Monday 26 May 2014
Polisi Muda
Aku tinggal di kompleks perumahan elit di Yogyakarta. Suamiku termasuk
orang yang selalu sibuk. Sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di
Kejaksaan Yogyakarta tugasnya boleh dibilang tidak kenal waktu. Usiaku
sudah 35 tahun selisih tiga tahun lebih tua suamiku. Tinggi 158 cm dan
berat 50 kg, orang-orang bilang tubuhku bagus, tapi menuruntuku biasa–biasa
saja. Aku punya dua putra, anak pertama kelas tiga SMP dan anak kedua
kelas satu SMP. Sebut saja namaku Ina (bukan nama sebenarnya). Aku
melakukan kesalahan yang sangat fatal dalam hidup ini karena aku telah
berselingkuh dengan seseorang yang aku belum begitu mengenalnya. Singkat
cerita, kejadian ini pada tanggal enam Maret 2008, dimana waktu itu aku
berkunjung kekantor suamiku setelah aku pulang dari mengajar, oh ya,
aku adalah seorang guru di salah satu SMP Negeri dan Swasta di
Yogyakarta. Dari sekolahan aku langsung melucur kekantor Kejaksaan
Yogyakarta, tapi diperempatan sebelah timur tugu aku telah melanggar
lampu merah dan akhirnya aku dikejar oleh salah seorang polisi yang
sedang bertugas, sang Polisi berhenti memotong laju kendaraanku aku pun
bergegas menginjak rem. “Selamat Siang Bu..!” “Siang pak”, begitu
sahutku. “Maaf Bu, Anda telah melanggar lampu merah, Tolong tunjukan SIM
dan STNK Anda.” Aku pun mengeluarkan dompet dan menyerahkan SIM beserta
STNK. “Maaf Bu, Anda Ikut saya kepos Polisi.” Aku pun menurutinya
karena aku juga merasa bersalah. Polisi muda tersebut masih berusia
sekitar 28 Tahun berinisial “R”. Kami pun sama–sama menuju pos polisi.
Setelah sampai dipos polisi saya diberi alternatif untuk mengembalikan
SIM saya. Yang pertama aku harus sidang pada tanggal 11 Maret dan aku
harus membayar denda sebesar Rp. 20.000,00. Tanpa ambil pusing akupun
langsung membayar denda karena aku juga tergesa–gesa menuju kantor
suamiku, karena suamiku telah menungguku untuk pulang bareng, kebetulan
suamiku tidak bawa mobil karena dipakai salah satu temannya. Ku akui
kalau polisi tersebut tampan, badan tinggi dan tegap. Setelah proses
pembayaran denda selesai, sang polisi bertanya. “Maaf Bu, kenapa Ibu
kelihatannya Tergesa-gesa?” “Iya ini pak, saya sudah ditunggu suamiku
dikantornya.” “Kalau boleh tahu kantornya dimana Bu?” “Kantor Kejaksaan
Pak”, aku jawab pertanyaannya. “Oya, Suami Ibu siapa namanya, kalau
boleh tau”? “Pak Andre (bukan Nama Sebenarnya)” “Ha… Pak Andre”, Polisi
merasa terkejut. “Iya memang kenapa”, tanyaku kepada polisi muda. “saya
kenal baik bu dengan dia.” “Oh ya… Bapak kenal dimana?”, Kembali
tanyaku. “saya sering kekantor kejaksaan Bu, jadi ya kenal dengan pak
Andre.” “Oh… Iya sich polisi sama kejaksaan masih saudara ya”, begitu
girauku dengan polisi muda. “Ah… Ibu bisa saja. Pak Andre beruntung ya
punya istri secantik ibu.” “Terima kasih pak atas pujiannya, tapi saya
boleh pergi pak. Kasihan suamiku sudah menunggu”, begitu sahuntuku sama
polis muda. “Oh… Silahkan bu, kalau ibu butuh sesuatu yang berhubungan
dengan polisi silahkan hubungi saya bu”, sambil kasih secarik kertas
berisikan nomor hp dia. Akupun menerimanya dan langsung pergi kekantor
