Sunday 17 February 2013
Another Love Story
People has always thought that Ichigo and Rukia's love story is the
greatest love story in Bleach. They simply forget, there's another love story
which is as powerful as Ichigo-Rukia's …
This is the story…
Ishida Uryuu meletakkan Schneele Scheider ke dalam tas kecil di
pinggangnya. Hollow berbentuk ikan pari itu langsung menghilang bagaikan debu
ditiup angin malam. Hilang tanpa jejak. Pemuda itu menghela nafas,
menyunggingkan senyuman tipis dan lalu membetulkan letak kacamatanya yang sedikit
bergeser dari hidungnya akibat terlalu cepat melompat dari satu tiang ke tiang
lainnya.
"Ishida kun!" teriak
satu suara dari belakangnya.
Sejenak Ishida menahan nafasnya.
Suara lembut gadis itu selalu membuatnya menahan nafasnya karena degup jantungnya
yang mendadak tak beraturan. Gadis itu, teman sekelasnya… Inoue Orihime, gadis
yang mampu membuatnya merasakan melayang tak tentu arah.
Ishida berbalik dan mendapati
Inoue berlari ke arahnya. Gadis berambut orange itu mengerjapkan matanya yang
basah berkali-kali. Air mukanya menunjukkan kecemasan yang tinggi.
"Kau tidak apa-apa, Inoue
san?"
Gadis itu tertunduk seakan
menahan tangis, "Ini semua karenaku. Hampir saja Ishida kun terbunuh demi
menolongku."
Hati Ishida mencelos melihat
airmata yang menitik di pipi Inoue. ”Tidak Inoue san, demi dirimu aku bahkan
rela mengorbankan hidupku sendiri,” ujarnya di dalam hati. Semua pernyataan
itu hanya mampu disimpannya di dalam hati, karena ia tahu cinta Inoue hanya diperuntukkan
untuk Kurosaki Ichigo. Hati pemuda berkacamata itu mendadak perih. Ia menggigit
bibir bawahnya untuk mengurangi rasa pedih di hatinya demi mengingat sahabat
setengah shinigaminya itu.
"Inoue san, jangan bilang
begitu. Aku tidak apa-apa," katanya perlahan.
Mata Inoue menatap Ishida dengan
seksama. Baju Quincy-nya yang putih kotor karena debu di sana-sini, ada
beberapa lebam di wajah tampan Ishida yang ditimbulkan dari benturan dengan
lantai Hueco Mundo. Gadis itu terbelalak saat melihat bercak darah di bahu kiri
Ishida. Ada
luka yang masih menganga di sana.
"Ishida kun, kau
terluka!"
Ishida tidak sadar bahwa ia
terluka akibat sabetan ekor hollow yang berbentuk ikan pari tadi. Tidak, yang
tadi bukan sekedar hollow, karena ia cukup kuat dan agak sulit dikalahkan. Makhluk tadi paling tidak
setingkat Gillian, karena ia juga bisa berkomunikasi dengan baik. Hollow
tingkat rendah biasanya hanya mampu mengeluarkan erangan dan raungan. Apapun
tingkatan makhluk tadi, ia mampu melukai satu-satunya Quincy yang masih hidup
di dunia itu.
"Tidak apa-apa, Inoue
san. Ini hanya luka kecil. Sebentar saja juga sembuh," Ishida buru-buru
menenangkan Inoue yang lagi-lagi terlihat cemas.
"Tidak, kau terluka.
Biar aku obati…" Inoue merangsek maju mencoba menyentuh bahu Ishida.
Ishida dengan cepat mundur,
"Aku tidak apa-apa."
"Tidak, lukamu cukup
besar."
"Tidak apa-apa, Inoue san.
Aku baik-baik saja."
Namun Inoue tidak mau mendengar
perkataan Ishida. Ia tetap berusaha mendekati Ishida yang sibuk melangkah
mundur menjauhi Inoue. Akan tetapi, malang kaki Ishida tersandung sebuah batu
bekas puing bangunan yang hancur akibat pertarungan Ishida dengan Gillian ikan
pari tadi. Ishida tak ayal jatuh terjerembab. Sialnya lagi, Inoue yang berjalan
mendekati Ishida tersandung kaki Ishida dan juga jatuh terjerembab ke depan.
Lebih tepatnya tubuh Inoue
menimpa tubuh Ishida.
Bluk!
