Monday 18 February 2013

Maling Itu...



Siang itu entah kenapa, Titi yang tertidur setelah menyusui Andra, anaknya yang baru berumur satu tahun di kamarnya sepertinya mendengar suara aneh dari ruang tamu. Ia segera bangun, merapikan jilbab dan pakaian dinas PNS-nya yang belum sempat diganti ketika pulang mengajar, kemudian mengintip apa yang terjadi.

Dengan membuka tirai kamarnya sedikit ia dapat melihat ke ruang tamu yang berada di depan kamarnya. Rupanya di ruang tamu ada seseorang bertopeng yang sedang berusaha masuk ke rumahnya melalui jendela depan.

Pasti orang itu ingin merampok, pikir Titi melintas dalam otaknya. Ia segera menyambar tas kerjanya dan mencari handphonenya, tapi ia terkejut ketika mengetahui handphonenya mati karena waktu pulang dari SD tempatnya mengajar ia berencana meng-charge-nya di rumah.

Sialnya lagi, ia lupa mengunci kamarnya. Ketika ia mendekat ke pintu kamar untuk menguncinya, daun pintu sudah dibuka dari luar. Sekarang di depan pintunya telah berdiri seseorang bertopeng yang menggenggam pisau dan bersiap mengancamnya.

"Jangan bergerak atau kau dan anakmu kubunuh!!" gertak si perampok.

"Jangan sakiti anakku, ambil saja apa yang benda yang kamu mau, tapi jangan sakiti anakku!" seru Titi gugup dengan wajah ketakutan. Ia segera mengendong Andra yang masih tertidur ke dalam dekapannya.

"Kalau mau selamat, turuti kata-kataku!" kata si perampok. "Taruh saja anakmu di kasur, kau ikut aku!" lanjut si perampok.

Dengan ketakutan Titi menuruti perintah si perampok, ia kembali menaruh anaknya kembali di tempat tidur, sepertinya anak tersebut tidak terganggu dengan suasana rumah yang mencekam.

Jantung Titi terasa berdebar-debar menghadapi situasi yang menegangkan ini. Tiba-tiba si perampok menariknya keluar kamar tidur lalu membawanya menuju ruang tamu kemudian melemparkan tubuh mulus Titi ke sofa.

Titi yang tidak dapat berjalan cepat karena rok panjang yang dikenakannya sampai mata kaki akhirnya terjerembab ke sofa. Perampok itu menarik jilbab panjangnya sehingga wajah Titi mendekat ke mukanya. "Jangan macam-macam kalau mau selamat!" gertak si perampok.
Tak terasa karena menahan ketakutan yang sangat, air mata Titi yang sejak tadi berkaca-kaca mulai membasahi pipinya, wajahnya yang cantik di usia 26 tahun itu menunjukkan ketakutan yang amat sangat.

Perampok itu kemudian menyumpal mulut Titi dengan taplak dan mengikat tangan dan kakinya dengan tali yang dibawanya. Dalam keadaan terikat, tubuh Titi dimasukkan ke dalam kamar tamu lalu dikunci. Dari dalam kamar tamu itu Titi dapat mendengar perampok itu seperti mencari sesuatu di rumahnya.

Terlihat beberapa kali bayangan perampok itu mondar-mandir di depan pintu kamar tamu. Pikiran Titi berkecamuk memikirkan apa yang akan dilakukan perampok dengan dirinya dan anaknya. Ia sudah memasrahkan bila harta bendanya diambil perampok itu.
Tak lama kemudian pintu kamar tamu terbuka, si perampok masuk dengan membawa segelas air. "Minum sampai habis!" perintah perampok itu sambil membuka sumpalan mulut Titi.

"Apa ini?" tanya Titi.
"Minum! Abisin!" hardik si perampok.

Karena takut Titi akhirnya terpaksa meminum air di dalam gelas itu sampai habis. Ia memang merasa haus ketika dikurung di dalam kamar tamu. Entah air apa itu, rasanya seperti mencekik tenggorokannya, dan membuat kepala pusing. Titi pun tak sadarkan diri.