suamiku. Setiba dikantor suamiku, suamiku sudah menunggu diruang tamu,
sedang bincang–bincang dengan rekan kerjanya. “Kok mama lama banget
sich, kemana aja?”, tanya suamiku kepadaku. “Maaf pa, tadi saya
ketilang”, jawabku singkat. “Kok mama tidak bilang, kan nanti bisa tidak
bayar denda”, jawab suamiku. “Gak masalah pa, lagi pula mama yang
salah.” “Emang siapa yang tilang kamu ma?”, tanya suamiku. “Dia namanya
Randi (Bukan nama sebenarnya)”, begitu jawabku sama suamiku. “Ha… Randi,
mama tidak bilang kalau mama istriku?” “Bilang sich pa, tapi pas sudah
membayar denda, udahlah pa tidak usah dibahas lagi”, begitu aku
meyakinkan suamiku biar tidak berkepanjangan. “ya sudah ayo pulang”,
ajak suamiku. Setelah suamiku pamit kepada rekan–rekannya, langsung aku
dan suamiku berboncengan menuju rumah. Keesokan harinya hari kamis
tanggal tujuh Maret 2008, kebetulan aku tidak mengajar, karena hari
kamis tidak ada jam pelajaran yang saya ajarkan. Akhirnya aku dirumah
sendiri karena anak–anak sekolah dan suami kekantor yang ad Cuma
pembantu. Sekitar pukul 10 siang telepon rumah berdering. Aku pun
lansung angkat teleponnya. “Halo… Selamat pagi”, jawabku. “Halo ma ini
papa, tadi polisi yang menilang kamu kemarin datang kekantor minta maaf
sama papa, dan mau ngembaliin uang denda kemarin”, kata suamiku
ditelepon. “Trus gimana pa?, ya udahlah pa tidak usah diusut lagi.” “Aku
tidak ngapain–ngapain kok, tadi dia sendiri yang datang kekantor dan
minta maaf”, begitu jawab suamiku. “Ya udahlah, terima aja uang
dendanya, selesai kan?”, akupun menjawab “Sekarang dia menuju rumah
kita, karena aku bilang minta maaf aja langsung ma istriku”, jawab
suamiku. “Ihh, ngapain pa?, kayak kurang kerjaan aja?”, aku membalas
perkataannya. “Ya udah tidak masalah, ntar dia cuma minta maaf kok. Dah
ya ma, papa lagi kerja nich”, begitu kata suamiku. “Ya udah pa, da…”,
aku pun tutup teleponnya. Selang tiga puluh menit ada kendaraan sepeda
motor Honda Tiger datang, aku sedang menonton TV diruang keluarga.
“Permisi… Permisi…”, panggil seseorang dibalik pintu depan. “Bi… Tolong
buka pintu, ada tamu”, aku menyuruh pembantuku. “Iya bu”, jawab
pembantuku. “Maaf mbak bu Ida ada?”, tanya seorang tamu tadi. “Ada pak,
tapi bapak siapa ya?”, tTanya kembali pembantuku. “Oh ya, bilang saja
saya Randi. Ibu dah tahu kok”, jawabnya. Aku yang didalam ruang keluarga
mendengar percakapannya, aku terkejut setelah yang datang adalah Randi
sang polisi muda yang tampan, tegap dan tinggi. “Silahkan masuk pak”,
pembantuku bersikap sopan terhadapnya. Gak lama kemudian pembantuku
datang. “Bu ada yang cari ibu?”, kata pembantuku. “Siapa bi?”, tanyaku
pura–pura tidak tau. “Randi bu, katanya ibu sudah tau”, jawab pembantuku
yang polos. “Ya udah sana masak lagi”, begitu perintahku sama
pembantuku. Akupun berdiri menuju ruang tamu. “Eh.. Pak Randi, ada apa
ya pak? Apa masih perlu syarat lagi untuk ditilang?”, kataku sedikit
menyindir. “Gak bu, jadi tidak enak nich. Saya hanya minta maaf bu”,
jawab Randi. “Ngapain minta maaf, kan saya yang salah dan kamu sudah
sesuai prosedur untuk menilang saya”, aku pun menjawab. “Iya sich bu,
tapi saya tidak enak saja”, Kembali dia berkata dengan nada menyesal.
