Monday 18 February 2013
Alya Rohali XXX
Alya Rohali namanya, adalah seorang
pembawa acara
dan bintang sinetron
Indonesia.
Lahir di Jakarta, 1 Desember 1976. Meski sudah berusia 35 tahun, tapi
dia masih kelihatan cantik dan seksi.
Alya mengawali kariernya sebagai None Jakarta
Barat 1994, kemudian terpilih sebagai Harapan I None Jakarta 1994. Dua tahun
kemudian Alya dinobatkan sebagai Puteri Indonesia
1996. Putri pasangan Rohali Sani dan Atit Tresnawati ini juga menjadi wakil Indonesia
pada ajang Miss Universe 1996 di Amerika Serikat.
Setelah tugasnya sebagai Puteri Indonesia
usai, Alya mulai masuk ke dunia hiburan di Indonesia. Alya membintangi
beberapa sinetron, di antaranya Meniti
Cinta, Istri Impian, dan
Kejar Kusnadi. Alya juga
dikenal sebagai pembawa acara. Bersama pembawa acara Helmi Yahya, dirinya sukses
memandu acara secara live Kuis Siapa
Berani? yang ditayangkan di Indosiar. Pada tahun 2002,
Alya meraih sebuah penghargaan Panasonic Award sebagai
Presenter Kuis terfavorit.
Meski sibuk di dunia
entertainment, Alya tak lupa akan pentingnya pendidikan. Setelah mendapat gelar
Sarjana Hukum dari Universitas Trisakti, Alya mengambil program S2 Magister
Hukum dan S2 Magister Kenotariatan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Ia
telah menamatkan S2 Magister Hukumnya dan fokus pada S2 Magister
Kenotariatannya, karena ia kelak akan mencari nafkah dari menjadi notaris
dimana notaris tidak mengenal usia lanjut dan dari sekarang ia telah mengurangi
kegiatan keartisannya.
Alya
menikah dengan Eri Surya Kelana pada tanggal 4 Maret 1999. Pernikahan mereka
tidak dapat dipertahankan dan mereka resmi bercerai 13 Agustus 2003. Dari
pernikahan tersebut, mereka memiliki seorang anak perempuan, Namira Adjani
Ramadina (lahir Desember 1999).
Hampir
tiga tahun menjanda, Alya kembali menambatkan hatinya pada pengusaha dari Madura bernama Faiz Ramzy
Rachbini. Mereka menikah 23 Juli 2006. Bertempat di Crown Plasa, sebuah hotel
megah di pusat Jakarta, Alya dan Ramzi mengikat janji setia di depan penghulu. Akad nikah dimulai tepat
jam 09.00 pagi, dilanjutkan dengan syukuran khusus anggota keluarga kedua
mempelai jam 12.00. Malamnya, jam 19.00, pesta resepsi digelar di tempat yang
sama, ballroom hotel, hingga jam 22.00.
Bagi Alya, ini adalah pernikahan keduanya, sementara bagi Ramzi yang adalah salah seorang pemilik Crown Plasa tersebut, pernikahan ini adalah yang pertama. Tak heran jika pesta yang digelar terbilang wah, meski sebelumnya Alya pernah berujar, tak ingin merayakan pernikahannya dengan pesta.
"Enggaklah, enggak akan dirayakan gimana-gimana. Yang dulu kan, sudah. Jadi sekarang syukuran sederhana saja," ucap Alya suatu kali. Konon, pesta meriah ini adalah permintaan dari keluarga besar Ramzi. Ini adalah wujud rasa bahagia mereka, mengingat kesendirian Ramzi yang sudah begitu lama, 44 tahun.
Di
malam pertamanya, dada Ramzy berdebar-debar. Bagaimana pun, Alya adalah seorang
artis, salah satu artis tercantik di Indonesia malah. Dan malam ini dia akan
menidurinya, merasakan hangat tubuhnya, memuaskan hasratnya yang meledak-ledak
dan menggelora. Dengan hanya bercelana kolor, Ramzy menunggu Alya yang sedang
membersihkan make-up di kamar mandi.
Tidak
lama kemudian pintu terbuka, dan muncullah wajah manis sang istri, “Nggak lama
kan nunggunya, Mas?” sapa Alya mesra. Semerbak parfum aroma melati menyergap
penciuman Ramzy. Suasana agak sedikit kaku.
Ramzy
segera mengambil inisiatif untuk mencairkan suasana. Sambil tersenyum, dia mengulurkan
tangan dan dengan gerakan yang tidak diduga, dia menarik badan Alya hingga wanita
itu jatuh ke dalam dekapannya. Ramzy langsung menciumi pipi Alya kiri dan kanan
secara bergantian.
”Mas!”
Alya terlihat agak terkejut, tetapi tidak menolak. Dia malah melemaskan
badannya dan pasrah ke dalam pelukan sang suami.
Dengan
merangkul pundaknya, Ramzy membimbing Alya duduk di atas tempat tidur. Wajah
Alya terlihat agak memerah karena sedikit malu. “Sayang,
santai aja, kita kan sudah resmi jadi suami istri sekarang.” Ramzy berkata.
Alya
menatapnya sejenak lalu mencubit paha laki-laki itu, “Ah, mas ini, biar gimana
saya kan perempuan,“ katanya masih dengan roman muka malu.
“Mau minum apa, sayang?” Ramzy menawarkan minuman sambil berdiri menuju lemari pendingin di bawah televisi kamar hotel. Ya, mereka menikmati malam pertama di Crown Plaza, di kamar termahal dan terbaik.
“Eh,
nggak usah, Mas. Aqua aja lah, yang di gelas.” jawab Alya.
Ramzy
mengambil segelas kecil aqua dan untuknya sendiri, ia mengambil sekaleng Sprite.
“Nggak capek, sayang?” tanyanya memecah keheningan
sejenak.
“Iya,
Mas, capek banget. Nggak nyangka aku kalau undangan bakal segitu banyak.” sahut
Alya sambil memutar kepalanya, berusaha melemaskan lehernya yang terasa kaku.
“Banyak
tamu-tamu yang datang tanpa undangan. Ini kan pernikahan
pertamaku, jadi teman-teman ortuku pada datang semua.” Ramzy menjelaskan. Tanpa
menunggu komando, ia meraih kedua pundak Alya dan mulai melancarkan pijatan
ringan. Siapa pun akan merasa nyaman jika pundaknya
dipijat, asal jangan terlalu keras.
Merasa
nyaman, Alya segera mengubah posisi duduknya sehingga sekarang ia membelakangi
sang suami. Ramzy terus melancarkan pijatan sampai ke punggung sang istri. Alya terlihat sangat menikmati pijatannya, badannya sampai menggeliat-geliat keenakan.
“Eh,
ternyata mas pintar mijat juga ya?!” Alya memuji.
“Kalau kamu mau, saya pijetin deh seluruh tubuh kamu,” Ramzy menawarkan. Dia sudah tak sabar untuk mengeksplor tubuh mulus Alya yang cuma dibalut kimono biru tipis, tertutama bokong dan payudaranya yang tampak bulat menggoda.
“Mau dong, pijetan mas enak banget, nggak sakit,” sahut Alya suka.
“Telungkup
sayang, biar bagian belakangnya dulu yang aku pijat,” kata Ramzy memberi
arahan.
Alya segera tidur telungkup sambil menjaga kimononya agar tidak tersingkap. Inilah perempuan. Meski sudah jelas-jelas mau main, apalagi ini adalah suaminya sendiri, masih aja malu. Ramzy maklum, memang begitulah perempuan, pembawaannya di awal selalu munafik. Dia mulai memijat bagian telapak kaki Alya sambil menyesuaikan tekanan pijatan agar sang istri merasa nikmat. Meski kurus, Alya ternyata mampu menerima pijatan yang agak keras.
Ramzy
mengurut kedua kaki Alya sampai sebatas lutut. Terasa badan Alya mulai melemas
dan pasrah oleh pijatannya. Namun karena tidak ada
cream, maka pijatannya jadi kurang maksimal. Ramzy segera meraih tube cream
body lotion yang memang tersedia di kamar hotel, dia lalu membalurkannya ke
bagian betis sang istri. Alya menggeliat-geliat
menikmati pijatannya, antara nikmat dan sedikit rasa sakit.
“Egh,
nggak nyangka kalau mas ternyata pintar mijet, tahu gitu saya udah dari dulu
minta dipijat sama mas Ramzy,” Alya berujar, matanya terpejam keenakan.
Ramzy
cuma tersenyum dan kembali mengecup pipi sang istri. Pijatannya
mulai naik ke bagian paha. Dengan menelusupkan tangan di bawah kimono Alya, dia
usap paha mulus sang istri yang terasa halus dan hangat. Ramzy menjaga agar jangan sampai dekat dengan
selangkangannya, dia ingin membangkitkan gairah Alya sedikit demi sedikit.
”Mas, enak!” mata Alya semakin terpejam. Nafasnya terdengar mulai berat sekarang.
