekat telinganya. Bibirku mulai menyapu leher dan belakang telinganya.

“Akhh, tidak.. Jangan..,” rintihnya.
“Ayolah Nis, mungkin punyaku tidak sebesar punya suami Arab-mu itu, namun aku bisa membantu menuntaskan gairahmu yang terpendam”.
Ia menyerah, pandangan matanya meredup. Kucium lagi bibirnya, kali ini mulai ada perlawanan balasan dari bibirnya. tanganku segera meremas dadanya yang besar, namun sudah sedikit turun. Ia mendesah dan membalas ciumanku dengan berapi-api. Tangannya meremas kejantananku yang masih terbungkus celana.

Kududukan ia ditepi ranjang. Aku berdiri didepannya. tangannya mulai membuka ikatan pinggang dan ritsluiting celanaku, kemudian menyusup ke balik celana dalamku. Dikeluarkannya kejantananku yang mulai menegang. Dibukanya celanaku seluruhnya hingga bagian bawah tubuhku sudah dalam keadaan polos. Mulutnya kemudian menciumi kejantananku, sementara tangannya memegang pinggangku dan mengusap kantung zakarku. Lama kelamaan ciumannya berubah menjadi jilatan dan isapan kuat pada kejantananku. Kini ia mengocok kejantananku dengan mengulum kejantananku dan menggerakan mulutnya maju mundur.

Aliran kenikmatan segera saja menjalari seluruh tubuhku. Tangannya menyusup ke bajuku dan memainkan putingku. Kubuka kancing bajuku agar tangannya mudah beraksi di dadaku. Kuremas rambutnya dan pantatkupun bergerak maju mundur menyesuaikan dengan gerakan mulutnya. Aku tak mau menumpahkan sperma dalam posisi ini. Kuangkat tubuhnya dan kini dia dalam posisi berdiri sementara aku duduk di tepi ranjang. Tanpa kesulitan segera saja kubuka celana panjang dan celana dalamnya. Rambut kemaluannya agak jarang dan berwarna kemerahan. Kemaluannya terlihat sangat menonjol di sela pahanya, seperti sampan yang dibalikkan. Ia membuka kausnya sehingga sekarang tinggal memakai bra berwarna biru.

Kujilati tubuhnya mulai dari lutut, paha sampai ke lipatan pahanya. Sesekali kusapukan bibirku di bibir . Lubang terasa sempit ketika lidahku mulai masuk ke dalam .

Ia merintih, kepalanya mendongak, tangannya yang sebelah menekan kepalaku sementara tangan satunya meremas rambutnya sendiri. Kumasukan jari tengahku ke dalam lubang , sementara lidahku menyerang klitorisnya. Ia memekik perlahan dan kedua tangannya meremas payudaranya sendiri. Tubuhnya melengkung ke belakang menahan kenikmatan yang kuberikan. Ia merapatkan selangkangannya ke kepakalu. Kulepaskan bajuku dan kulempar begitu saja ke lantai. Akhirnya ia mendorongku sehingga aku terlentang di ranjang dengan kaki masih menjuntai di lantai. Ia berjongkok dan, “Sllruup..”. Kembali ia menjilat dan mencium penisku beberapa saat. Ia naik keatas ranjang dan duduk diatas dadaku menghadapkan di mulutku. Tangannya menarik kepalaku meminta aku agar menjilat dalam posisi demikian.

Kuangkat kepalaku dan segera lidahku menyeruak masuk ke dalam liang . Tanganku memegang erat pinggulnya untuk membantu menahan kepalaku. Ia menggerakan pantatnya memutar dan maju mundur untuk mengimbangi serangan lidahku. Gerakannya semakin liar ketika lidahku dengan intens menjilat dan menekan klitorisnya. Ia melengkungkan tubuhnya sehingga bagian kemaluannya semakin menonjol. tangannya kebelakang diletakan di pahaku untuk menahan berat tubuhnya.

Ia bergerak kesamping dan menarikku sehingga aku menindihnya. Kubuka bra-nya dan segera kuterkam gundukan gunung kembar di dadanya. Putingnya yang keras kukulum dan kujilati. Kadang kumisku kugesekan pada ujung putingnya. Mendapat serangan demikian ia merintih “Jokaw, ayo kita lakukan permainan ini, Masukan sekarang..”. Tangannya menggenggam erat penisku dan mengarahkan ke lubang . Beberapa kali kucoba untuk memasukannya tetapi sangat sulit. Sebenarnya sejak kujilati sedari tadi kurasakan sudah basah oleh lendirnya dan ludahku, namun kini ketika aku mencoba untuk melakukan penetrasi kurasakan sulit sekali.