“Ya sudah tidak usah dipikirkan lagi”, sahutku. “Iya bu terimakasih”,
jawabnya. “Kok bapak tidak bertugas”, tanyaku. “Saya mohon jangan
panggil pak dong, panggil nama saja”, jawabnya. “Oya maaf. Randi kok
tidak tugas?”, tanyaku kembali. “Saya nanti malam piket bu.”, jawabnya
dengan polos. “Oh… Jadi kesini intinya hanya minta maaf ya?”, tanyaku
kepada Randi. “Iya bu, maaf bu kok sepi emang rumah sebesar ini dihuni
siapa saja bu?”, tanya Randi. “Oh… Anak–anak lagi sekolah, bapak
dikantor, jadi dirumah cuma aku dan pembantuku, tapi kalau aku kerja ya
cuma pembantuku”, jawabku jelas. “Rumah sebesar ini cuman dihuni empat
orang plus pembantu bu?”, tanyanya kembali. “Iya mang napa?”, tanyaku
kembali. Ku akui rumah kami memang besar bertingkat, kamar tidur ada 6,
diatas dua dibawah tiga dan satu kamar pembantu. Untuk kamar atas khusus
kamar aku dan suamiku dan satu kamar atas untuk kamar tamu. Anak–anakku
punya kamar sendiri–sendiri dibawah. “Gak apa - apa Cuma tanya aja bu”,
begitu jawab Randi. Pukul sudah menunjukan pukul 11.00 WIB kami asik
ngobrol. Diwaktu ngobrol asik pembantuku membawa minuman teh buat Randi
dan aku. “Silahkan diminum Ran”, perintahku sama Randi. “Iya bu,
terimakasih”, jawabnya. Kami pun menikmati teh yang dibuat oleh
pembantuku. Dan tiba–tiba… “Ibu cantik sekali”, kata Randi. “Maaf.. Apa
ran?”, aku pura–pura tidak dengar dan sedikit kaget. “Iya ibu cantik
sekali, pak Andre beruntung punya istri kayak ibu yang cantik dan
pinter”, katanya kembali memujiku. “Terimakasih atas pujiannya, tapi aku
sudah berusia 35 tahun jadi dibandingkan dengan perempuan yang seusia
kamu pasti lebih cantik, apa lagi aku bersuami dan punya anak lagi”,
jawabku sambil menyakinkan kalau aku bersuami. “Tapi ibu tetep cantik
kok, walaupun punya anak”, dia kembali memujiku. “Terimakasih ya, tapi
Randi jangan memuji terus, karena tidak enak aja kedengaranya”, jawabku
halus. “Apakah saya salah bu, jika kagum terhadap ibu”, dia mulai merayu
lagi. “Gak salah kok, Cuma tidak enak aja. Apa lagi aku dah bersuami
dan anak–anakku dah beranjak dewasa”, jawabku kepada Randi. Dia berdiri
dan duduk disamping kananku. Aku mulai merasa takut, aneh pokoknya sudah
tak karuan perasaanku. Aku sedikit menggeser kekiri, dia mengikuti
geser pula, akhirnya aku berdiri karena aku merasa terlecehkan. “Maaf
ran, jangan begitu tidak enak sama pembantuku, apalagi aku dah
bersuami”, aku berkata tegas. Tapi dia ikut berdiri dan kedua tangannya
memegang pundakku dan ditekan kebawah agar aku kembali–kembali duduk
disofa. “Maaf bu, tapi saya benar–benar kagum terhadap ibu, ibu cantik
bahkan kecantikan ibu mengalahkan semua wanita yang masih berumur
belasan tahun. Benar bu ini semua kejujuranku terhadap ibu, aku bisa
saja mendapatkan wanita lain tapi menuruntuku mereka tidak menarik
bagiku tapi ibu yang menarik hatiku”, katanya lugu, apakah dia jujur apa
tidak tapi yang jelas sudah lama suamiku tidak memujiku bahkan hampir
tidak pernah memujiku. “Maaf Ran aku dah tua, sudah punya anak dan
suami, aku sudah berkeluarga dan aku merasa sangat berbahagia dengan
keluargaku saat ini. Jadi kumohon jangan lakukan lagi”, pintaku terhadap
Randi walaupun tak pungkiri aku merasa senang dipuji. Randi mulai
mengeluskan tangannya dirambuntuku lurus yang panjang sambil berkata:
“Ibu, aku tidak bermaksud merusak kebahagiaan ibu, tapi aku hanya
mengatakan kalau aku suka sama ibu walau umurku lebih muda tujuh tahun
dibawah ibu. Tapi menurutku ibu tetap cantik dan menarik.” Dia mulai
berani mendekap aku. Jantungku berdebar tak karuan, aku berontak tapi
dia tetap tidak melepaskan pelukannya. “cukup Randi, kamu jangan kurang
ajar gini dong”, gerutuku masih dalam peluknya. “Coba nikmati bu, jangan
berpikiran ibu berkhianat terhadap suami ibu, tapi berpikirlah
bagaimana agar ini terasa indah”, begitu katanya menyakinkanku. Dilepas
pelukannya dan dia memandangi wajahku. Dan kuakui dia anak yang tampan.