Setelah
kedua kaki, Ramzy berpindah ke bagian tangan. Pertama
tangan kanan dahulu, lalu tangan kiri. Setelah keduanya selesai, dia
melanjutkan dengan mengurut pundak, punggung lalu pinggang Alya. Berhubung
masih tertutup kimono, maka pijatannya hanya menekan-nekan saja. “Sayang, punggungnya
mau diurut pakai cream?“ Ramzy bertanya.
“Boleh,” jawab Alya pelan.
Pelan-pelan Ramzy menarik ke bawah kimono sang istri dan melepas ikatan di bagian depannya. Terpaparlah punggung Alya yang putih mulus, di kedua sisinya menyembul daging buah dada Alya yang kegencet badan. Wanita itu ternyata sudah melepas BH-nya, pantas saja Ramzy bisa melihat sedikit tonjolan putingnya tadi. Ramzy segera mengurut punggung Alya dengan cream sambil sesekali menyentuh daging buah dada Alya di sisi kiri dan kanan.
Dari punggung, pijatannya turun terus sampai ke bongkahan pantat Alya yang montok. Ramzy sengaja memasukkan tangannya ke balik celana dalam Alya agar bisa memegang serta mengurut daging montok di kedua gundukan pantat sang istri. Terasa sangat empuk dan kenyal disana. Ramzy terus meremas-remas dan memijitnya penuh nafsu hingga memberi efek rangsangan.
”Egh,
uhhh...!” Alya mulai melenguh pelam. Dia diam saja ketika celana dalamnya mulai
ditarik turun oleh Ramzy. Bahkan saat sang suami meminta izin untuk melepas
kimononya, Alya juga mengangguk saja.
Kondisi
Alya kini sudah telanjang bulat. Terlihat bongkahan
pantatnya yang putih dan mulus. Ramzy terus meremas-remas dan mengelusnya penuh
nafsu. Dari belahan pantat, tangannya kemudian bergerak ke bawah, ke bagian
pangkal paha Alya yang tampak basah dan memerah. Dipandanginya sejenak lubang
vagina Alya yang ditumbuhi bulu-bulu rimbun sebelum tangan Ramzy meluncur
menyentuh belahannya.
”Ahh...
mas!” Alya langsung mendesis dengan pantat terangkat-angkat saat Ramzy mulai
mengusapnya pelan. Klitorisnya yang mencuat mungil terus digesek-gesek oleh
laki-laki itu, sementara dua jari Ramzy yang lain sudah menusuk masuk ke dalam
belahannya untuk mengurut dan mengocok disana hingga membuat dinding vagina
Alya jadi makin basah dan memerah.
”Telentang,
sayang!” Ramzy meminta Alya untuk berganti posisi. Dia ingin memandang dan
menikmati kemontokan payudara sang istri yang dari tadi masih tersembunyi.
Begitu
Alya sudah telentang, Ramzy segera meraih bongkahan padat itu dan
meremas-remasnya penuh nafsu. Dia melakukannya sambil terus mengocok vagina Alya
semakin cepat. ”Oughhh... mas!” Alya merintih, nafasnya jadi tambah memburu
saat Ramzy memilin dan memelintir puting susunya kuat-kuat.
Alya
pasrah saja ketika kedua kakinya dilebarkan oleh sang suami. Terpampanglah
belahan merah muda miliknya dengan pinggiran coklat yang berbulu lebat. Pelan, Ramzy mendekatkan kepalanya dan mencium benda itu. ”Ughhh... mas!”
rengek Alya saat lidah kasar Ramzy menyentuh ujung klitorisnya. Alya melenguh
dan merintih lirih saat Ramzy mulai menjilatinya.
“Permainanmu
halus sekali, Mas. Aku suka. Sudah lama sekali aku tidak merasakan yang seperti
ini,” puji Alya jujur.
“Kalau
kamu mau, aku bisa mengantarmu ke tingkat kepuasan yang lebih tinggi lagi,” janji
Ramzy.
Alya mengangguk penuh semangat. “Cepat lakukan, mas. Aku menginginkannya!” ucapnya dengan wajah memerah penuh gairah.
Alya
mengira Ramzy akan segera menyutubuhinya, tapi ternyata tidak. Alih-alih
menggunakan penisnya, Ramzy malah kembali mencolokkan kedua jarinya ke dalam
lubang vagina Alya yang sudah licin oleh pelumas. Pelan-pelan ia mengocoknya keluar
masuk sambil mencari pusat titik kenikmatan di dalam vagina sang istri. Mulanya
Alya diam saja, tapi tidak lama kemudian dia mulai bersuara, merintih, dan mendesis.
Gerakan tangan Ramzy tidak lagi mencolok keluar masuk, tetapi menekan-nekan ke atas
langit-langit dinding vagina Alya sampai badan Alya agak terangkat karena
gerakan Ramzy yang sedikit kasar.
Alya
makin merintih dan suaranya makin berisik, lalu berteriak-teriak nikmat. “Aduh!
Aduduh! Aku nggak tahan, mas! Aduh, rasanya kebelet pipis! Aghhh... aku nggak
tahan, mas! Aaaahhhhhhh...” bersamaan dengan itu, menyemprotlah cairan seni
mengenai tubuh Ramzy, sebagian bahkan masuk ke mulutnya. Ramzy sudah tahu risiko
itu dan dia menyukainya.
“Mas, maaf banget ya. Aku nggak bisa nahan, abis nikmatnya udah nggak kebendung sih. Seumur-umur, baru sekali ini aku merasakannya.” kata Alya penuh kepuasan. Dia merasakan badannya begitu lemas dan ngantuk.
Ramzy
tidak mempedulikan apa yang diocehkan oleh wanita cantik itu. Sekarang adalah
gilirannya, dan Alya harus memuaskannya. Dia segera menyergap mulut Alya agar
wanita itu berhenti berbicara. Ramzy melumatnya dalam-dalam sambil tangannya
terus meremas dan memijit-mijit gundukan payudara sang istri. Di luar dugaaan,
Alya ternyata membalasnya dengan penuh gairah. Lidahnya menjulur keluar untuk
menyambut lidah Ramzy yang berusaha menerobos masuk. Dengan cepat merekapun
sudah saling jilat dan hisap.
Puas
memagut bibir Alya, Ramzy turun untuk menjilat dan menciumi kedua puting sang
istri. Dia jepit benda mungil yang sudah mengacung tegak kemerahan itu dengan belahan
bibirnya. Sambil terus menghisap, Ramzy juga melepas celana boxernya sehingga
batangnya yang sudah mengeras tajam menempel ke paha mulus Alya. Dibimbingnya
tangan sang istri untuk meraih dan memegangnya. Rasanya nikmat sekali begitu
Alya mengusap-usap dan mengocoknya lembut.
Tidak
tahan, Ramzy segera naik dan mengangkangi tubuh bugil Alya. Ia arahkan ujung penisnya
ke mulut vagina Alya yang masih kelihatan sempit. “Ah, besar bener senjatamu,
mas!“ bisik Alya sambil membantu mengarahkan batang Ramzy agar tidak salah
jalan.
”Emang
punya suamimu yang dulu tidak sebesar ini?” Ramzy mulai menekan penisnya,
terasa ujungnya sudah mulai masuk. Vagina Alya terasa sangat basah dan licin.
”Nggak
tahu, aku sudah lupa!” Alya sedikit merintih merasakan gesekan di lubang
vaginanya. Sudah lama benda itu tidak menerima benda
asing yang cukup tegap.
”Akan
kubuat kamu cuma mengungat punyaku!” tekad Ramzy sambil terus menekan penisnya
hingga pelan-pelan vagina Alya menyeruak terbuka dan menelannya. Ramzy tak
peduli meski pemiliknya berkali-kali berteriak ooh ohh ohh... dia merasa sangat
nikmat sekali.
Memeluk tubuh mulus Alya dan menciumi bibirnya, Ramzy mulai memompa pinggulnya perlahan-lahan dan makin lama semakin cepat. Pada posisi tekanan maksimal, Alya berteriak gila sambil mencengkeram sprei, kepalanya menggeleng-geleng liar ke kanan dan ke kiri. Tidak sampai 5 menit dia sudah mencapai klimaksnya lagi. Ramzy beristirahat sejenak. Lalu ia genjot lagi tubuh montok Alya setelah wanita itu sedikit tenang. Alya kembali merintih dan mengeluh lagi. Meski badannya lelah dan lemas sekali, tapi Alya sangat menikmatinya. Dan kembali dia mencapai orgasmenya dalam jeda hanya 2 menit.
”Diteruskan
apa nggak, sayang?” Ramzy mengkonfirmasi, tidak tega juga dia menyetubuhi Alya
yang sudah lemas tak bertenaga.
“Terusin
aja, mas, sampai kamu keluar. Aku mau merasakan semburan hangat pejuhmu di dalam
memekku,” sahut Alya. Sambil merintih-rintih dia lalu
menambahkan, “Aku lemes banget, mas, tapi enak. Aah...
aah...”