Penisku sudah mulai mengendor lagi karena sudah beberapa kali belum juga menembus . Aku ingat ada kondom di laci meja, masih tersisa 1 setelah 2 lagi aku pakai tadi malam, barangkali dengan memanfaatkan permukaan kondom yang licin lebih mudah melakukan penetrasi. namun aku ragu untuk mengambilnya, Dewi kelihatan sudah di puncak nafsunya dan ia tidak memberikan sinyal untuk memakai kondom. Kukocokkan penisku sebentar untuk mengencangkannya. Kubuka pahanya selebar-lebarnya. Kuarahkan penisku kembali ke liang .
“Jokaw.. Kencangkan dan cepat masukkan,” rintihnya.

Kepala penisku sudah melewati bibir . Kudorong sangat pelan. sangat sempit. Entah apa yang menyebabkannya, padahal ia sudah punya anak dan menurut ceritanya penis suaminya satu setengah kali lebih besar dari penisku. Aku berpikir bagaimana caranya agar penis suaminya bisa menembus. Penisku kumaju mundurkan dengan perlahan untuk membuka jalan nikmat ini. Beberapa kali kemudian penisku seluruhnya sudah menembus lorong . Aku merasa dengan kondisi yang sangat sempit maka dalam ronde pertama ini aku akan kalah kalau aku mengambil posisi di atas. Mungkin kalau ronde kedua aku dapat bertahan lebih lama. Akan kuambil cara lain agar aku tidak jebol duluan.Kugulingkan badannya dan kubiarkan dia menindihku. Dewi bergerak naik turun menimba kenikmatannya. Aku mengimbanginya tanpa mengencangkan ototku, hanya sesekali kuberikan kontraksi sekedar bertahan saja supaya penisku tidak mengecil.

Dewi merebahkan tubuhnya, merapat didadaku. Kukulum payudaranya dengan keras dan kumainkan putingnya dengan lidahku. Ia mendengus-dengus dan bergerak liar untuk merasakan kenikmatan. Gerakannya menjadi kombinasi naik turun, berputar dan maju mundur. Luar biasa vagina wanita Arab ini, dalam kondisi aku dibawahpun aku harus berjuang keras agar tidak kalah. Untuk mempertahankan diri kubuat agar pikiranku menjadi rileks dan tidak berfokus pada permainan ini.

15 menit sudah berlalu sejak penetrasi. Agaknya Dewi sudah ingin mengakhiri babak pertama ini. Ia memandangku, kemudian mencium leher dan telingaku.
“Ouhh.. jokaw, kamu luar biasa. Dulu dalam ronde pertama biasanya suamiku akan kalah, namun kami masih bertahan. Yeesshh.. Tahan dulu, sebentar lagi.. Aku..”.

Ia tidak melanjutkan kalimatnya. Aku tahu kini saatnya beraksi. Kukencangkan otot penisku dan gerakan tubuh Dewipun semakin liar. Akupun mengimbangi dengan genjotan penisku dari bawah. Ketika ia bergerak naik, pantatku kuturunkan dan ketika ia menekan pantatnya ke bawah akupun menyambutnya dengan mengangkat pantatku. Kepalanya bergerak kesana kemari. Rambutnya yang hitam lebat acak-acakan. sprei sudah terlepas dan tergulung di sudut ranjang. bantal di atas ranjang semuanya sudah jatuh ke lantai. Keadaan diatas ranjang seperti kapal yang pecah dihempas badai. Ranjangpun ikut bergoyang mengikutu gerakan kami. Suaranya berderak-derak seakan hendak patah. Akupun semakin mempercepat genjotanku dari bawah agar iapun segera berlabuh di dermaga kenikmatan. Semenit kemudian..

“Aaggkkhh.. Nikmat.. Ouhh.. Yeahh,” Dewi memekik.
Punggungnya melengkung ke atas, mulutnya menggigit putingku. Kurasakan aliran kenikmatan mendesak lubang penisku. Aku tidak tahan lagi. Ketika pantatnya menekan ke bawah, kupeluk pinggangnya dan kuangkat pantatku.