Dan tanpa sadar dia telah mencium pipiku, dia melihatku dengan mata sayu
lalu tiba-tiba dia mulai mencium pipiku kembali. Ku akui aku menikmati
ciuman mesranya dipipiku. Dia kembali memelukku, tapi ini apa yang
kurasakan dia menjilati kupingku, terus menjilati leherku kembali lagi
kekuping terus menerus, aku hanya diam terpaku, akhirnya aku mendesis
lirih. Dan seperti kehilangan kontrol akupun membalas menjilati kuping.
Randi membalas tidak kalah jilatannya. Napasku terengah engah tanda
napsuku mulai naik. Ternyata dia tahu aku telah terangsang dengan
tingkahnya. Tiba-tiba tangan kirinya dia taruh ke pahaku. Tetapi saat
aku tidak menunjukkan reaksi, tangan Randi mulai mengelusi pahaku
kemudian menaikkan elusannya ke peruntuku kemudian ke dadaku. Aku tepis
kuat-kuat. Aku bisikkan agar jangan tidak sopan padaku. Dia tunjukkan
celana dalamnya yang telah terdorong mencuat karena kontolnya yang
ngaceng berat sambil telunjuknya menunjuk bibirnya agar aku diam.
Kemudian dia perosotkan celananya hingga kontolnya yang cukup gede dan
ujung kepalanya yang merah berkilatan itu nampak tegak kaku mencuat dari
rimbunan bulunya yang masih halus tipis. Aku kaget banget dengan ulah
Randi ini. Yang aku takuntukan kalau-kalau pembantuku mendengar, masuk
ke ruang tamu dan melihat apa yang terjadi di ruang tamu ini. Bisa-bisa
aku dianggap serong sementara suamiku masih berada di kantor. Aku
berontak untuk berdiri dan meninggalkan ruang tamu. Tetapi Randi lebih
sigap dan kuat. Direnggutnya rambutku dengan kasar hingga aku nyaris
terjatuh. Kemudian dengan paksa mukaku ditundukkan ke arah
selangkangannya. Dia arahkan kontolnya ke mulutku. Dia maksudkan agar
aku mengulumnya. Kurang ajar dan kebangetan banget, nih anak. Tahu bahwa
ada pembantuku di dapur dia berani mencoba melakukan macam ini padaku.
Tapi aku tetap tidak mau. Dengan lembut dia menidurkan aku disofa dan
dengan lembut pula tanpa kata kata, dia membuka kancing bajuku dan dia
menyentuh kedua bukit kembarku, aku mendesis desis. Dia lepas bukit
kembarku dan berdiri sambil menutup celananya kembali yang sempat
dikeluarkan penisnya. Dia berkata: “Bu, kita kekamar ibu, dan suruh
pembantu ibu pergi kemana gitu biar kita senang–senang tanpa ada yang
memganggu…” Aku diam terpaku dan masih bimbang apakah aku menerimanya
apa menolaknya, apa aku sudah berselingkuh. Aku masih terdiam sementara
Randi menunggu jawabanku. Aku masih berpikir apa aku harus menampar muka
Randi dan mengusirnya. Tapi jujur kuakui kalau perilaku Randi membuat
aku terangsang. Dan akhirnya.. “Bi.. Bibi..”, Aku memanggil pembantuku.