Titi terbangun dan mendapati dirinya berada di atas kasur dan kaki tangannya sudah bebas dari ikatan. Ia pun segera berlari ke kamarnya, di dalam kamar ia melihat anaknya masih tidur dengan nyenyaknya.

Pikirannya bingung dengan keadaan ini, ia segera membuka lemari tempat ia menyimpan perhiasan, ia terkejut melihat perhiasannya masih ada di tempatnya dan dalam keadaan utuh. Apakah tadi ia benar-benar dirampok atau ia hanya tertidur di kamar tamu?
Otaknya menjadi pusing memikirkan banyak hal sekaligus. Setelah berusaha menenangkan dirinya, Titi pun berniat keluar rumah sambil membawa anaknya. Tapi langkahnya urung ketika dari sudut matanya ia melihat sesosok bayangan di belakangnya. Ternyata bayangan itu adalah si perampok.

Perampok itu menarik jilbab Titi sehingga kepalanya tertarik ke belakang. Belum sempat Titi menyeimbangkan posisi berdirinya yang agak susah karena rok panjang, tiba-tiba ia merasakan mulutnya dibekap dengan sangat kencang sehingga ia kesulitan bernapas.

"Diam, atau kamu mati!" Titi tidak dapat berbuat apa-apa selain mematuhi perintah itu. Perampok itu kembali membawa Titi ke kamar tamu lalu mendudukkannya di kursi.

Perampok itu mendekat dan mulai melepaskan kancing baju Titi hingga bagian depan tubuh Titi terbuka dan memperlihatkan buah dada berukuran 32B. Sejenak perampok itu memandangi buah dada Titi yang tertutup oleh BH putih berenda.

Perampok itu meraba-raba buah dada Titi yang masih tertutup BH itu, tangan kasarnya segera dapat menemukan kedua puting susu dan menariknya dengan sangat kuat.

”Auw!” Titi menjerit kecil ketika merasakan sakit pada puting susunya. Kepalanya yang ditutupi Jilbab bergerak tak karuan melampiaskan kesakitannya. Tapi apa lacur? Perlahan-lahan Titi merasakan sakit pada puting susunya berkurang dan ia merasakan perasaan aneh dari dalam dirinya.

Di dalam pikirannya, Titi merasa melayang-layang dan merasakan suatu hal yang sangat indah. Hatinya juga merasakan sesuatu hal yang indah dan merasa berbunga-bunga.

Tanpa Titi sadari ia tersenyum kepada si perampok. Si Perampok membalas senyuman Titi, karena ia tahu bahwa obat perangsang yang sangat kuat yang ia minumkan kepada Titi telah bereaksi.

Perampok itu kemudian mendekat dan membelai-belai jilbab Titi. Karena pengaruh obat perangsang Titi lupa bahwa ia merupakan korban perampokan, dan sebentar lagi akan menjadi korban pemerkosaan, akal dan pikirannya telah mati dan remasan serta jepitan perampok pada puting susunya telah membangkitkan nafsunya. Ya, birahinya telah keluar dengan sangat menggebu-gebu, lupa bahwa ia seorang guru agama pada sebuah sekolah dasar negeri, lupa bahwa ia seorang muslimah yang berjilbab.

Titi sudah tak kuasa lagi menahan birahinya yang meledak-ledak ingin dipuaskan. Dengan napas memburu penuh nafsu, Titi mendekatkan wajahnya ke arah si perampok ketika jilbabnya ditarik ke atas.

Ketika si perampok menarik jilbabnya lebih mendekat, bibirnya segera mencium bibir Titi yang merekah menahan birahi, Titi membalas ciuman si perampok, dia tidak bisa menahan gelombang birahi yang menerpanya, terlebih saat itu tangan perampok sedang menggerayangi segenap penjuru tubuhnya.

Kedua telapak tangan perampok itu berhenti di pantat Titi dan masing-masing mencaplok satu sisi. Dirasakannya kedua bongkahan daging itu, bentuknya padat berisi dan bulat indah karena memang berasal dari kalangan berada, Titi merawat benar tubuhnya dengan fitness dan diet.