Wajah Inoue mendarat di wajah
Ishida, lebih tepatnya bibir merah muda gadis itu menyapu lembut bibir tipis
Ishida. Mereka
berciuman!
Untuk beberapa saat mereka sama
sekali tak bergerak. Keduanya masih dalam posisi menempelkan bibir satu sama
lain. Mata keduanya sama-sama terbelalak lebar. Terkejut dan shock. Inoue belum
pernah berciuman sebelumnya. Ia pernah mencium pipi Ichigo saat shinigami daiko
itu pingsan setelah terluka dalam pertempurannya dengan Ulquiorra di Karakura.
Akan tetapi, itu ia yang mencium Ichigo dan hanya di pipi saja. Ini beda.
Ini adalah berciuman.
Ishida lebih parah lagi, ia
bahkan belum pernah menyentuh tangan seorang gadis pun, baik itu pacar ataupun
hanya bantu menyeberangkan jalan seseorang. Ishida sangat polos dan saat ini
wajahnya memerah. Amat sangat merah. Ini bisa disebut ciuman pertamanya.
Keduanya belum juga bergerak
dari posisi masing-masing. Seharusnya Inoue yang bangkit lebih dahulu dari posisinya
yang menindih Ishida, akan tetapi saat ini Inoue merasakan kenyamanan yang tak
pernah ia rasakan sebelumnya. Pun saat ia berdua dengan Ichigo. Tidak pernah seperti
ini. Tubuh Ishida yang berada di bawahnya terasa amat sangat hangat. Ia merasa
ada getaran aneh yang merambat dari tubuh Ishida ke seluruh tubuhnya. Dan bibir
Ishida…rasanya lembut sekali. Seperti menyentuh buih avocado float yang manis
dan lembut.
Inoue sungguh tak mampu
mengangkat tubuh dan bibirnya dari kenyamanan yang belum pernah ia rasakan
sebelumnya ini.
Ishida jelas tidak sanggup
bergerak sama sekali. Tubuh sintal Inoue menekan tubuhnya dengan sempurna,
terutama bagian dada gadis itu yang terasa sangat empuk. Ini persis seperti
mimpi-mimpi yang kerap kali mengganggu tidurnya di malam hari. Bersentuhan dengan bagian yang paling
menggoda dari diri Inoue.
Ishida benar-benar menyukai payudara
gadis itu, begitu bulat, besar dan padat. Buah dada itu sering jadi bahan perbincangan
teman-teman sekelasnya yang kagum akan pesona Inoue yang satu itu, akan tetapi
Ishida tak pernah ikut-ikutan membicarakannya. Cintanya pada Inoue suci,
mungkin sama sucinya seperti cinta Ichigo pada Rukia. Oleh sebab itu, Ishida
berusaha untuk tak memandang Inoue dari segi fisik saja. Ia selalu memandang
gadis itu sebagai satu kesatuan yang utuh: gadis yatim piatu cantik dan berhati
baik yang selalu ingin menolong orang lain.
Akan tetapi Ishida pemuda yang
normal. Terkadang tanpa ia sadari ia memimpikan Inoue sebagai wanita yang
menggairahkan. Wanita yang kerap menggoda kelaki-lakiannya.
Dan posisi mereka berdua saat
ini persis seakan-akan mewakili mimpi-mimpi malamnya.
Wajah Ishida masih memerah.
Matanya masih menatap tepat ke mata Inoue. Pemuda berambut hitam itu tak tahu
harus bagaimana. Ia sebenarnya ingin mengatakan pada gadis yang menindihnya itu
agar ia segera berdiri!
Ishida takut.
Takut sekali.
Ia takut… penisnya akan bereaksi
jika Inoue tidak segera bangkit dari tubuhnya!
Jika hal itu sampai terjadi,
Inoue pasti akan sangat terkejut dan mungkin akan segera menamparnya. Gadis itu
pasti akan langsung membencinya. Dan jika hal itu terjadi, Ishida akan bunuh
diri di tempat ini, saat ini juga!
Ishida masih melotot saat ia
menyadari satu hal pada Inoue. Gadis itu menutup matanya dengan perlahan dan
lalu tanpa disangka-sangka mengulum bibir bawah Ishida dengan lembut!
Tubuh Ishida bergetar saat itu
juga dan apa yang ia takutkan benar-benar terjadi.
Ada yang bereaksi di bagian
bawah tubuhnya!
Penisnya mulai bangun!
Gawat!