Pembantuku datang dengan lari–lari kecil dan menyahut panggilanku. “Ada
apa bu?” “Bibi sekarang ke pasar beli buah buat persediaan anak–anak”,
perintahku. Kebetulan buah–buahan yang dikulkas telah habis. “Tapi bu,
saya sedang masak”, bantah pembantuku. “ya sudah tinggalkan saja, nanti
sekalian mampir ke Rumah makan padang beli lauknya saja buat makan siang
anak–anak”, perintahku kembali sama pembantuku. “Baik bu”, jawab
pembantuku. “Oh ya sekalian jemput dwi ya, habis dari beli buah jemput
Dwi”, perintahku lagi sama pembantuku. Dwi adalah putraku ke dua kelas
satu SMP, biasanya pulang jam dua siang. Anak pertamaku karena kelas
tiga jadi ada les tambahan. “Baik bu”, jawab pembantuku. Sambil ku beri
uang belanja dan kunci motor aku sempat melirik Randi yang
tersenyum–senyum padaku. Akupun belum begitu meresponnya. Pembantu telah
pergi dan akhirnya tinggal aku dan Randi, sempat melihat jam menunjukan
pukul 12. Dan nanti kurang lebih jam 2.15 siang pembantuku akan kembali
bersama anakku, itu artinya aku masih punya waktu 2jam untuk bersama
Randi. Tapi jujur aku masih merasa bingung apa harus aku lakukan atau
tidak, karena aku merasa bahagia dengan keluargaku saat ini juga, tetapi
tak dapat kupungkiri aku sudah merasa terangsang dengan perilaku Randi.
Tiba–tiba Randi berkata. “Bu, ayo keruang keluarga sambil nonton tv”,
ajak Randi. Akupun melangkah keruang keluarga dengan Randi, dan setelah
sampai diruang keluarga, kami duduk di karpet depan tv yang masih hidup.
Tanpa basa basi, langsung saja dia merangkulku dan merobohkan aku
dikarpet posisiku ditelentangkan, aku hanya protes, “Rann… apa-apaan
siih..”, katanya kita mau ngobrol saja kok begini…” Dan sambil mencari
kaitan BH di belakang tubuhku, dia menjawab saja, “Sebenarnya… aku
pengen bu…” Setelah kaitan BH-ku terlepas, langsung saja BH-ku dibuka
dan dijilat payudaraku serta dia menyedot-sedot puting susuku yang putih
dan besar dan tanpa sadar aku mencoba memasukkan tangan kananku ke
dalam celana Randi mencari cari penis yang sempat diperlihatkan
kepadaku, tetapi karena celananya agak sempit sehingga aku kesulitan
memasukkan tanganku dan langsung saja aku berkata entah sadar apa tidak:
“Ran, bukain celanamu, aku yoo.., kepingin… pegang punyamu”, pintaku.
Dan tanpa melepas puting susuku yang masih dia sedot, dia mulai melepas
celana dan celana dalamnya sekaligus sehingga dia sekarang sudah
telanjang bulat dan penisnya yang setengah berdiri itu langsung saja
kupegang dan segera saja aku berkomentar, “Ran, kok masih lembek.. Gak
kayak tadi?” “Coba saja di isap… pasti sebentar saja sudah tegang,
mau?”, tanya Randi. sambil memandangi wajahku, dan akupun mulai
menjilatinya, toh aku juga pernah sama suamiku. Dia melepas isapan
mulutnya di payudaraku dan bangun serta duduk di dekat kepalaku sambil
sedikit dia memiringkan badanku kearahnya dan dengan tidak sabaran
langsung saja batang penisnya yang masih setengah berdiri kupegangi dan
kepalanya ku jilat-jilat sebentar dan langsung dimasukkan ke dalam
mulutku. Dia memutar badanku setengah tengkurap, aku segera saja
memaju-mundurkan kepalaku sehingga penisnya keluar masuk di mulutku.