Ciuman perampok makin merambat turun ke leher jenjangnya setelah melampirkan jilbab Titi ke belakang lalu dia membungkukkan badan agar bisa menciumi payudara Titi yang BH-nya telah dilepaskan.

Titi sudah tidak bisa menahan diri lagi, birahi telah membuyarkan akal sehatnya. Si perampok menjilati payudaranya dengan liar hingga permukaannya yang halus dan mulus jadi basah oleh air liur, terkadang dia juga menggigiti putingnya, memberikan sensasi tersendiri bagi Titi. Tangan satunya turun meraba-raba rok panjang korbannya dan berusaha membukanya.

Titi seperti mengerti kemauan si perampok, ia kemudian berdiri dan membuka resleting roknya, diikuti rok dalemannya dan tak lama kemudian terpangpanglah paha dan kaki mulusnya, kemaluannya masih ditutupi oleh CD putih berenda.

Kemudian si perampok membuka resleting celananya dan menyembullah penis yang sudah mengeras tajam di depan wajah Titi. Mata wanita itu melotot melihat penis si perampok yang hitam berurat dengan ujungnya disunat menyerupai jamur serta jauh lebih besar daripada milik suaminya.

"Gede kan, Sayang, pasti punya suamimu ga segede gini kan!" kata si perampok dengan bangga memamerkan senjatanya. "Nah, ayo sekarang servisnya mana?!"

Titi tersenyum memandangi penis si perampok lalu dengan tangan dia mulai meraih penis itu dan mengocoknya pelan. Si perampok menarik jilbab Titi agar wajah perempuan itu mendekat ke penisnya.

"Servis mulutnya mana, Sayang, masa cuma tangan doang sih?!" suruhnya tak sabar.

Kembali Titi tersenyum, pelan-pelan memajukan wajahnya sambil memandang penis si perampok, dia melanjutkan kocokannya sambil menyapukan lidahnya pada kepala penis itu dengan ragu-ragu, karena Titi belum tahu caranya melakukan oral sex seperti keinginan si perampok, sehingga perampok pun menjadi gusar.

"Heh, apa-apaan sih, disuruh pake mulut malah cuma pake lidah disentil-sentil gitu!" bentaknya. "Gini nih yang namanya pake mulut!" seraya menjambak Jilbab Titi dan menjejalkan penisnya ke dalam mulut perempuan cantik itu.

"Mmmhhppphh…!!" hanya itu yang keluar dari mulut Titi yang telah dijejali penis. Mulutnya yang mungil membuatnya tidak bisa menampung seluruh batang itu, tapi ia sangat menikmati sex gaya barunya tersebut.

"Ayo, yang bener nyepongnya! Nah, kaya gitu! Kamu cepat belajar, Say, pantes murid-murid kamu cepat pintarnya diajarin kamu!" si perampok mendesah merasakan belaian lidah Titi pada penisnya serta kehangatan yang diberikan oleh ludah dan mulutnya.

"Uuhhh… gitu dong, Say, enak…! Mmmm!" gumamnya sambil memegangi kepala Titi yang masih ditutupi Jilbab dan memaju-mundurkan pinggulnya semakin cepat.

Titi merasakan wajahnya makin tertekan ke selangkangan dan buah pelir si perampok yang berbulu lebat, penis di dalam mulutnya semakin berdenyut-denyut dan sesekali menyentuh kerongkongannya. Sekitar sepuluh menit lamanya dia harus melakukan hal itu, sampai si perampok menekan kepalanya sambil melenguh panjang.

"Ooouuugghhhhh… keluar nih, Say!
Isep! Isep terus! Jangan dimuntahin, sekalian bersihin kontolnya!" perintah laki-laki itu dengan nafas memburu saat cairan putih kentalnya menyembur deras di dalam mulut Titi.
Mau tidak mau, Titi harus menelannya. Rasanya yang asin dan kental membuatnya hampir muntah dan tersedak. Beberapa saat kemudian, barulah semburannya melemah dan berhenti. Titi langsung terbatuk-batuk begitu si perampok mencabut penis itu dari mulutnya. Nafasnya terengah-engah mencari udara segar, dia baru saja lulus dalam ujian blow job pertamanya. Si perampok terus saja menahan memegangi Jilbab Titi agar wajah perempuan itu tetap berada di depan penisnya

"Sudah… cukup... Sayang!" Titi menggoda si perampok.