Ramzy
berkonsentrasi penuh untuk mencapai klimaksnya. Sambil menggenjot tubuh bugil
Alya semakin cepat, akhirnya dia jemput rasa itu. Ramzy membenamkan penisnya dalam-dalam
saat spermanya menyembur keluar. Diciuminya bibir tipis Alya sebagai rasa
terima kasih.
”Ehm,
mas!” kelihatannya semburan itu juga membawa kenikmatan tersendiri bagi Alya,
dia kembali menjerit orgasme. Ramzy merasakan sekujur liang vagina Alya
berdenyut-denyut saat cairan mereka bertemu dan bercampur menjadi satu.
Ramzy terus menancapkan penisnya sampai mengecil dan terlepas dengan sendirinya. Alya yang kelelahan dengan cepat tertidur pulas. Wanita itu terlentang telanjang. Setelah meremas dan memilin puting Alya sekali lagi, Ramzy bangkit dan beranjak ke kamar mandi. Dia bersihkan bekas-bekas lendir di sekitar kemaluannya. Ramzy juga membasahi handuk kecil dengan air hangat dan digunakannya untuk membersihkan sekujur kemaluan sang istri. Lalu sambil masih tetap bugil, dia menyusul tidur di samping Alya. Dia peluk wanita cantik itu dan menutup tubuh telanjang mereka dengan selimut tebal.
Sekitar
sejam mereka tidur, Alya yang terbangun dahulu. Dia
duduk dan meraih jam tangan di meja kecil sebelah tempat tidur. “Aduh nggak
terasa waktunya kok cepet bener ya,“ katanya.
“Kenapa, sayang, santai aja lah,” Ramzy memeluknya dari belakang dan kembali memenceti gundukan payudara Alya satu per satu.
“Maunya
sih gitu, malah pengen tambah lagi, hehehe.” selesai berkata begitu, Alya segera menaiki
tubuh Ramzy dan menciumi wajah laki-laki itu. Dia menyingkap selimut untuk
mencari penis Ramzy yang terasa sudah tegak membesar. Alya menggenggamnya erat
dan mulai menjilati ujungnya. Dia menyantap penis itu dengan lahap, dijilati
seluruh bagiannya, termasuk kantung zakarnya, lalu berusaha melahap batangnya,
tapi tidak sampai setengah mulut, sudah kepenuhan. Batang Ramzy memang terlalu
besar untuk mulut Alya yang mungil.
Diperlakukan
begitu, batang Ramzy jadi semakin menegak dan mengeras. Alya segera mengambil
inisiatif untuk mengangkanginya sambil membimbing batang itu memasuki tubuhnya.
Begitu masuk, dia kemudian bergerak liar sampai akhirnya terjerembab di atas
dada Ramzy karena orgasmenya.
Di akhir pertempuran, Alya berkali-kali memuji Ramzy sebagai orang yang pandai melayani wanita. Dia merasa beruntung karena sudah memilih laki-laki itu sebagai suami.
Begitulah,
selama sisa malam itu, dan beberapa hari setelahnya, mereka habiskan waktu
dengan bercinta dan bercinta. Tidak ada waku terbuang tanpa acara adu kelamin,
hingga akhirnya Alya hamil dan pada tanggal 29 Agustus 2007, Alya melahirkan
anak keduanya di RS Pondok Indah. Memiliki berat 3 kg dan
panjang 47,5 cm serta berjenis kelamin perempuan, bayi yang diberi nama Diarra
Annisa Rachbini itu dilahirkan melalui operasi caesar. Tanggal 10 Oktober 2010
Alya melahirkan anak ketiga yang juga berjenis kelamin perempuan, dan diberi
nama Savannah Nadja Rachbini.
Lengkaplah
sudah kebahagiaan pasangan itu. Dan sekarang, 23 Juli 2012 Alya dan Ramzy berniat
merayakan 6st anniversary mereka dengan
menginap semalam di Crown Plaza, tempat mereka melangsungkan pernikahan yang
begitu mewah dan tak terlupakan. Mereka cuma pergi berdua saja, anak-anak sudah
dititipkan ke rumah neneknya.
”Hallo,
my sexy. Gimana, bagus nggak?" tanya Ramzy, setelah menghias seluruh ruangan dengan lilin, layaknya candle light dinner. Dia sudah
menyiapkan ini sejak dari pagi hari. Sengaja dia tidak masuk kerja agar bisa memberi
kejutan pada sang istri. Lilin baru ia nyalakan setengah jam sebelum Alya masuk.
”Wow! I love it! Emm... I just love it so... much
thanks!" kata Alya, terlihat mengaguminya dengan segenap perasaan.
Ramzy juga telah memesan makanan. Meski biasanya
makanan berbau menyengat agak dilarang masuk ke hotel, tapi dengan kuasanya
sebagai salah satu pemilik Crown
Plaza, aturan itu lebih
dilonggarkan. Ia memesan Tony Roma's baby back favoritenya dan Blue Ridge kesukaan Alya. Mereka bersantap di meja makan
suite kamar hotel, sambil melihat kembali dvd pernikahan mereka.
Alya jadi teringat masa-masa itu, memory ketika
ia sangat kurang tidur karena harus menyiapkan segalanya. Meski sudah ada
wedding planer, tapi Alya tetap melakukan ini dan itu, meyakinkan kalau
segalanya sudah siap. Ia tidak ingin ada cacat dalam pernikahannya, meski ini
adalah pernikahannya yang kedua. Dan akhirnya ia sungguh puas akan hasilnya, semuanya
berjalan lancar sesuai dengan rencana. Alya sungguh bahagia, walaupun ia jadi sangat kelelahan karenanya.
Setelah meniup lilin mati, mereka membersihkan
diri, gosok gigi dan lainnya. Ramzy sudah menunggu Alya di atas ranjang saat hapenya berbunyi.
Padahal saat itu ia sudah telanjang, siap menyetubuhi sang istri. “Ah, sial!”
sambil mengumpat, Ramzy menerima panggilan. Dari Ella, sekretarisnya.
“Kan
sudah aku bilang, malam ini aku jangan diganggu!” semprotnya.
“Tapi, pak…” Ella menjawab ragu-ragu, menyadari
kesalahannya. “Ini dari pak Menteri.”
Mendengar
kata ‘menteri’, Ramzy langsung terdiam. “Ya sudah, lanjutkan. Ada apa?” ini
pasti penting.
”Begini,
pak...” Ella menjelaskan, menteri PU yang baru ingin mengecek proyek yang
ditangani Ramzy. Letaknya di luar Jawa. ”Tiketnya sudah siap, pak. Malam ini
bapak berangkat bersama rombongan pak menteri.”
Sial!
Ramzy mengumpat lagi. ”Apa tidak bisa ditunda?” tuntutnya.
”Maaf,
pak. Saya sudah menyampaikan itu, tapi pak menteri tetap memaksa.” terang Ella.
”Argh!”
Ramzy mengumpat frustasi. Malam fantastisnya bersama Alya musnah sudah. ”Jam
berapa pesawat berangkat?” tanyanya kemudian.
”Jam
8, pak. Pesawat terakhir.” jawaban Ella sedikit melegakan Ramzy. Dia masih
punya sedikit waktu.
”Baik,
sampaikan pada pak menteri, aku akan langsung menuju bandara. Kita ketemu
disana.” putusnya.
”Baik,
pak.” Ella menutup telepon.
Menghela
nafas berat, Ramzy melirik Alya yang terlihat murung di sebelahnya. ”Harus
pergi ya, pah?” tanya wanita itu lirih. Meski sudah sering ditinggal-tinggal
seperti ini, tak urung Alya tetap kecewa juga. Ini kan malam spesial buat
mereka.
”Iya,
sayang. Maaf ya, pak menteri sudah menungguku di bandara jam 8 nanti. Aku nggak
bisa lama lama, tapi dengan sisa waktu yang ada, aku akan membuat kamu puas
deh." janji Ramzy. Jam di dinding menunjukkan pukul 5 sore, mereka masih
punya banyak waktu.
”Iya,
pah, nggak apa-apa. Mamah bisa ngerti kok. Cepetan deh lakukan, nanti papah
terlambat lagi. Jalanan kan macet jam-jam segini.” Alya segera melepas seluruh
pakaiannya hingga ia pun telanjang bulat, sama seperti sang suami.
Ramzy
segera menghampiri dan memeluknya, dengan mesra ia mencium dan menjilati leher Alya
yang jenjang. ”Ahhh... pah!” membuat Alya mendesah-desah kegelian. Apalagi saat
jilatan sang suami semakin turun ke bawah, menuju ke bongkahan payudaranya yang
membulat indah, desahan Alya semakin jelas terdengar. ”Eghsss... pah! Uhh..
uhh.. ahh..” dia menggelinjang.