“Ouhh.. An.. Nis. Aku tidak tahan lagi.. Aku sampaiihh!”
Ia memberontak dari pelukanku sampai peganganku pada pinggulnya terlepas. pantatnya naik dan segera diturunkan lagi dengan cepat.
“Jokaw.. Ouhh Jokaw.. Aku juga..”.

Kakinya mengunci kakiku dan badannya mengejang kuat. dengan kaki saling mengait aku menahan gerak tubuhnya yang mengejang. Giginya menggigit lenganku sampai terasa sakit. Denyutan dari dinding saling berbalasan dengan denyutan dipenisku. Beberapa detik kemudian, kami masih merasakan sisa-sisa kenikmatan. ketika sisa-sisa denyutan masih terjadi badannya menggetar. Ia berbaring diatas dadaku sampai akhirnya penisku mulai mengecil dan terlepas dengan sendirinya dari . Sebagian sperma mengalir keluar dari di atas perutku. Dewi berguling ke samping setelah menarik napas panjang.

“Luar biasa kamu Kaw. Suamiku tidak pernah menang dalam ronde pertama, memang dalam berhubungan ia sering mengambil posisi di atas. tapi kami sanggup membawaku terbang ke angkasa,” katanya sambil mengelus dadaku.

“Akupun rasanya hampir tidak sanggup menandingimu. Mungkin sebagian besar laki-laki akan menyerah di atas ranjang kalau harus bermain denganmu. Milikmu benar-benar sempit,” kataku balas memujinya.
Memang kalau tadi aku harus bermain diatas, rasanya tak sampai sepuluh menit aku pasti sudah KO. Makanya, jangan cuma penetrasi terus main genjot saja, teknik bro!

“Kamu orang Melayu pribumi, tapi kok bulunya banyak gini. Keturunan India atau mungkin Arab ya?”
“Nggak ah, asli Indonesia lho..”.

Ia masih terus memujiku beberapa kali lagi. Kuajak ia mandi bersama dan setelah itu kami duduk di teras sambil minum soft drink dan melihat laut. Aku hanya mengenakan celana pendek tanpa celana dalam dam kaus tanpa lengan.
Ia mengenakan kemejaku, sementara bagian bawah tubuhnya hanya ditutup dengan selimut yang dililitkan tanpa mengenakan pakaian dalam. Ia duduk membelakangiku. Tubuhnya disandarkan di bahuku. Mulutku sesekali mencium rambut dan belakang telinganya. Kadang mulutnya mencari mulutku dan kusambut dengan ciuman ringan. Tangan kanannya melingkar di kepalaku.

“Kamu nggak takut hamil melakukan hal ini denganku?”tanyaku.
“Aku dulu pernah kerja di apotik, jadi aku tahu pasti cara mengatasinya. Aku selalu siap sedia, siapa tahu terjadi hal yang diinginkan seperti sore ini. Aku sudah makan obat waktu masuk ke kamar mandi tadi.

Tenang saja, toh kalaupun hamil bukan kamu yang menanggung akibatnya.” katanya enteng. Jadi ia selalu membawa obat anti hamil. Untung saja aku tadi tidak berlaku konyol dengan memakai kondom. Mungkin saja sejak ditinggal suaminya ia sudah beberapa kali bercinta dengan laki-laki. Tapi apa urusanku, aku sendiri juga melakukannya. yang penting malam ini ia menjadi teman tidurku. Matahari sudah jauh condong ke Barat, sehingga tidak terasa panas. hampir sejam kami duduk menikmati sunset. Gairahku mulai timbul lagi. Kubuka dua kancing teratas bajunya. Kurapatkan kejantananku yang sudah mulai ingin bermain lagi ke pinggangnya. Kususupkan tanganku kebalik bajunya dan kuremas dadanya.

“Hmmhh..,” ia bergumam.
“Masuk yuk, sudah mulai gelap. Anginnya juga mulai kencang dan dingin,” kataku.

Kamipun masuk ke dalam kamar sambil berpelukan. Sekilas kulihat tatapan iri dan kagum dari tamu hotel di kamar yang berseberangan dengan kamarku.
“I want more, honey!” kataku.

kami bersama-sama merapikan sprei dan bantal yang berhamburan akibat pertempuran babak pertama tadi. Kubuka bajunya dan kutarik selimut yang menutup bagian bawah tubuhnya. Kurebahkan Dewi di ranjang. Kubuka kausku dan aku berdiri di sisi ranjang di dekat kepalanya.