"Cukup apanya, Say? Baru juga pemanasannya, pokoknya dijamin puas deh!" ujar si perampok sambil berjongkok di depan Titi, tangannya meraih ujung baju Titi, hendak menyingkapnya.

"Jangan cepat-cepat, Say!" ucap Titi mengiba sambil mengedipkan matanya ke arah si perampok yang akan menaikkan bajunya.

Tangan si perampok menyingkapkan baju dinas yang Titi kenakan, kemudian melepaskan baju itu dari pemiliknya. Tinggallah Titi hanya mengenakan Jilbab putihnya, seluruh pakaiannya telah dilucuti, keringat masih membasahi kulit putihnya yang tak terlindungi lagi.

Kini mulut si perampok dengan rakus menjilat dan menyedot puting Titi yang berwarna merah dadu. Setelah beberapa saat, tangannya yang menggerayangi payudara yang lain mulai turun ke bawah mengelus paha mulus Titi lalu menjejahi kemulusan paha dalam perempuan itu sebelum akhirnya menjamah selangkangan Titi yang tertutupi rambut yang tercukur rapi.

Titi terlihat senang menerima perlakuan itu, dia mendesah saat tangan si perampok mulai meraba-raba kemaluannya dari luar. Rasa geli membuatnya mengatupkan kedua belah pahanya sehingga tangan si perampok terjepit diantara kemulusan kulitnya. Hal ini membuat laki-laki itu menjadi semakin bernafsu, dia mulai menyusupkan jari-jarinya melalui pinggiran vagina dan menyentuh bibir vagina Titi yang telah becek.

"Hehehe… Jilbaban asik-asik aja yach dientot." ejeknya sambil nyengir lebar ketika merasakan daerah kewanitaan Titi yang basah itu.
Titi hanya mengangguk-angukkan kepala yang masih ditutupi Jilbab putih.

"Buka kakinya, Say!" perintah si perampok pada Titi sambil mengelus-elus kontolnya karena keasikan dioral oleh Titi. "Ayo buka…!" katanya lagi dengan lebih keras.

Dengan perlahan-lahan, Titi mulai membuka pahanya dan memperlihatkan kemaluannya yang berbulu cukup lebat tapi tertata rapi kepada si perampok yang duduk berjongkok di depannya. Dia menggigit bibir dan memejamkan mata, tak pernah terbayang olehnya akan melakukan hal ini di depan lelaki seperti itu.

"Wah, ternyata ibu gak cakep mukanya aja, memeknya juga cakep!" kata si perampok sambil tak berkedip menatap daerah pribadi milik Titi dan mengelusnya pelan. Tak lama kemudian, dia pun melumat vagina Titi dengan ganas, diserangnya setiap sudut vagina itu, mulai dari bibir hingga klitorisnya, disertai gigitan-gigitan kecil yang menggemaskan. Sementara tangan kanannya meraih payudara Titi dan meremas-remasnya kuat, sedangkan yang kiri menelusuri kemulusan pantat Titi yang putih dan montok.

"Uhh… ahh... uhh… ahh... ahh…!" desah Titi dengan tubuh menggeliat-geliat menahan rasa geli yang bercampur nikmat luar biasa, suatu perasaan yang tidak bisa ditahan-tahannya lagi. Tubuhnya telah basah oleh keringat, wajahnya yang memerah tampak makin menarik dan serasi dengan jilbab putih yang dikenakannya dan nafasnya makin memburu.