“Aah.., ooh, Buuu… teruss… ooh… enaaknyaa, Bu.. oohh”, kata Randi sambil
membelai rambut di kepalaku dan sesekali dia menjambak dan baru
sebentar saja aku menghisap penis Randi, terasa penisnya sudah tegang
sekali. Tiba-tiba saja penisnya dikeluarkan dari muluntuku dan langsung
dia berkata. “Buuu…, isap.., lagii.., doong”, pintanya kepadaku. Tetapi
aku menjawab dengan sedikit meminta. “Rann… tolong, punya saya juga…”
Ternyata dia langsung mengerti apa yang aku mau dan langsung saja dia
merubah posisi dan dia menjatuhkan dirinya tiduran ke dekat kaki ku dan
dia menarik celana dalamku turun serta melepas dari badanku. Dengan
perilakunya aku bergerak dan berganti posisi tidur di atas badan Randi
sehingga vaginaku tepat berada di mulut Randi, maka tanpa bersusah payah
dia sibak bulu-bulu vaginaku yang menutupi bibir vaginaku dan setelah
itu dia membuka bibir vaginaku dengan kedua jari tangannya dan dia
menjulurkan lidahnya menusuk ke dalam vaginaku yang sudah basah oleh
cairan. Ketika ujung lidahnya menyodok kelubang vaginaku, langsung saja
ku menekan pantatku ke wajahnya sehingga terasa dia sulit bernafas dan
langsung ku kocok-kocok penis Randi dengan jari tanganku. Ketika
lidahnya menjelajahi seluruh bagian vaginaku dan bibir vaginaku tetap
dia pegangi, aku lalu menaik-turunkan pantatku dengan cepat dan aku
merasa keenakan dijilati. Aku mendesah yang agak keras karena terlalu
nikmat. “ooh… Ran, aahh teruus.. Ran, aduuh… enak.. Ran… Ran… ooh…”,
desahku. Dan sesekali clitorisku yang sedikit menonjol itu dan sudah
mulai terasa mengeras, dia hisap-hisap dengan mulutnya sehingga desahan
demi desahan keluar dari mulutku, “ooh… itu.., Rannn, enaak, Sayang”,
desahku kenikmatan dengan perilaku Randi. Dan aku melepaskan pegangan
dipenisnya Randi dan Aku menjatuhkan diri dari atas tubuhnya dan tidur
telentang sambil memanggilnya. “Rann, sayang, sini, Saya sudah nnggak
tahaan… ayoo… sini… Raann”, memintaku sama Randi sang polisi muda. Dia
segera saja bangun dan membalik badannya serta dia menaiki tubuhku dan
aku ketika tubuhnya sudah berada di atasku, aku membuka kakiku
lebar-lebar dan dia tempatkan kakinya di antara kedua kakiku. Dengan
nafas terengah engah dan mencoba memegang penisnya aku berkata,
“Raann.., cepat dong, masukin. Saya sudah tidak tahan.” “Tunggu sayang,
biar Aku saja yang masukin sendiri”, kata Randi sambil memindahkan ke
atas, tanganku yang tadi mencoba memegang penisnya tetapi rupanya aku
akui sudah tidak sabaran lalu kembali aku berkata. “Rann, ayoh dong,
cepetaan, dimasukiin, punyamu itu!”, aku memintanya kembali. Dan
tiba–tiba Randi memegang penisnya dan menggesek-gesekkan di belahan
bibir vaginaku beberapa kali dan kemudian dia mulai menekan ke dalam
serta, “Blees”, terasa dengan mudahnya penisnya masuk ke dalam lubang
vaginaku dan aku terkaget bersamaan penis Randi masuk kedalam vaginaku.
“Aduh… Raan”, aku sambil mendekap Randi erat-erat. “Sakit, sayang?”,
tanya Randi. Dan aku hanya menggelengkan kepalaku sedikit dan aku
menciumi disekitar telinga Randi aku pun berbisik, “Enaak, Rann…”, aku
mendesis. Dia menciumi wajahku dan sesekali dia hisap bibirku sambil dia
memulai menggerakkan pantatnya naik turun pelan-pelan, aku mencengkram
punggungnya Randi dengan keras. Dan aku berkata sambil menikmati
goyangan pantat Randi. “Ran, coba diamkan dulu pantatmu itu…”, pintaku
sama Randi. Ran pun menuruti saja permintaanku. Aku langsung
mempermainkan otot-otot vagina kenikmatanku, dan Randi terasa penisnya
seperti di pijat-pijat serta tersedot-sedot dan jepitan serta sedotan
vaginaku semakin lama semakin kencang sehingga penisnya terasa begitu
nikmat dan akupun menikmatinya. Dan ternyaya Randi terlena keenakan.