Tubuh Ishida panas dingin
berusaha menahan diri. Dengan semua kekuatan yang ia punya, ia berusaha menekan
reaksi penisnya yang secara pelan mulai menggeliat
di bagian bawah tubuhnya.
“Kami sama, tolong aku.
Tenangkan diriku, jangan sampai Inoue tahu,” bisiknya memohon-mohon dalam
hati.
Ia terlalu mencintai Inoue,
dan membiarkan Inoue tahu bahwa ia juga punya nafsu hanya akan menghancurkan
kepercayaan Inoue kepadanya. Inoue yang selalu menganggap dirinya sahabat, pasti akan
merasa jijik padanya.
Jangan sampai itu terjadi!
Ishida sungguh sangat sayang
pada Inoue dan tak sanggup bila gadis itu akan menjauhinya karena instingnya
sebagai laki-laki normal.
Hati Ishida mulai menangis. Hati
dan tubuhnya sudah tidak sejalan. Hatinya menginginkan Inoue segera bangkit dan
cepat menjauh dari dirinya, akan tetapi tubuhnya memohon agar Inoue tetap
berada pada posisinya sekarang sehingga ia bisa melepaskan semua kerinduan yang
sudah membelit hatinya sedari dulu.
Bagaimana dengan Inoue?
Inoue tanpa sadar mengulum bibir
Ishida dengan lembut. Bibir pemuda itu terasa seperti es krim dan Inoue tak
rela melepaskannya. Ia ingin menjilat es krim yang nikmat itu, menikmati setiap
tetesnya dan menyeruput habis isi es krim itu.
”Kami sama, mengapa bibir
Ishida kun terasa manis seperti ini? Mengapa baru sekarang aku tahu manisnya
bibir Ishida kun? Mengapa di tempat yang menyeramkan ini baru aku rasakan rasa
nikmat seperti ini?” Inoue bertanya-tanya dalam hatinya.
Inoue tak berniat melepaskan
ciumannya. Ia terus menyentuh bibir bawah Ishida dengan bibirnya sendiri, ketika
ia merasa sesuatu ada yang keras merangsek bagian bawah tubuhnya, dengan kaget,
Inoue melepaskan ciumannya dan membuka matanya dengan perlahan.
Ia melihat wajah Ishida merah
membara.
"Inoue san…" bisik
Ishida.
"Ishida kun… kau…"
"Maafkan aku, Inoue san.
Aku tak bermaksud… aku sungguh tak sengaja…"
Inoue mengerti apa yang dimaksud
Ishida. Ia bukanlah gadis usia 17 tahun yang bodoh dan naif. Terima kasih
sebanyak-banyaknya pada Michiru dan Tatsuki yang diam-diam terkadang merecoki
dirinya dengan tontonan dewasa yang seharusnya tidak mereka tonton. Akan tetapi
menurut Michiru, tontonan seperti itu penting karena mereka harus tahu hal-hal
yang berhubungan dengan dunia orang dewasa agar tidak mudah dibodohi laki-laki.
Atau sebaiknya, jauhi saja makhluk bernama laki-laki tersebut, karena yang
mereka bisa lakukan hanyalah melukai wanita dan membuat wanita menjerit
sepanjang film. Itu pesan yang disampaikan Michiru. Tentu saja, Michiru kan
naksir Inoue. Ia tidak rela Inoue suka dengan laki-laki, khususnya dengan
Ichigo.
Inoue menatap wajah Ishida yang
terlihat seperti anak kecil yang sudah hampir menangis. Inoue tahu, Ishida
adalah pemuda yang baik dan polos. Pemuda ini selalu berusaha menolongnya
setiap ia membutuhkan pertolongan. Pemuda ini selalu melindunginya setiap ada
bahaya mengintai dirinya. Ishida memang bukan Ichigo. Ishida memang tidak
sekuat Ichigo. Akan tetapi ada satu hal yang selalu Inoue sadari, Ishida selalu
memandangnya. Tidak pernah sekali pun ia melihat mata Ishida memandang ke arah
gadis lain. Hanya kepadanya. Cara mata Ishida memandangnya persis seperti cara
Ichigo memandang Rukia. Persis sekali. Tatapan Ichigo yang selalu membuatnya
cemburu pada Rukia…ya tatapan seperti itulah yang dipancarkan mata Ishida ke
arahnya.
Inoue mendadak membelalakkan
matanya.