Dewi mengerti maksudku. Didekatkan kepalanya ke tubuhku dan ditariknya celana pendekku. Sebentar kemudian mulut dan lidahnya sudah beraksi dengan lincahnya di selangkanganku. Aku mengusap-usap tubuhnya mulai dari bahu, dada sampai ke pinggulnya. Peniskupun tak lama sudah menegang dan keras, siap untuk kembali mendayung sampan.

Lima menit ia beraksi. Setelah itu kutarik kepalanya dan kuposisikan kakinya menjuntai ke lantai. Kubuka mini bar dan kuambil beberapa potong es batu di dalam gelas. Kujepit es batu tadi dengan bibirku dan aku berjongkok di depan kakinya. Kurenggangkan kedua kakinya lalu dengan jariku bibir kubuka.

Bibirku segera menyorongkan es batu ke dalam yang merah merekah. Ia terkejut merasakan perlakuanku. Kaki dan badannya sedikit meronta, namun kutahan dengan tanganku.
“Ouhh.. Jokaw.. Kamu.. Gila.. Gila.. Jangan.. Cukup Kaw!” ia berteriak.
Aku tidak menghiraukan teriakannya dan terus melanjutkan aksiku. Rupanya sensasi dingin dari es batu di dalam membuatnya sangat terangsang. Kujilati air dari es batu yang mencair dan mulai bercampur dengan lendir .

“Jokaw.. Maniak kamu..,” ia masih terus memekik setiap kali potongan es batu kutempelkan ke bagian dalam bibir vagina dan klitorisnya.
Kadang es batu kupegang dengan jariku menggantikan bibirku yang tetap menjilati seluruh bagian . Kakinya masih meronta, namun ia sendiri mulai menikmati aksiku. Kulihat ke atas ia menggigit ujung bantal dengan kuat untuk menahan perasaannya.

Akhirnya semua potongan es batu yang kuambil habis. Aku masih meneruskan stimulasi dengan cara cunilingus ini. Meskipun untuk ronde kedua aku yakin bisa bertahan lebih lama, namun untuk berjaga-jaga akan kuransang dia sampai mendekati puncaknya. yang pasti aku tak mau kalah ketika bermain dengannya.

Kurang lebih sepuluh menit aku melakukannya.
Ia terhentak dan mengejang sesaat ketika klitorisnya kugaruk dan kemudian kujepit dengan jariku. Kulepas dan kujepit lagi. Ia merengek-rengek agar aku menghentikan aksiku dan segera melakukan penetrasi, namun aku masih ingin menikmati dan memberikan foreplay dalam waktu yang agak lama. Beberapa saat aku masih dalam posisi itu. tangan kanannya memegang kepalaku dan menekannya ke celah pahanya. Tangan kirinya meremas-remas payudaranya sendiri.

Aku duduk di dadanya. Kini ia yang membrikan kenikmatan pada penisku melalui lidah dan mulutnya. Dikulumnya penisku dalam-dalam dan diisapnya lembut. Giginya juga ikut memberikan tekanan pada batang penisku. Dilepaskannya penisku dan kini dijepitnya dengan kedua payudaranya sambil diremas-remas dengan gundukan kedua dagingnya itu. Kugerakkan pinggulku maju mundur sehingga peniskupun bergesekan dengan kulit kedua payudaranya.

Kuubah posisiku dengan menindihnya berhadapan, kemudian mulutku bermain disekitar payudaranya. Dewi kelihatan tidak sabar lagi dan dengan sebuah gerakan tangannya sudah memegang dan mengocok penisku dengan menggesekannya pada bibir . Tanganku mengusap gundukan payudaranya dan meremas dengan pelan dan hati-hati.

Ia menggelinjang. Mulutku menyusuri leher dan bahunya kemudian bibirnya yang sudah setengah terbuka segera menyambut bibirku. kami segera berciuman dengan ganas sampai terengah-engah. Penisku yang sudah mengeras mulai mencari sasarannya. Kuremas pantatnya yang padat dan kuangkat pantatku “Jokaw.. Ayo.. Masukk.. Kan!”