Mendadak dia merasakan bulu kuduknya merinding semua, secara reflek dia merapatkan kedua pahanya, mengapit kepala si perampok karena sebuah sensasi dahsyat tiba-tiba diterimanya, ternyata si perampok membenamkan lidahnya pada bagian yang lebih dalam dari vaginanya, dia merasakan dinding vaginanya menjepit lidah si perampok. Selain itu dia juga merasakan putingnya makin mengeras karena terus dipilin dan dipencet-pencet oleh laki-laki itu. Air susunya pun tak henti-hentinya diisapi oleh si perampok.
Puas bermain-main dengan vaginanya, si perampok membaringkan tubuh Titi hingga telentang, dan kemudian menindihnya. Kini posisi mereka berhadap-hadapan, dengan ujung penis si perampok tepat berada di depan lubang surga milik Titi. Tanpa menunggu lama, laki-laki itu segera menusukkannya. Sesaat kemudian, dia sudah menggoyangkan pinggulnya, mula-mula gerakannya perlahan, tapi makin lama kecepatannya makin meningkat.

Titi benar-benar tidak kuasa menahan erangan setiap kali penis si perampok menghujam ke dalam vaginanya, gesekan demi gesekan yang timbul dari gesekan alat kelamin mereka menimbulkan rasa nikmat yang menjalari seluruh tubuhnya sehingga mata Titi membeliak-beliak dan mulutnya mengap-mengap mengeluarkan rintihan.

Perampok itu lalu mengangkat paha kirinya sepinggang agar bisa mengelusi paha dan pantat Titi sambil terus menggenjot. Sementara tangannya menggenggam bulatan payudara Titi dan meremas-remasnya keras.

Menit demi menit berlalu, si perampok masih bersemangat menggenjot tubuh mulus Titi. Sementara Titi sendiri kini sudah tidak terlihat sebagai seseorang yang sedang diperkosa lagi, melainkan nampak hanyut menikmati ulah si perampok. Kemudian tanpa melepas penisnya, dia mengangkat paha Titi yang satunya dan digendongnya menuju kursi meja rias dimana dia mendaratkan pantatnya.

Anehnya, tanpa disuruh, Titi memacu dan menggoyangkan pinggulnya pada pangkuan si perampok karena kini bukan lagi pikiran dan perasaannya yang bekerja, melainkan naluri seksnya.

Ketika memandang ke depan, dilihatnya wajah si perampok yang masih tertutup topeng itu sedang menatapnya dengan takjub.
Dengan posisi demikian, si perampok dapat mengenyot payudara Titi sambil menikmati goyangan pinggulnya.

Kedua tangannya meraih sepasang gunung kembar itu, mulutnya lalu mencium dan mengisap putingnya secara bergantian. Remasan dan gigitannya yang terkadang kasar menyebabkan Titi merintih kesakitan, juga keenakan.

Namun dia merasakan sesuatu yang lain dari persenggamaan ini, lain dari yang dia dapat dengan suami tercintanya, gaya bercinta si perampok yang barbar justru menciptakan sensasi yang khas bagi dirinya yang belum pernah dia dapatkan sebelumnya.

Di ambang klimaks, tanpa sadar Titi memeluk si perampok dan dibalas dengan pagutan liar di mulutnya. Titi membalasnya tanpa ragu. Mereka berpagutan sampai Titi mendesis panjang dengan tubuh mengejang, tangannya mencengkram erat-erat lengan kokoh si perampok.

Sungguh dahsyat orgasme pertama yang didapatnya, namun ironisnya hal itu bukan dia dapat dari suaminya melainkan dari seorang perampok mesum yang memanfaatkan situasi tidak menguntungkan ini. Setelah dua menitan tubuhnya kembali melemas dan bersandar dalam pelukan si perampok.

Rupanya penis perampok yang masih menancap di vaginanya belumlah terpuaskan, maka setelah jeda beberapa menit, dia bangkit sehingga penis itu terlepas dari tempatnya menancap. Titi yang belum pulih sepenuhnya disuruhnya menungging dengan tangan bertumpu pada kepala kursi.

"Oohh… udah dong, Say, aku udah gak kuat lagi, tolong!" Titi memelas dengan lirih.

Mendengar itu, si perampok cuma nyengir saja, dia merenggangkan kedua paha Titi dan menempelkan penisnya pada bibir kemaluan perempuan itu.

"Uugghh… oohh...!" desah Titi sambil mencengkram sandaran kursi dengan kuat saat penis si perampok kembali melesak ke dalam vaginanya.