“Kami sama, kenapa aku baru
sadar sekarang? Ichigo mencintai Rukia, itu sebabnya ia selalu memandangi Rukia
dengan tatapan mata menghamba seperti itu. Dan jika Ishida menatapku
seperti itu, itu artinya… Ishida mencintaiku”
Inoue masih membelalakkan
matanya menatap tajam ke mata Ishida. Ishida sudah benar-benar ketakutan. Mata Inoue
seakan ingin menelan dirinya bulat-bulat. Ia tak mau Inoue membencinya. Akan
tetapi, tubuh laki-lakinya tetap bereaksi sesuai dengan kondisi Inoue yang
masih menindihnya. Kemaluannya malah bereaksi lebih keras lagi!
Ishida ingin mati saja saat ini.
Inoue tentu saja merasakan
sesuatu yang mengganjal tubuhnya di bawah sana. Sesuatu yang tadinya tidak ada,
namun tiba-tiba mulai mengeras dan membesar dengan sendirinya. Dan herannya… ia
tidak marah sama sekali pada Ishida. Ia tahu Ishida pemuda baik. Apapun yang terjadi,
itu pastilah karena ciumannya tadi. Ini murni kesalahannya sendiri. Oleh sebab
itu dengan perlahan ia tersenyum malu.
"Ishida kun, kau… kau… kau menginginkanku?"
tanyanya sangat lirih. Inoue merasa malu menanyakan itu, akan tetapi Ishida
adalah pemuda yang polos dan sangat menjunjung tinggi kesopanan, sampai-sampai
ia terkesan sangat pemalu. Jadi mengharapkan Ishida mengatakan apa yang ia
rasakan sama saja meminta bulan turun dari langit ke pangkuannya. Mustahil.
Wajah Ishida yang sudah merah,
semakin memerah lagi. Ia tak menyangka pertanyaan seperti itu akan keluar dari
bibir Inoue yang indah nan merekah itu.
"Inoue san, aku.. aku.. aku…" Ishida berkata
terbata-bata.
Inoue terkikik dalam hati.
Penilaiannya terhadap Ishida tak salah. Ishida memang pemuda polos dan baik, ia
tidak akan memanfaatkan kesempatan seperti ini untuk melakukan hal-hal yang tidak pada
tempatnya. Buktinya wajah pemuda itu memerah malu.
"Ishida kun, kau tidak
menyukaiku?" tanya Inoue. Ia memutuskan ingin memancing keluar perasaan
Ishida padanya.
Ishida terpana. Mana mungkin ia
tidak menyukai Inoue? Ia benar-benar menyukai Inoue. Bagaimana mungkin Inoue
berpikir sebaliknya? Apa wajahnya saat ini menyiratkan kalau ia tidak menyukai
Inoue?
"Inoue san, bukan begitu.
Hanya saja aku…" tak sanggup Ishida melanjutkan perkataannya. Ia terlalu
malu untuk mengakui bagaimana perasaan terdalamnya pada Inoue.
Inoue merasa agak sedikit kecewa
dengan jawaban Ishida yang tidak menjelaskan apa-apa. Dengan enggan ia bangkit dari
posisinya yang menindih Ishida. Gadis berambut orange itu berdiri dengan
limbung, membuat payudaranya yang besar sedikit bergoyang indah. Ia mendadak
merasa malu bahwa ia telah kehilangan kendali atas dirinya sendiri dan telah
mencium Ishida.
Ishida terpaku di tempatnya
setengah berbaring. Ia melihat semburat kekecewaan di wajah Inoue. Ia mengutuk kebodohannya di
dalam hati. Inoue barusan telah memberi jalan padanya untuk mengatakan apakah
ia menyukai Inoue atau tidak, akan tetapi ia dengan bodohnya sudah
menyia-nyiakan kesempatan itu. Bodohnya…
"Inoue san…"
Inoue berbalik memunggungi
Ishida. Entah kenapa ia merasa hatinya kecewa karena sikap Ishida yang
cenderung menampik dirinya. Ia ingin Ishida mengatakan kalau ia menyukai dirinya,
ingin sekali mendengar Quincy itu mengatakan hal itu. Ia mungkin menyukai
Ishida.
Apa? Menyukai Ishida? Apa ia
tidak salah?
”Bukankah kau menyukai Kurosaki
kun, Orihime?” bisiknya dalam hati. ”Bukankah Kurosaki kun yang telah membuatmu
setengah mati ingin menjadi kuat agar bisa melindunginya dan teman-temanmu,
Orihime? Bukankah kau begitu ingin mendapatkan Kurosaki kun, sampai-sampai kau
demikian membenci kedekatan Kurosaki kun dengan Kuchiki san, Orihime? Lalu
kenapa sekarang kau bilang, kau mungkin menyukai Ishida kun?”