Tangannya menggenggam penisku dan mengarahkan ke dalam guanya yang sudah basah. Aku mengikuti saja. Kali ini ia yang mengambil inisiatif untuk membuka lebar-lebar kedua kakinya. Dengan perlahan dan hati-hati kucoba memasukan penisku kedalam liang . Masih sulit juga untuk menembus bibir . tangannya kemudian membuka bibir dan dengan bantuan tanganku maka kuarahkan penisku ke vagina. Begitu melewati bibir , maka kurasakan lagi sebuah lorong yang sempit. Perlahan-lahan dengan gerakan maju mundur dan memutar maka beberapa saat kemudian penisku sudah menerobos kedalam liang . Aku bergerak naik turun dengan perlahan sambil menunggu agar pelumasan pada lebih banyak. Ketika kurasakan sudah lebih licin, maka kutingkatkan tempo gerakanku. Dewi masih bergerak pelan, bahkan cenderung diam dan menungguku untuk melanjutkan serangan berikutnya.

Kupercepat gerakanku dan Dewi bergerak melawan arah gerakanku untuk menghasilkan sensasi kenikmatan. Aku menurunkan irama permainan. Kini ia yang bergerak liar. Tangannya memeluk leherku dan bibirnya melumat bibirku dengan ganas. Aku memeluk punggungnya kemudian mengencangkan penisku dan menggenjotnya lagi dengan cepat. Kubisikkan untuk berganti posisi menjadi doggy style. Ia mendorong tubuhku agar dapat berbaring tengkurap. Pantatnya dinaikkan sedikit dan tangannya terjulur kebelakang menggenggam penisku dan segera menyusupkannya kedalam . Kugenjot lagi dengan menggerakkan pantatku maju mundur dan berputar. Kurebahkan badanku di atasnya. kami berciuman dengan posisi sama-sama tengkurap, sementara kemaluan kami masih terus bertaut dan melakukan aksi kegiatannya.

Aku menusuk dengan gerakan cepat berulang kali. Iapun mendesah sambil meremas sprei. Aku berdiri di atas lututku dan kutarik pinggangnya. Kini ia berada dalam posisi nungging dengan pantat yang disorongkan ke kemaluanku. Setelah hampir sepuluh menit permainan kami yang kedua ini, Dewi semakin keras berteriak dan sebentar-bentar mengejang. terasa semakin lembab dan hangat. Kuhentikan genjotanku dan kucabut penisku.

Dewi berbalik terlentang dan sebentar kemudian aku naik ke atas tubuhnya dan kembali menggenjot . Kusedot putingnya dan kugigit bahunya. Kutarik rambutnya sampai mendongak dan segera kujelajahi daerah sekitar leher sampai telinganya. Ia semakin mendesah dan mengerang dengan keras. Ketika ia mengerang cukup keras, maka segera kututup bibirnya dengan bibirku. Ia menyambut bibirku dengan ciuman yang panas. Lidahnya menyusup ke mulutku dan menggelitik langit-langit mulutku. Aku menyedot lidahnya dengan satu sedotan kuat, melepaskannya dan kini lidahku yang masuk ke dalam rongga mulutnya. kami berguling sampai Dewi berada di atasku. Dewi menekankan pantatnya dan peniskupun semakin dalam masuk ke lorong kenikmatannya.
“Ouhh.. Dewi,” desahku setengah berteriak.

Dewi bergerak naik turun dan memutar. Perlahan-lahan kugerakkan pinggulku. Karena gerakan memutar dari pinggulnya, maka penisku seperti disedot sebuah pusaran. Dewi mulai mempercepat gerakannya, dan kusambut dengan irama yang sama. Kini ia yang menarik rambutku sampai kepalaku mendongak dan segera mencium dan menjilati leherku. Hidungnya yang mancung khas Timur Tengah kadang digesekkannya di leherku memberikan suatu sensasi tersendiri.

Dewi bergerak sehingga kaki kami saling menjepit. kaki kirinya kujepit dengan kakiku dan demikian juga kaki kiriku dijepit dengan kedua kakinya. dalam posisi ini ditambah dengan gerakan pantatnya terasa nikmat sekali.