Ramzy
semakin bernafsu saat mendengarnya. Dengan lahap ia terus menjilat dan
menghisap buah dada ranum sang istri. Puting Alya yang mencuat mungil
kemerahan, ia cucup dan sedot-sedot ringan, membuat Alya semakin merintih dan menggelinjang.
”Oughh... pah!” desisnya mesra. Ramzy bisa merasakan kalau puting itu sudah
tegak mengacung, tanda kalau Alya sudah horny berat. Ia yakin vagina Alya pasti
juga sudah banjir sekarang.
Ramzy segera menyusupkan tangannya ke selangkangan sang istri dan menggelitik disana. ”Ahhhhsss... pah! Ahhh... mamah jadi pengen nih!” Alya makin menggelinjang. Tubuhnya yang putih dan mulus tersentak-sentak kesana-kemari seiring tusukan jari Ramzy pada lubang vaginanya.
Ramzy
yang juga terangsang berat, merasa penisnya jadi ngaceng sekali. Dia segera melumat
bibir Alya sebagai pelampiasan nafsunya sambil tangannya tidak berhenti
membelai dan mencolok lubang vagina wanita yang sudah memberinya 2 anak itu.
Benda itu terasa benar-benar basah dan melebar. Meski vagina Alya sudah tidak
sempit lagi, tapi Ramzy tetap menyukainya. Dia tetap merasa beruntung bisa
menikmati tubuh molek sang istri, yang pastinya sangat didambakan oleh setiap
lelaki di luar sana.
Ramzy
menyodorkan penisnya di mulut Alya. ”Sayang, hisap penisku dong.” pintanya saat
ciuman mereka sudah terlepas. Dia segera berbaring di ranjang, membiarkan Alya
mengurut dan memegangi penisnya sebentar sebelum akhirnya melahap dan
mengulumnya dengan penuh nafsu. Kepala Alya terlihat naik turun dengan cepat,
bibirnya menjepit erat batang Ramzy, sementara lidahnya menyedot-nyedot nikmat
seperti orang yang kehausan.
”Auhhh... sayang!” Ramzy mendesah keenakan. Hisapan Alya benar-benar luar biasa. Ella saja tidak terasa seperti ini, padahal bibir sekretarisnya itu terlihat sedikit lebih tebal dari punya Alya. Tidak tahan, Ramzy pun berkata. ”Ahh... sudah, sayang! Nanti aku bisa moncrot duluan. Aku ingin keluar di dalam vaginamu daripada disini!”
Mengangguk
mengerti, Alya segera melepaskan penis itu. Dan sekarang ganti ia yang
berbaring di ranjang, siap untuk menerima serangan sang suami. Alya membuka
pahanya lebar-lebar,memamerkan vagina merahnya yang sudah basah saat Ramzy
mulai merayap menaiki tubuhnya. ”Pah, jilatin dulu dong, vaginaku gatel
nih." pintanya manja.
Sambil
meremas-remas dan menciumi payudara Alya, Ramzy tersenyum, ”Oh, mamah mau juga yah?”
tanyanya. Memang tidak biasanya Alya meminta oral, kalau pas lagi sangat
bernafsu seperti sekarang aja dia meminta.
Ramzy
segera menunduk dan mulai menjilati vagina Alya yang basah kemerahan. "Ohh...
terus, pah! Terus, gatel banget nih klitoris mamah! Yah, jilat yang itu!
Oughh... ahhh...!" tubuh molek Alya mengeliat-geliat keenakan seiring
lidah Ramzy yang bergerak semakin liar di dalam liang vaginanya.
Ramzy
melirik jam di dinding, cepat sekali waktu berlalu, sudah setengah jam
sekarang. Dia harus cepat melakukannya kalau tidak mau ketinggalan pesawat.
Kalau menuruti Alya, bisa habis waktu 1 jam cuman untuk acara jilat-menjilat.
Ramzy segera menarik kepalanya dan berbisik. ”Sudah ya, mah. Nanti aku
ketinggalan pesawat.”
Alya
terlihat ingin protes, tapi segera mengurungkannya karena benar apa yang
dikatakan oleh sang suami. ”Iya, pah. Cepat lakukan. Nanti papah terlambat!” Sedikit
kecewa, karena ia begitu menikmati jilatan Ramzy pada lubang vaginanya, Alya
pun membuka kakinya lebar-lebar, memberi jalan pada Ramzy untuk segera
menyetubuhinya.
”Trims
ya, sayang!” sambil berkata begitu, Ramzy pun menusukkan penisnya. Jlebbb!
Dengan mudah benda itu masuk menembus kemaluan Alya yang memang sudah sangat
basah dan melebar.
”Auw,
pelan-pelan, pah!” rintih Alya saat Ramzy mulai menggoyang pinggulnya.
Gerakannya begitu kaku dan kasar.
”Auww,
ohh.. ngilu, pah! Oohh..." rintih Alya lagi saat Ramzy menggenjot tubuhnya
semakin cepat. Payudara Alya yang tidak begitu padat sampai terpantul-pantul
kesana kemari karenanya.
Tapi seperti tidak mendengar, Ramzy terus menggila dengan genjotannya. Dia merasa tanggung untuk berhenti sekarang. Jepitan vagina Alya terlalu sayang untuk dilepaskan. Bahkan ia menggenjot lebih cepat lagi agar jepitan benda itu menjadi semakin kuat dan keras.
”Aghh...
pah! Pelan-pelan... aku...” kata-kata Alya terputus saat
dirasakannya penis sang suami meledak di dalam sana. Ramzy sudah ejakulasi.
Sambil membenamkan penisnya dalam-dalam di liang rahim Alya, laki-laki itu
menembakkan spermanya berulang kali hingga vagina Alya jadi semakin basah dan
lengket.
”Agh..
aghh.. aghh..” terengah-engah keenakan, Ramzy mencabut penisnya. Terlihat
lelehan sperma keluar dari lubang vagina Alya yang merah dan mengkilat,
membasahi sprei.
”Kok
cepat sekali, pah?” ada sedikit nada protes dalam suara Alya. Dia sedang dalam
posisi tanggung sekarang, gairahnya lagi di ubun-ubun, menuntut untuk
dipuaskan.
”Iya,
sayang. Maaf ya, nanti kalau papah kembali, aku ganti deh!” kata Ramzy sambil beranjak
pergi ke kamar mandi.
Alya
menghela nafas berat. Dia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang
telanjang. Dipegangnya sang vagina yang masih terasa panas dan membengkak, dan
dipenuhi sperma Ramzy. Terasa nikmat sekali saat ia mencolok
dan mengusap-usapnya pelan. Alya terus melakukannya
hingga tanpa sadar ia mulai merintih dan mendesah. Biarlah kalau harus
masturbasi, yang penting ia mendapat kepuasan.
Tapi
baru juga merasa nikmat, Ramzy sudah mengganggunya. ”Sayang, tolong telepon
mang Ujang ya, suruh kemari jemput aku untuk mengantar ke bandara.” teriak
laki-laki itu dari dalam kamar mandi.
”Iya,
pah!” bersungut-sungut dalam hati, Alya pun menarik tangannya. Dia segera
menghubungi mang Ujang, sopir pribadi mereka.
”Gimana,
sayang?” tanya Ramzy begitu keluar dari kamar mandi. Tubuhnya masih telanjang,
tapi penisnya sudah mengkerut mungil karena tersiram air dingin. Alya jadi
malas untuk membangunkannya lagi.
”Iya,
mang Ujang sudah meluncur kemari.” Alya meraih baju tidur tipis di lemari dan
mengenakannya. Karena tidak memakai daleman, puting dan bulatan bokongnya jadi
tampak merawang indah saat tersorot lampu kamar. Ramzy agak sedikit menelan
ludah saat melihatnya.
”Sayang
aku harus pergi, kalau tidak, akan kugarap tubuh mamah semalaman.” bisiknya
mesra sambil tangannya meraih payudara Alya dan meremas-emasnya pelan. Yang
diremas cuma menggeliat dan merintih keenakan. Sayang sekali, benda sebagus ini
harus ditinggal hanya karena ajakan semena-mena seorang menteri tolol!
Sambil
mengenakan pakaian, Ramzy terus memandangi tubuh molek Alya. Dia teringat saat
awal menikah dengan Alya dulu, semua teman dan koleganya menyebutnya beruntung
karena bisa memperistri salah satu artis tercantik di Indonesia. Meski cuman
mendapat jandanya, Ramzy tidak pernah merasa menyesal. Tubuh Alya memang terasa
sangat nikmat dan selalu bisa memancing gairahnya. Jandanya aja seperti itu,
bagaimana pas gadisnya dulu ya? Ah, Ramzy tidak bisa membayangkan bagaimana
nikmatnya. Tak terasa, penisnya kembali menegang saat mengingat-ingat hal itu.