Tangan laki-laki itu memegang dan meremas pantat bulat Titi sambil menyodok-nyodokkan penisnya, cairan yang sudah membanjir dari vagina Titi menimbulkan bunyi berdecak setiap kali penis itu menghujam.

Suara desahan Titi membuatnya semakin bernafsu sehingga dia meraih payudara Titi dan meremasnya dengan gemas seolah ingin melumatkan tubuh sintal wanita cantik itu.

Lima belas menit lamanya si perampok menyetubuhinya dalam posisi demikian, seluruh bagian tubuh Titi tidak ada yang lepas dari jamahannya. Sekalipun merasa pedih dan ngilu oleh cara si perampok yang barbar, namun Titi tak bisa menyangkal dia juga merasakan nikmat yang sulit dilukiskan, yang tidak dia dapatkan dari sang suami.

Akhirnya, si perampok menggeram saat merasakan sesuatu akan meledak dalam dirinya, penisnya dia tekan lebih dalam ke dalam vagina sempit Titi, serangannya juga makin gencar sehingga Titi dibuatnya berkelejotan dan merintih. Kemudian dia melepaskan penisnya dan cret… cret… cret... spermanya muncrat membasahi pantat Titi yang bulat dan padat.

Belum cukup sampai disitu, disuruhnya Titi menjilati penisnya hingga bersih, setelahnya barulah dia merasa puas dan memakai kembali celananya.

Titi bersimpuh di lantai dengan menyandarkan kepala dan lengannya pada kursi itu, wajahnya yang berjilbab tampak lesu berkeringat dan badannya merasa keletihan yang sangat, dalam hatinya berkecamuk kepuasan yang sensasional ini. Tak lama kemudian karena kelelahan Titi merasa mengantuk.

Keadaan telah malam, ketika Titi tersadar dari tidurnya, ia menajamkan matanya untuk memperhatikan keadaan sekitarnya, dilihatnya Andra masih tertidur di atas dadanya yang terbuka, anak itu tertidur dengan masih mengenyot puting susu ibunya.

Setelah memindahkan anaknya agar tidur dengan lebih nyaman, Titi merasakan seluruh tubuhnya terasa nyeri dan lemas sekali, seperti habis bekerja berat.

Ia menuju ke arah lemari pakaian untuk mengganti pakaiannya yang dari tadi pagi belum dia ganti dan agak kusut kelihatannya. Ia terkejut ketika membuka baju dinasnya, disekujur badan atasnya terlihat bekas-bekas gigitan dan isapan-isapan yang tersebar di sekitar dada dan perutnya.

Dengan perasaan was-was, Titi segera membuka seluruh pakaiannya dan terkejutlah ia melihat banyaknya bekas-bekas gigitan dan isapan-isapan yang tersebar di seluruh tubuhnya.

Ia melihat ke kaca rias sambil meraba bekas-bekas bekas-bekas gigitan dan isapan-isapan di sekitar payudaranya, tiba-tiba ia tersenyum dengan penuh arti. Buru-buru ia menuju kamar mandi dan membersihkan dirinya sambil memeriksa bekas-bekas gigitan dan isapan-isapan yang tersebar di tubuhnya.

Setelah selesai mandi dan mengeringkan tubuhnya, Titi dengan masih mengenakan handuk yang membelit dari dada hingga pahanya, kembali rebahan disamping anaknya yang masih tertidur pulas.

Dini hari keesokannya daerah tempat tinggal Titi geger, suami Titi yang baru pulang dari dinas luar kotanya menemukan lemari tempat menyimpan uang telah ludes isinya, begitu juga dengan kotak perhiasan dan benda berharga lainnya.

Istrinya tidak ingat ada perampok yang masuk ke dalam rumahnya dan memang polisi tidak menemukan kerusakan pada pintu dan jendela rumah tersebut.

Akhirnya Titi dibawa ke kantor polisi terdekat untuk menjelaskan kejadian yang sebenarnya, tapi Titi sama sekali tidak sadar bahwa ia mengalami perampokan.

0 comments:

Post a Comment

 

©2011Pojokan Dewasa | by TNB