Kepalanya direbahkan didadaku dan bibirnya mengecup putingku.
Kuangkat kepalanya, kucium dan kuremas buah dadanya yang menggantung. Setelah kujilati dan kukecup lehernya kulepaskan tarikan pada rambutnya dan kepalanya turun kembali kemudian bibirnya mencari-cari bibirku. Kusambut mulutnya dengan satu ciuman yang dalam dan lama.

Dewi kemudian mengatur gerakannya dengan irama lamban dan cepat berselang-seling. Pantatnya diturunkan sampai menekan pahaku sehingga penisku masuk terbenam dalam-dalam menyentuh rahimnya.

kakinya bergerak agar lepas dari jepitanku dan kini kedua kakiku dijepit dengan kedua kakinya. Dewi menegakkan tubuhnya sehingga ia dalam posisi duduk setengah jongkok di atas selangkanganku. Ia kemudian menggerakan pantatnya maju mundur sambil menekan kebawah sehingga penisku tertelan dan bergerak ke arah perutku.

Rasanya seperti diurut dan dijepit sebuah benda yang lembut namun kuat. Semakin lama semakin cepat ia menggerakkan pantatnya, namun tidak menghentak-hentak. darah yang mengalir ke penisku kurasakan semakin cepat dan mulai ada aliran yang merambat disekujur tubuhku.

“Ouhh.. Sshh.. Akhh!” Desisannyapun semakin sering. Aku tahu sekarang bahwa iapun akan segera mengakhiri pertarungan ini dan menggapai puncak kenikmatan.
“Tahan Nis, turunkan tempo.. Aku masih lama lagi ingin merasakan nikmatnya bercinta denganmu”.

Aku menggeserkan tubuhku ke atas sehingga kepalaku menggantung di bibir ranjang. Ia segera mengecup dan menciumi leherku. Tak ketinggalan hidungnya kembali ikut berperan menggesek kulit leherku. Aku sangat suka sekali ketika hidungnya bersentuhan dengan kulit leherku.

“Jokaw.. Ouhh.. Aku tidak tahan lagi!” ia mendesah. Kugelengkan kepalaku memberi isyarat untuk bertahan sebentar lagi.

Aku bangkit dan duduk memangku Dewi. Penisku kukeraskan dengan menahan napas dan mengencangkan otot PC. Ia semakin cepat menggerakkan pantatnya maju mundur sementara bibirnya ganas melumat bibirku dan tangannya memeluk leherku. Tanganku memeluk pinggangnya dan membantu mempercepat gerakan maju mundurnya. Dilepaskan tangannya dari leherku dan tubuhnya direbahkan ke belakang. Kini aku yang harus bergerak aktif.

Kulipat kedua lututku dan kutahan tubuhnya di bawah pinggangnya. Gerakanku kuatur dengan irama cepat namun penisku hanya setengahnya saja yang masuk sampai beberapa hitungan dan kemudian sesekali kutusukkan penisku sampai mentok. Ia merintih-rintih, namun karena posisi tubuhnya ia tidak dapat bergerak dengan bebas. Kini aku sepenuhnya yang mengendalikan permainan, ia hanya dapat pasrah dan menikmati. Kutarik tubuhnya dan kembali kurebahkan tubuhnya ke atas tubuhku, matanya melotot dan bola matanya memutih. Giginya menggigit bahuku. Kugulingkan tubuhku, kini aku berada diatasnya kembali. Kuangkat kaki kanannya ke atas bahu kiriku. Kutarik badannya sehingga selangkangannya dalam posisi menggantung merapat ke tubuhku. Kaki kirinya kujepit di bawah ketiak kananku. Dengan posisi duduk melipat lutut aku menggenjotnya dengan perlahan beberapa kali dan kemudian kuhentakkan dengan keras. Iapun berteriak dengan keras setiap aku menggenjotnya dengan keras dan cepat. Kepalanya bergerak-gerak dan matanya seperti mau menangis.

Kukembalikan kakinya pada posisi semula. Aku masih ingin memperpanjang permainan untuk satu posisi lagi. kakiku keluar dari jepitannya dan ganti kujepit kedua kakinya dengan kakiku. semakin terasa keras menjepit penisku. Aku bergerak naik turun dengan perlahan untuk mengulur waktu. Dewi kelihatan sudah tidak sabar lagi. Matanya terpejam dengan mulut setengah terbuka yang terus merintih dan mengerang. Gerakan naik turunku kupercepat dan semakin lama semakin cepat.