”Ugh, kalau disini terus, bisa-bisa aku hilang kendali.” batin Ramzy dalam hati. Sambil mengecup mesra bibir tipis Alya, dia pun pamit. ”Aku tunggu mang Ujang di loby aja. Mama malam ini tidur aja disini, biar besok pagi dijemput sama mang Ujang.”
Mengangguk
mengiyakan, Alya mengantarkan kepergian Ramzy hingga ke pintu.”Hati-hati ya,
sayang. I love u!” bisiknya pada laki-laki itu.
”I
love u too,” Ramzy mencium bibir Alya sekali lagi sebelum berbalik dan berjalan
menuju lift.
Selepas kepergian sang suami, Alya masuk ke kamar mandi untuk membasuh tubuh sintalnya. Ia berniat untuk langsung tidur aja sehabis mandi nanti. Tapi baru saja ia keluar dari kamar mandi, dengan tubuh masih dibalut baju tidur tipis, terdengar bel di pintu depan. Alya mengintip, seorang laki-laki tua, kira-kira berumur 50 tahun, berdiri di depan kamarnya. Itu mang Ujang.
”M-maaf, bu. Saya terlambat. Habis jalanan macet
banget sejak keluar pintu tol.” sapa laki-laki itu ramah begitu Alya membukakan
pintu.
“Lho, bapak nunggu mang Ujang di loby lho, masa
nggak ketemu?” tanya Alya heran.
“Ah,
begitu ya, bu?” mang Ujang nampak sangat menyesal.
”Biar
saya telepon, siapa tahu bapak masih ada disana.” Alya segera berbalik untuk
mengambil hapenya yang tergeletak di atas meja, tidak menyadari pandangan mang
Ujang yang melotot memandangi bulatan pinggulnya saat ia berjalan membelakangi.
Sementara Alya berbicara dengan Ramzy, mang Ujang memindai tubuh mulus Alya mulai dari atas hingga bawah. Sekilas pandang saja, dia sudah mengetahui kalau wanita itu tidak memakai daleman. Terlihat dari puting Alya yang mencuat indah dan juga bokongnya yang terlihat mulus tanpa terlihat alur celana dalam. Membayangkannya membuat mang Ujang kesulitan menelan ludah. Ia terangsang, perlahan-lahan penis tuanya bangkit dan menggeliat.
Sudah
sejak dulu ia mengagumi majikannya itu. Sebagai salah satu artis tercantik di
Indonesia, Alya memang selalu tampil luar biasa. Pesonanya selalu bisa menarik
perhatian setiap laki-laki, termasuk mang Ujang. Tapi sebagai seorang sopir, ia
harus tahu diri. Mang Ujang harus menekan hasratnya dengan cukup mengagumi
sosok Alya Rohali, tanpa pernah bisa menyentuh apalagi memiliki. Paling banter, sebagai pelampiasan rasa
penasaranya, dia onani di kamar mandi sambil membayangkan ngentot dengan sang
majikan. Itu sudah cukup baginya.
Tapi
sekarang, waktu dan kesempatan terbuka bagi mang Ujang. Mereka cuma berdua saja
di dalam kamar hotel yang sepi. Akankah dia berani untuk melakukannya?
Memperkosa seorang Alya Rohali yang terkenal?! Entahlah. Kita
lihat saja nanti.
Mang
Ujang segera mengalihkan pandangannya begitu melihat Alya menutup telepon, ia pura-pura
sibuk melihat lukisan yang ada di dinding. ”Wah, mang, bang Ramzy sudah
berangkat duluan naik taksi. Dia rupanya kelamaan nunggu abang, takut telat
sampai ke bandara.” kata Alya.
Mang
Ujang bersorak dalam hati mendengarnya. Berarti mereka benar-benar berdua saat
ini. Pura-pura menyesal, laki-laki itu pun berkata. ”Ya kalau gitu, saya balik
aja. Bu. Ibu malam ini mau menginap disini apa pulang ke rumah?”
Alya
tampak berpikir sejenak sebelum menjawab. ”Pulang aja deh, mang. Nggak enak
tidur di hotel sendirian.”
’Gimana
kalau saya temani?’ tanya mang Ujang, tentu saja dalam hati. Tersenyum
mengiyakan, ia pun menyahut. ”Ya ibu berbenah aja dulu, saya tunggu disini.”
”Baik,
mang. Tunggu ya, nggak lama kok!” Alya segera berbalik dan
masuk ke kamar, sementara mang Ujang menunggu dengan tetap berdiri di depan
pintu.
Dengan
menggunakan pintu lemari sebagai penghalang, Alya mengganti bajunya. Tapi baru
saja mengenakan BH dan CD, ia mendengar pintu kamar ditutup dari dalam. Mang
Ujang mau ngapain? Batin Alya saat mendengar suara langkah kaki halus
mendekatinya. ”Mang?” ia memanggil, tapi tidak ada jawaban.
Alya pun menoleh dan kaget. Ah, apa yang nampak berada tepat di belakangnya sama sekali berada di luar nalarnya. Mang Ujang, sopir setianya yang sudah mengabdi puluhan tahun di keluarganya, benarkah melakukan ini? Disana, laki-laki tua itu berdiri tanpa bercelana panjang. Penisnya yang besar tampak menggantung dan diacung-acungkan ke arah Alya. Sementara kemejanya juga setengah terbuka, menampakkan dada mang Ujang yang tipis dan kerempeng.
”M-mang Ujang... m-mau apa?” tanyanya meski sudah tahu apa yang diinginkan oleh laki-laki tua itu.
Tidak
menjawab, mang Ujang malah menyeringai penuh kemesuman, menampakkan giginya
yang menghitam karena asap rokok. Dia terus berjalam mendekati Alya.
Bagai
terkena sihir, Alya terpana. Bukannya berteriak atau melawan, ia malah terjatuh
lemas, tak berkutik bagai burung yang terjerat dalam jaring perangkap, tak berdaya.
Seluruh kehendak dan jiwanya terlempar jauh, melayang tanpa tahu kemana akan
jatuh. Hasratnya yang tadi terputus bersama Ramzy dengan cepat kembali dan
menyelimuti dirinya, membuat matanya tak berkedip menatap tonjolan penis mang
Ujang yang kini hanya berjarak dua jengkal dari wajahnya.
”Bu
Alya?” bisik mang Ujang halus. Suara itu bagai guruh yang memekakkan di
keheningan mereka. Membuat Alya sedikit tersadar. Dia
ingin menyahut, tetapi lidahnya terjerat
kelu. Ia malah membisu. Sementara matanya, oohh
matanya tak lepas memandang kontol besar
sang sopir pribadi. Leher Alya membeku, tak mampu untuk membuatnya berpaling
dari kemaluan yang mempesona itu. Betapa indah bentuknya, betapa sedap baunya,
betapa nikmat rasanya. Rasanya Alya tak sabar untuk segera mengulum, mencium
dan menjilati penis itu.
”Ehm,”
dia refleks menjilat bibir. Alya menelan liurnya sendiri dalam upaya menekan
keinginannya yang meledak-ledak.
”Mbak Alya?” kembali terdengar bisikan mang Ujang. Bukan lagi memanggil ’Bu’ tapi ’Mbak’, menunjukkan bahwa laki-laki tua itu ingin mendekatkan diri, sedekat penisnya yang kini sudah tinggal sejengkal dari wajah Alya.
”Ahh,”
tak berkedip Alya memandangi ujung penis mang Ujang yang bulat bak jamur, terlihat
memerah mengkilat karena seluruh darah laki-alki itu telah terdesak kesana.
Lubang kencingnya nampak mungil di tengah, terlihat sedikit basah. Warna
batangnya yang coklat muda kemerahan dikelilingi oleh urat-urat yang bertonjolan
sedemikian kekarnya, tampak sangat jantan dan menggemaskan. Tak pernah terbayang
di benak Alya bahwa akan ada penis seperti ini di dunia.
”Mbak
Alya?” mang Ujang berbisik sekali lagi sebelum akhirnya penisnya menempel dan menyentuh
wajah Alya.
”Aaghh...!”
Alya terhenyak, tapi tidak mampu menolak saat ujung penis laki-laki itu mengusap-usap
pipi, hidung dan bibirnya. Aroma kelelakian mang Ujang menerpa hidungnya,
yang kemudian menembus masuk ke paru-parunya dan dengan tajamnya menghunjam ke
sanubarinya. Seketika membuat Alya lumpuh total. Dia tak mampu menolak saat penis
itu mendesak bibirnya dan memaksanya untuk terkuak.
Bagai
disodori es krim yang super lezat, dengan disertai desahan dan lenguhan pelan,
bibir Alya pun perlahan-lahan bergerak melumat. Lidahnya mulai menjilati kepala
jamur itu. Bibirnya mengulum dagingnya yang terasa kenyal dan padat. Alya
memasukkan benda itu ke dalam mulutnya dan mulai menghisapnya dengan penuh
nafsu, memindahkan segala rasa pada penis itu untuk dibawa masuk ke
tenggorokannya.