“oohh… sshh… Bu… enaknya… ooh… terus Bu, aduuh, enaak!”, Randi merasa
menikmati sedotan vaginaku. Dan Randi sudah tidak dapat tinggal diam
saja, langsung pantatnya naik turun sehingga penisnya keluar masuk
lubang vaginaku serta terdengar bunyi, “Crreett… crettt…”, secara
beraturan sesuai dengan gerakan penisnya keluar masuk vaginaku yang
sudah sangat basah dan becek. “Rannn, cabut dulu punyamu, biar aku lap
dulu punyakuebentar”, kataku sama Randi. “Biar saja Bu… nikmat begini
kok”, sahutnya sambil meneruskan gerakan penisnya naik turun semakin
cepat dan aku tidak memperhatikan jawabannya karena merasa kenikmatan
yang sangat enak. “ooh… sshh… aakk, aduuh, Raan, teruskan Rann, ooh..”,
sambil mempercepat goyangan pinggulku serta kedua tanganku yang
dipunggungnya selalu menekan-nekan disertai sesekali aku menyempitkan
lubang vaginaku sehingga terasa penisnya terjepit-jepit dan aku
menikmati hal seperti ini. “ooh.. Bu… sshh.. oohh.. enaak.., Buuu.. aku,
aku sudah nggak kuat, mau… keluarr, Bu…”, desahanknya yang sudah tidak
kuat lagi menahan keluarnya air maninya. “Rann, ayoo… Ran aduuh, ooh…
Aku juga, ayoo sekaraang, aakkrr.., Sayang”, dan dia melepas air maninya
semuanya ke dalam vaginaku sambil dia menekan penisnya kuat-kuat dan
aku pun mendekapnya dengan sekuat tenagaku. Baru sekarang kuraih
kenikmatan yang luar biasa. Sungguh aku merasa nikmat, walau aku merasa
bersalah terhadap keluargaku. Dia terkapar di atas badanku dengan nafas
ngos-ngosan demikian juga dengan nafasku yang sangat cepat. Setelah
nafas kami mulai mereda, lalu dia berkata, “Bu, aku cabut ya punyaku”,
dan sebelum dia menghabiskan perkataannya, aku cengkeram punggungnya
dengan kedua tanganku dan aku berkata. “Jangaan duluu, Rann, Aku masih
ingin… punyamu tetap ada di dalam.” Dia pun menuruti kata–kataku.
Setelah agak lama dalam vaginaku, dikeluarkan penisnya dari vaginaku.
Kamipun merapikan diri. Setelah kulihat jam ternyata menunjukkan pukul
13.15, Randi pun berpamitan akan pulang sambil melumat bibirku. Aku pun
membalas ciuman mulutnya. “Terimakasih bu, aku sangat puas”, kata Randi
berbisik dikupingku. Aku hanya diam tak menjawab, Randi pun langsung
keluar rumah dan pergi. Aku merasa aneh dengan diriku, aku menghianati
suamiku dan keluargaku tapi hati kecilku meras senang dengan kejadian
ini. Setelah kejadian ini aku merasa bersalah dengan keluargaku, aku
mencoba untuk memperbaiki sikapku. Tapi setiap malam aku merasa kangen
dengan Randi. Bahkan saat berhubungan dengan suamiku aku membayangkan
dengan Randi yang sangat lihai membuat aku mudah terangsang. Aku dan
Randi pun memanfaatkan hari kamis dimana aku libur kerja dan dia piket
malam hari. Sampai saat ini aku dan Randi masih berhubungan, sesekali
kami sexs phone, atau sexs sms. Aku memang ibu yang tak tahu diuntung
dan kurang bersyukur dengan kebahagiaanku saat ini.
1 comments:
Koleksi Foto Cewek IGO Bening Mulus:
6 July 2015 at 01:15gambar-cewek-bispak-lagi-ngocok
bispak-mulus-pamer-body-seksi
foto-cewek-berjilbab-cantik-bugil
toket-mengkal-gadis-imut-telanjang
kumpulan-foto-toket-cewek-igo
cewek-sange-bugil-di-mobil
galeri-foto-toket-cewek-igo-cantik
toket-brutal-abg-cantik
toket-mulus-abg-hot
Post a Comment