Kini kurasakan desakan kuat yang akan segera menjebol keluar lewat lubang penisku. Kukira sudah lebih dari setengah jam lamanya kami bergumul. Akupun sudah puas dengan berbagai posisi dan variasi. Keringatku sudah berbaur dengan keringatnya.

Kurapatkan tubuhku di atas tubuhnya, kulepaskan jepitan kakiku. Betisnya kini menjepit pinggangku dengan kuat. Kubisikan, “OK baby, kini saatnya..”.
Ia memekik kecil ketika pantatku menekan kuat ke bawah. Dinding berdenyut kuat menghisap penisku. Ia menyambut gerakan pantatku dengan menaikan pinggulnya. Bibirnya menciumku dengan ciuman ganas dan kemudian sebuah gigitan hinggap pada bahuku.

Satu aliran yang sangat kuat sudah sampai di ujung lubang penisku. Kutahan tekanan penisku ke dalam . Gelombang-gelombang kenikmatan terwujud lewat denyutan dalam bergantian dengan denyutan pada penisku seakan-akan saling meremas dan balas mendesak.

Denyut demi denyutan, teriakan demi teriakan dan akhirnya kami bersama-sama sampai ke puncak sesaat kemudian setelah mengeluarkan teriakan keras dan panjang.

“Dewi.. Ouhh.. Yeaahh!!”
“Ahhkk.. Lakukan Jokaw.. Sekarang!!”

Akhirnya aliran yang tertahan sejak tadipun memancar dengan deras di dalam . Kutekan penisku semakin dalam di . Tubuhnya mengejang dan pantatnya naik. Ia mempererat jepitan kakinya dan pelukan tangannya. Kupeluk tubuhnya erat-erat dan tangannya menekan kepalaku di atas dadanya. Ketika dinding berdenyut, maka kubalas dengan gerakan otot PC-ku. Iapun kembali mengejang dan bergetar setiap otot PC-ku kugerakkan.

Napas dan kata-kata penuh kenikmatan terdengar putus-putus, dan dengan sebuah tarikan napas panjang aku terkulai lemas di atas tubuhnya. kami masih saling mengecup bibir dan keadaan kamarpun menjadi sunyi, tidak ada suara yang terdebgar. hanya ada napas yang panjang tersengal-sengal yang berangsur-angsur berubah menjadi teratur. Lima belas menit kemudian kami berdua sudah bermain dengan busa sabun di kamar mandi. Kami saling menyabuni dengan sesekali melakukan cumbuan ringan. Setelah mandi barulah kami merasa lapar setelah dua ronde kami lalui. Sambil makan Dewi menelpon familinya, kalau malam ini ia tidak pulang dengan alasan menginap di rumah temannya. Tentu saja ia tidak bilang kalau temannya adalah seorang laki-laki bernama Jokaw.

Malam itu dan malam berikutnya tentu saja tidak kami lewatkan dengan sia-sia. Mandi keringat, mandi kucing, mandi basah dan tentunya mandi kenikmatan menjadi acara kami berdua. Esoknya setelah mengecek ke agen Merpati ternyata aku masih mendapat seat penerbangan ke kota propinsi, seat terakhir lagi. Ketika chek out dari hotel kusisipkan selembar dua puluh ribuan ke tangan security temanku. Ia tersenyum.

“Terima kasih Pak,” katanya sambil menyambut tasku dan membawakan ke mobil.

“Kapan kesini lagi, Pak? kalau Dewi nggak ada, nanti akan saya carikan Dewi yang lainnya lagi,” bisiknya ketika sudah berangkat ke bandara. Dewi mengantarku sampai ke bandara dan sebelum turun dari mobil kuberikan kecupan mesra di bibirnya. Sopir mobil hotel hanya tersenyum melihat tingkah kami. Setahun kemudian aku kembali lagi ke kota itu dan ternya Dewi tidak berada di kota itu lagi. Ketika kutelpon ke nomor yang diberikannya, penerima telepon menyatakan tidak tahu dimana sekarang Dewi berada. Dengan bantuan security temanku maka aku mendapatkan perempuan lainnya, orang Jawa Tinur. Lumayan, meskipun kenikmatan yang diberikannya masih di bawah Dewi

Read More
 

©2011Pojokan Dewasa | by TNB