Penis
mang Ujang benar-benar telah meruntuhkan moralitasnya. Gara-gara benda itu,
Alya kehilangan nalar sebagai istri setia seorang Faiz Ramzy Rachbini. Gairahnya
yang tadi terputus kini seperti menemukan tempat pelampiasan. Kekuatan erotik
yang memancar dari kontol mang Ujang membuatnya menyerah begitu mudah.
”Ahh...
mbak Alya! Ahh... enak sekali, mbak! Jilatanmu begitu nikmat! Ahh..."
desah mang Ujang demi melihat bibir mungil Alya yang telah penuh oleh batang
penisnya.
Alya sudah tidak lagi peduli akan suara-suara yang bergema di sekitarnya, yang ia pedulikan sekarang adalah bibirnya yang terus melumat penuh nafsu penis mang Ujang yang aroma, besar dan panjangnya mampu membuatnya terlempar melayang dalam jerat erotik tanpa batas. Belum pernah ia menyaksikan pesona kontol seindah, sebesar dan sepanjang ini. Alya tidak mampu mengukur seberapa besar ukuran sebenarnya. Yang jelas, benda ini 2 sampai 3 kali lebih besar dari punya Ramzy. Padahal dengan Ramzy saja, Alya kadang-kadang tidak kuat menghadapi, apalagi dengan ini? Ugh, entah bagaimana rasanya. Membayangkannya saja sudah membuat nafsu birahi Alya melambung tinggi hingga jutaan kali.
”Oohh,
ampuni aku, pah, aku telah terjajah dan diinjak-injak oleh birahiku sendiri. Ampuni
aku, paahh...” batin Alya dalam hati.
Penis mang Ujang telah membangkitkan gelombang dahsyat pada dirinya, membuat Alya tak mampu lagi menanggulangi kecuali akhirnya pasrah dalam sejuta kenikmatan yang ditawarkan oleh si sopir tua. Saat jari-jari mang Ujang membongkar dan melepas busananya, bukannya melawan, Alya malah menantinya dengan penuh nafsu. Dan ketika terasa jari-jari tangan itu memelintir puting susunya, tak terbayangkan lagi, entah di langit yang ke berapa ia melayang-layang dalam nikmat birahi yang tak terperikan ini.
Kini tubuh Alya sudah telanjang bulat. Begitu juga dengan mang Ujang. Selangkangan laki-laki itu masih mengangkangi wajahnya, membuat Alya seperti anak lembu yang lagi menyusu pada puting induknya. Alya terus menggerakkan mulut dan bibirnya ke biji pelir dan batang penis mang Ujang, mencucup dan menghisapnya kuat-kuat untuk meraih kenikmatan yang telah disiapkan oleh laki-laki tua itu sebagai jawaban atas kehausan nafsu birahinya.
Tangan
Alya yang kini tidak bisa dikontrol, ikut ambil bagian dengan menggenggam penis
sang sopir tua, ia mengocoknya pelan hingga mulutnya lebih leluasa mencium dan
menjilati pangkal dan batangnya. ”Ehss... mbak... oughhh...” desahan dan
rintihan yang terus keluar dari mulut mang Ujang menjadi pendorong semangat bagi
Alya agar mulutnya menjilat lebih ganas lagi. Cekalan jari-jari mang Ujang pada
rambutnya menjadikan Alya makin liar menyusup-nyusup lidah ke biji pelir
laki-laki itu. Dia telah sepenuhnya terbakar nafsu birahi sekarang. Tak ada
lagi hambatan dan norma-norma yang bisa menghentikannya.
Alya tidak protes saat tangan-tangan kurus mang Ujang mengangkat dan membimbingnya untuk naik ke atas ranjang. Dengan pantat masih tetap di tepian ranjang dan lutut yang bertumpu di lantai, Alya telungkup di kasur tempat tadi dia bergumul bersama Ramzy, suaminya, yang kini sudah ia lupakan sepenuhnya. Ia rasakan tubuh kerempeng mang Ujang mulai menindih tubuhnya.
Laki-laki
itu memagut kuduknya, juga lehernya, lalu tengkuk, dan dilanjutkan bahu dan
akhirnya seluruh lembah dan dataran punggung Alya, dicium dan dijilati hingga meninggalkan
bekas-bekas cupang memerah yang berserakan disana sini. Sambil melakukannya, tangan
mang Ujang menggapai tangan Alya yang terentang di kasur, dan meremas jari-jarinya
untuk bersama-sama menelusuri nikmat itu.
Itulah
awal saat tangan-tangan si sopir pribadi mulai menyusuri lengannya, hingga ke wilayah
ketiaknya, dan terus berlanjut hingga ke buah dada Alya yang bulat menggoda. Remasan-remasan
tangan mang Ujang ke kedua payudaranya memaksa Alya untuk mendesah dan merintih
dengan hebatnya. ”Mang ujang... ampuunn... ughhhh... enaknya..." Dan
kemudian dia langsung terhempas ke jurang yang sangat dalam saat bibir dan
lidah mang Ujang meluncur dari punggungnya, melewati wilayah pinggulnya,
menjilati sedikit bulatan bokongnya, sebelum akhirnya turun lagi untuk mendesak
belahan pantatnya.
Alya benar-benar tidak mampu mengelak dari kenikmatan tak terperi yang diberikan oleh laki-laki tua itu. Baru kali ini ada seseorang yang dengan sukarela mau menjilati pantatnya, lubang duburnya, lubang pembuangan kotorannya. Lidah kasar mang Ujang bergerak melingkar, seperti mengebor lubang pantatnya. Bibir laki-laki itu menyedot cairan yang keluar dari pantat Alya. Dia tampak tidak jijik sama sekali dengan semua itu. Mang Ujang melahap semua cairan yang ditemuinya di sekitar pantat sang majikan, menyedotnya habis hingga pantat Alya tampak makin mulus dan mengkilat. Sambil melakukannya, mang Ujang juga meremas-remas bulatan pantat Alya penuh kemesraan.
Alya benar-benar tidak mampu mengelak dari kenikmatan tak terperi yang diberikan oleh laki-laki tua itu. Baru kali ini ada seseorang yang dengan sukarela mau menjilati pantatnya, lubang duburnya, lubang pembuangan kotorannya. Lidah kasar mang Ujang bergerak melingkar, seperti mengebor lubang pantatnya. Bibir laki-laki itu menyedot cairan yang keluar dari pantat Alya. Dia tampak tidak jijik sama sekali dengan semua itu. Mang Ujang melahap semua cairan yang ditemuinya di sekitar pantat sang majikan, menyedotnya habis hingga pantat Alya tampak makin mulus dan mengkilat. Sambil melakukannya, mang Ujang juga meremas-remas bulatan pantat Alya penuh kemesraan.
Semua
itu menjadikan Alya serasa terbang ke awang-awang, nikmatnya sungguh tak
terperi. Pada posisi berikutnya, ia merasakan pinggul dan pantat mang Ujang mendesak-desak
bokongnya, seperti berusaha memasuki lubang senggamanya dari belakang. Rasa
nikmat yang dirasakan Alya membuatnya refleks meraih batang penis yang hangat
itu. Ia menggenggamnya mantap dengan jari-jari tangannya yang lentik, merasakan
betapa panjang, besar dan kerasnya benda itu dan mengarahkannya tepat ke lubang
yang dituju.
Vagina
Alya yang telah lama menanti, tampak telah basah kuyup oleh cairan birahi. Benda
itu menghangat dalam lelehan lendir yang tak henti-hentinya mengalir keluar
dari lubangnya. Alya merasakan katup bibir kemaluannya langsung mengencang saat
penis besar mang Ujang mulai menembusnya. Dia merasakan kegatalan pada
tepi-tepi klitorisnya sedikit terobati saat benda itu menggesek pelan disana.
Dinding-dinding
vagina Alya spontan mengeras dan tegang mengetat untuk menahan tusukan penis
mang Ujang yang secara pelan namun pasti terus merangsek maju, menggedor-gedor
gerbang vaginanya, dan tanpa kenal menyerah terus menggesek relung vaginanya
hingga ke bagian yang paling dalam. Dan ketika batang itu telah terlahap
seluruhnya, laki-laki itu menghentikan desakannya sesaat.
Alya
marah, meradang, saat mengetahuinya. Nafsunya yang lagi
di puncak, tiba-tiba diputus dengan cara seperti ini. Kurang ajar kamu, mang! Mengapa
kamu tega menyiksaku dengan cara seperti ini? Batinnya dalam hati.
Dengan
perasaan jengkel, tak ayal Alya segera berusaha menggerakkan bokongnya untuk menjemput
batang penis itu agar tidak diam saja. Untungnya, mang
Ujang cepat mengerti. Dengan tangan kirinya, laki-laki itu meraih rambut Alya yang
terurai berantakan di punggungnya, dan seperti layaknya seorang sais profesional,
ia menariknya ke belakang hingga kepala Alya terdongak. Sambil mulai menghantamkan
penisnya keluar masuk di dalam vagina sempit sang majikan, mang Ujang
menggunakan rambut hitam Alya seperti tali kekang kuda.
”Aghhh...
mang, ampuunn... kontolmu itu... aahh..." genjotan mang Ujang membuat seluruh ranjang bergoyang-goyang. Alya
berusaha meraba-raba mencari pegangan untuk menahan rasa nikmat yang ia terima.
Korbannya adalah seprei ranjang hotel yang segera digenggam dan
diremas-remasnya kuat-kuat hingga terbongkar lusuh tak karuan.
”Mang...
pelan-pelan, mang... ughhh... pelan-pelan...” setiap tusukan penis mang Ujang ke
kemaluannya selalu menghasilkan siksaan sekaligus kenikmatan bagi Alya.
Rintihannya terus bergema memenuhi seluruh isi kamar, seakan meminta dan
memohon, entah kepada siapa, untuk turut serta berbagi siksa nikmat yang sedang
diterimanya. Rintihan itu terus menerus ia keluarkan mengiringi kocokan penis
mang Ujang yang tidak menampakkan tanda-tanda kapan hendak berhenti.
Kemudian, dengan tanpa mencabut penisnya, mang Ujang meraih dan mengangkat kaki kiri Alya. Ia membalikkan tubuh mulus sang majikan, kemudian mendorongnya sedikit lebih ke tengah ranjang. Kaki itu tak pernah diturunkannya lagi, hanya disandarkan pada bahunya yang kurus hingga membuat selangkangan Alya menjadi sangat terbuka. Vagina mantan Puteri Indonesia itu terkuak sangat lebar, memudahkan bagi mang Ujang untuk meneruskan tusukan dan kocokannya.
"Teruuss..
Mang, teruuss.. ugh, enaakk.. enakk sekali!" kembali sensasi erotik
menyambangi tubuh mulus Alya, ia merintih sambil cairan cintanya muncrat-muncrat
karena desakan batang besar sang sopir pribadi. Gelombang kenikmatan yang
mengalun bertalu-talu itu membuat seluruh tubuh Alya bergelinjang tak karuan.
Tangannya berusaha menggapai payudaranya semdiri untuk memijit dan meremas-remasnya
penuh nafsu sebagai upaya mengurangi deraan nikmat yang tanpa batas itu.
Entahlah,
kesadaran Alya seperti tak tampak lagi, yang tersisa hanyalah kenikmatan luar
biasa yang membuat seluruh tubuhnya semakin tenggelam dan terperosok ke dalam
jurang penuh gairah.
Mang Ujang menjatuhkan kaki Alya dari bahunya. Dengan nafsu yang buas dan liar, dia merubuhkan tubuhnya ke atas tubuh mulus Alya. Dengan genjotan penisnya yang semakin cepat, ditindihnya sang majikan. Bibirnya menjemput bibir Alya dan langsung melumatnya dengan rakus. Alya menyambut dengan sama lahapnya. Lidah dan bibir mereka saling mencucup dan menghisap, membuat air liur keduanya bercampur dan saling bertukar.
Tangan
mang Ujang ikut merangsek dengan memijit dan meremas-remas kedua bongkahan buah
dada Alya yang bergoyang-goyang indah seiring semakin cepatnya ia menghunjamkan
penis. Mang Ujang merasa batangnya mentok di liang peranakan Alya yang sempit. Selama
ini belum pernah ada yang mampu menyentuh lubang peranakan itu. Panjang penis
Ramzy yang hanya separoh dari penis mang Ujang jelas tak akan pernah menyentuh
titik lokasi itu. Padahal justru di situlah sebenarnya letak titik-titik saraf
yang peka, yang mampu membuat perempuan menerima kenikmatan dari genjotan penis
seorang lelaki.
Alya
merasa sungguh sangat beruntung kali ini. Dengan mang Ujang, ia bisa merasakan
nikmatnya. Akibat tusukan laki-laki tua itu, aliran birahinya yang selama ini
tidur terpendam, perlahan mendesak keluar dari lubang vaginanya, menuntut untuk
muncul ke permukaan, seperti perasaan ingin kencing yang sangat mendesak. Perasaan
seperti ini belum pernah ia rasakan selama 6 tahun perkawinannya dengan Ramzy.
Alya
sudah sering orgasme. Tapi untuk orgasme kali ini, rasanya sungguh sangat
berbeda. Benar-benar nikmat dan memuaskan. Lalu apa yang selama ini ia rasakan?
Apakah itu orgasme semu? Dan apakah ini orgasme yang sebenarnya? Entahlah, dia sendiri
juga tidak tahu.
Tiba-tiba
saja, dengan tanpa isyarat sebelumnya, mang Ujang mengangkat kaki kanan Alya dan
diseberangkan melewati tubuhnya yang merebah ke samping. Sekarang posisi Alya adalah
miring membelakangi sopir tua itu yang
tanpa henti terus menusukkan penisnya dan menggenjot tubuh mulus sang majikan dengan
penuh nafsu. Memeluk dari belakang, tangan mang Ujang bebas menggerayangi payudara
Alya yang bergoyang-goyang indah seirama dengan genjotan pinggulnya. Ia juga
mencucup dan menjilati leher jenjang Alya dan memberi banyak cupang disana.
”Aghhh...
mang!” Rasa ingin kencing semakin mendera tubuh hangat Alya. Dengan sepenuh
kekuatan, ia menggoyang-goyangkan pinggulnya untuk segera menjemput rasa itu.
Alya berteriak, mengaduh, merintih dan berteriak kembali saat rasa nikmat itu
bukannya mereda, tapi malah semakin menjadi-jadi. Ia tak dapat lagi menghindar.
Rasanya sudah seperti di ujung, siap meledak untuk meruntuhkan pertahanan
terakhirnya.
”Mang
Ujaaangg... akuu... oohh...” tubuh Alya langsung merinding dan gemetar saat
dengan kedutan-kedutan besar, ia merasa ada sesuatu yang tumpah dari dalam
liang vaginanya. Cairan itu rasanya mengalir tanpa henti, sangat banyak dan juga
sangat nikmat sekali, membuat Alya terkulai lemas untuk sesaat.
Sementara
itu, kontol perkasa mang Ujang sama sekali belum menunjukkan tanda-tanda akan
berhenti, bahkan ia semakin mempercepat kocokannya. Alya pasrah saja
menerimanya. Meski sedikit terasa ngilu, tapi sebanding dengan apa yang ia raih
malam ini.
Mang Ujang yang rupanya masih jauh dari tujuannya, meraih tubuh Alya dan mengangkatnya ke atas hingga posisi Alya jadi telentang sekarang dengan tetap menindih tubuh si sopir tua yang terus menancap dan menggenjotkan batang penisnya. Walaupun posisi mang Ujang berada di balik punggung Alya, tapi ujung kemaluannya masih tetap saja mampu menyentuh lubang peranakan sang artis idola. Kaku, panjang, dan besarnya penis mang Ujang membuat seakan tak ada celah yang tersisa lagi dalam ruang kemaluan Alya yang memang menjadi sangat menyempit akibat orgasmenya barusan.
Alya
sadar, tanpa bantuannya, mustahil bagi mang Ujang untuk meraih klimaksnya. Jadi
dia berusaha bangkit dan memainkan pinggulnya. Ia goyang pantatnya yang bulat
sedemikian rupa agar dapat mengimbangi genjotan mang Ujang yang semakin
menggila. Bahkan kemudian Alya bergerak bangun setengah menduduki selangkangan
laki-laki tua itu dengan kedua tangannya masih bertumpu pada dada kerempeng si
mamang sehingga penis besar mang Ujang dapat sepenuhnya masuk dalam lahapan
vaginanya. Alya mengikuti genjotan sang sopir dengan menaik-turunkan pantatnya,
membuat payudara besarnya ikut bergoncang-goncang, yang segera dipegang dan
diremas-remas kuat oleh mang Ujang. Rambut Alya yang panjang sepunggung terhambur
ke kanan maupun kiri, tergerai kusut tak karuan akibat genjotan edan penis si
sopir tua.
Tapi Alya tak pernah menduga, posisi yang sedang ia lakoni ini justru menjadi bumerang baginya. Dengan cepat gairahnya terdongkrak dan terkerek naik. Rasa gatal pada dinding vaginanya datang lagi dengan begitu cepat. Dorongan nafsu merenggut seluruh saraf-saraf pekanya kembali. Dan rasa lemas di tubuhnya langsung lenyap, berganti dengan semangat penuh gairah untuk menggenjot penis mang Ujang agar dapat lebih dalam lagi memasuki lubang vaginanya.
Alya
kembali kesetanan. Ia kembali merintih dan mendesah. Dia lah yang sekarang mempercepat
keluar masuknya penis sang sopir ke dalam jepitan kemaluannya. Batang besar, panjang
dan keras milik mang Ujang membuatnya terbakar hidup-hidup, bahkan lebih keras dari
yang tadi. ”Arghhh... mang!” Alya berteriak sebagai ganti desahannya. Ia
melakukannya untuk menjemput nikmat yang tak terperikan ini. Dan saat itulah ia
kembali merasakannya.
Dari celah bibir rahimnya, desakan ingin kencing kembali mengejar ke depan, menuju gerbang vaginanya. Karena sudah tahu betapa nikmat dan dahsyatnya rasa itu, Alya pun bergegas mengejar. Genjotan dan naik turun pantatnya dibuatnya semakin menggila agar rasa itu segera datang. Sepasang payudaranya yang masih dalam genggaman mang Ujang, terlempar ke atas dan ke bawah begitu kuat akibat perbuatannya itu. Tapi Alya tak peduli. Rasa itu telah sampai di gerbang vaginanya dan siap untuk meledak, tidak mungkin untuk dilepaskan lagi. Diiringi dengan teriakan yang paling keras, dia pun orgasme sekali lagi.
Dari celah bibir rahimnya, desakan ingin kencing kembali mengejar ke depan, menuju gerbang vaginanya. Karena sudah tahu betapa nikmat dan dahsyatnya rasa itu, Alya pun bergegas mengejar. Genjotan dan naik turun pantatnya dibuatnya semakin menggila agar rasa itu segera datang. Sepasang payudaranya yang masih dalam genggaman mang Ujang, terlempar ke atas dan ke bawah begitu kuat akibat perbuatannya itu. Tapi Alya tak peduli. Rasa itu telah sampai di gerbang vaginanya dan siap untuk meledak, tidak mungkin untuk dilepaskan lagi. Diiringi dengan teriakan yang paling keras, dia pun orgasme sekali lagi.
”AARRGGHHHHH...!!!”
Rasanya begitu nikmat saat cairan bening itu kembali menyemprot dan menyembur
keluar. Tubuh Alya sampai bergetar dan terkejang-kejang seiring lelehan cairan
cintanya yang mengalir deras dari liang vaginanya. Saat itulah, tiba-tiba ada
rasa marah dan benci yang menyelinap di hatinya. Alya kecewa kepada Ramzy, sang
suami. Selama 6 tahun pernikahan mereka, ia merasa tidak dihargai sebagai
istri. Ia merasa dilecehkan karena Ramzy tidak pernah mampu memberikan
kenikmatan sebagaimana yang ia terima dari mang Ujang hari ini. Alya merasa
bahwa Ramzy cuma mencari enaknya sendiri, tanpa mempedulikan perasaan atau
kebutuhan Alya. Laki-laki itu seperti tidak bersungguh-sungguh berusaha memberikan
kepuasan orgasme pada dirinya dalam setiap persetubuhan mereka. Beda dengan
mang Ujang, yang hanya dalam 1 kali permainan, sanggup membuatnya orgasme
berkali-kali. Menyadarinya, Alya meraung menangis. Ia terisak
sejadi-jadinya.
Mang Ujang yang belum menyadari keadaan sang majikan, terus menggerakkan pinggulnya untuk menggenjot tubuh mulus Alya. Malah kembali ia meraih tubuh wanita cantik itu agar kembali merapat ke tubuhnya. Ketiaknya ia serang habis-habisan. Payudara Alya diremasnya penuh nafsu. Rupanya kakek tua itu juga sudah hampir mencapai puncak. Terasa aliran spermanya sudah merasuk ke batang penisnya, siap untuk ditembakkan ke kedalaman vagina Alya yang sempit dan hangat.
Menyadari
hal itu, Alya segera tersadar. Ia usap air matanya dan segera melepas jepitan
vaginanya pada batang penis sang sopir. Ia tidak mau mang Ujang meledak di
dalam. Alya tidak mau hamil karena ulah laki-laki tua itu. Dengan tubuh
sempoyongan, ia bergegas turun dari ranjang.
Tapi
rupanya mang Ujang salah pengertian dengan sikapnya ini. Dia berpikir bahwa Alya
ingin mengubah posisi agar bisa dapat meminum air maninya, seperti yang biasa
dilakukan si Mar, pembantu sebelah rumah. Jadi begitu melihat sang majikan turun,
dia langsung ikut menyusul turun. Dengan tangannya, mang Ujang menekan pundak
Alya agar wanita itu jongkok. Kemudian dia jambak rambut Alya yang hitam lebat
hingga majikannya itu menengadah.
”Ehm, mang... aku...” Alya ingin protes, tapi terlambat.
”Ayo,
mbak Alya, telan... minum spermaku...” sambil berkata, mang Ujang menyodorkan
penis besarnya ke mulut Alya, meminta wanita cantik itu untuk menghisap dan
menampung spermanya.
Tidak bisa melawan, Alya pun membuka mulutnya. Dia telan penis itu dan dihisapnya dengan rakus. Tapi baru juga beberapa jilatan, tiba-tiba... “Argghhhhh… mbak Alya! Aku keluar! ARGHHHH…!!!” terdengar suara mang Ujang yang meregang penuh kenikmatan. Desahan dan rintihannya memenuhi ruang sempit kamar hotel, bersamaan dengan semprotan cairan putih kental yang amat banyak dari batang penisnya, yang tanpa ampun tumpah ruah memenuhi mulut manis Alya.
“Hmph,
glek!” Alya segera menelan semuanya agar tidak
tersedak. Dia berusaha agar tak ada setetespun yang tercecer. Di luar dugaan, meski
tidak pernah melakukan ini sebelumnya, rasanya ternyata tidak begitu
menjijikkan. Ia menyukainya. Kenapa Ramzy tidak pernah melakukan ini
sebelumnya? Ah, sekali lagi Alya kecewa dengan laki-laki itu.
Kelelahan,
mereka sama-sama tergolek di tempat tidur, telentang bersisian di atas ranjang
dengan tubuh tetap telanjang. Kenikmatan nafsu birahi sejenak membuat Alya
sedikit terlena. Ia agak gelagapan saat mang Ujang mencolek payudaranya untuk menarik
perhatiannya. Dia melenguh manja ketika tangan laki-laki itu terus turun untuk
mengelus dan memainkan lubang vaginanya yang sudah sangat basah dan memerah.
Mereka berpelukan dan saling memagut sesaat.
”Kenapa
mang Ujang begitu berani pamer burung tadi?” tanya Alya penasaran. Mang Ujang
hanya memberikan senyum tipis sebagai jawaban.
”Apa
tidak takut aku teriak?” tanya Alya lagi. Kembali
laki-laki itu tidak menjawab. Alya sebenarnya tidak butuh jawaban, karena 9 dari
10 wanita, entah itu gadis, istri ataupun janda, pasti akan melakukan hal yang
sama dengannya. Mereka akan langsung jatuh terduduk apabila
dihadapkan pada pemandangan yang sedemikian spektakuler, sebuah tampilan penis super
besar yang begitu mempesona dan menggetarkan jiwa.
”Saat
pertama datang, mang Ujang terkesan sangat sopan, sama sekali tidak menampakkan
akan berlaku 'kurang ajar' kepadaku. Tapi kenapa mang Ujang bisa nekat seperti
tadi?” Alya bertanya lagi.
Kali
ini mang Ujang mau menjawab. ”Karena ada kesempatan, bu.” Dia kembali memanggil
’Bu’, tanda kalau suasana sudah kembali ’normal’. Mang Ujang bercerita kalau
sudah sejak lama ia menginginkan dan mengagumi tubuh mulus Alya. Naluri
kelelakiannya mendorong untuk selalu mencari kesempatan, tapi tidak pernah
didapat karena Alya memang jarang sendirian. Begitu tahu kalau tadi mereka cuma
berdua saja di kamar hotel, Mang Ujang sadar inilah kesempatan emas baginya
untuk bisa mencicipi tubuh mulus sang majikan. Dan dia memanfaatkannya dengan
baik.
”Jadi
tadi spontan aja, gitu?” tanya Alya penasaran.
Mang Ujang mengangguk mengiyakan. ”M-maaf, bu, karena sudah berlaku kurang ajar sama ibu. Saya siap dipecat! Tapi saya mohon, jangan tuntut saya ke pengadilan, saya benar-benar khilaf. Saya takut dipenjara, bu!” rengeknya.
Alya tertawa mendengarnya. ”Siapa juga yang mau nuntut mang Ujang. Saya malah suka dengan kenekatan mamang.”
Perkataan
Alya membuat laki-laki tua itu melongo. ”S-suka? Maksudnya?” dia bertanya tak
mengerti.
”Ya
pokoknya suka. Dan sekarang, saya memutuskan untuk pulang besok pagi aja. Saya
mau mang Ujang tidur disini untuk menemani saya malam ini.” sambil berkata,
Alya makin mengeratkan pelukannya ke tubuh kurus sang sopir pribadi.
”Ehm, b-baik, bu.” dan sebagai laki-laki normal, tentu saja mang Ujang tidak menolaknya.
0 comments:
Post a Comment