”Mengapa Orihime?”
”Mengapa?”
”Jawabannya sudah di depan mata,
Orihime.”
”Itu karena Ishida kun yang
selalu berada di sisimu. Ia selalu menemanimu di kala kau sedih menyaksikan
kemesraan Kurosaki kun dan Kuchiki san. Ia selalu menemanimu saat kau kesepian
di apartemenmu dengan membawakan masakan buatannya sendiri yang rasanya jauh
lebih lezat dari masakanmu. Ia selalu berlari di sampingmu dalam pertempuran.
Ia selalu berdiri sisimu saat kau menangis dalam kecemburuanmu akan kasih yang
Kurosaki kun berikan pada Kuchiki san. Ia yang selalu melindungimu dalam
pertempuran. Ia yang selalu tersenyum padamu saat kau tak mendapatkan senyuman
terkembang dari wajah Kurosaki kun.”
”Ia adalah pemuda yang selalu
ada untukmu tanpa kau sadari betapa kehadirannya sangat penting untukmu, karena
ia tidak pernah pergi dari sisimu.”
”Apakah kau sadar semua itu,
Orihime?”
”Apakah kau menyadari keberadaan
Ishida kun dalam hidupmu, Orihime?”
”Kau harus sadar, Orihime. Jika
tidak, ia mungkin akan bertemu gadis lain yang lebih baik darimu. Lalu kau akan
kehilangan dia, seperti kau kehilangan Kurosaki kun saat Kuchiki san mulai
memasuki kehidupannya.”
”Kau akan kembali sendirian,
Orihime.”
”Kau akan kesepian lagi.”
”Kau tak akan pernah mendapatkan
tatapan mata dan senyuman tulus Ishida kun lagi.”
”Dan jika hari itu tiba, kau
akan lebih menyesal daripada saat kau mengetahui bahwa cinta Kurosaki kun hanya
ia peruntukkan pada Kuchiki san. Kau akan lebih menyesal lagi! Ishida kun dan
perhatiannya yang tulus akan ia berikan pada gadis lain!”
Inoue tersentak dari pergolakan
batinnya. Ia tak pernah menyadari betapa perhatian Ishida padanya begitu besar,
begitu intens. Ia terlalu sibuk merenda harapan kosong akan cinta Ichigo
padanya. Ia terlalu sibuk merasakan cemburu akan hubungan Ichigo dan Rukia. Ia
terlalu sibuk dengan khayalan-khayalannya akan cinta Ichigo. Terlalu sibuknya
sampai ia tak sadar bahwa ada seseorang yang selalu mendampinginya tanpa kenal
lelah.
Ishida kun.
Ishida bangkit dari tanah. Ia
melihat bahwa Inoue terpaku dalam diam di tempatnya berdiri. Gadis itu
membelakanginya. Seakan tak mau melihat dirinya. Seakan membenci dirinya yang
bodoh.
Ia memang bodoh.
Tak peduli betapa ia selalu
mendapat Ranking 1 di kelasnya.
Tak peduli betapa ia selalu
menempati peringkat tertinggi dalam tes intelegensia.
Tak peduli betapa cepatnya ia
dalam menyerap pengetahuan.
Saat ini ia adalah pemuda bodoh
yang tak mampu memanfaatkan kesempatan yang berada di depan matanya dalam soal
percintaan.
Ishida menarik nafasnya
dalam-dalam. Ia berusaha mengumpulkan semua keberanian di dalam dadanya. Ia
adalah seorang laki-laki dan laki-laki harus mampu menterjemahkan keinginan di
dalam hatinya menjadi suatu aksi yang bisa ia pertanggungjawabkan.
Ia harus dapat mengatakan
perasaannya terhadap Inoue.
Pemuda berkacamata itu melangkah
perlahan mendekati Inoue. Ia merasa tubuhnya bergetar karena rasa cemas akan
penolakan Inoue. Akankah gadis itu menolaknya? Sanggupkah ia ditolak? Bukankah
penolakan Inoue akan membuatnya malah tak mampu menatap wajah gadis itu lagi?
Jangan banyak berpikir, Uryuu.
Nyatakan saja!
"Inoue san…"
Tak ada jawaban dari gadis yang
masih membelakanginya itu.
"Inoue san…"
Gadis berambut orange itu tak
juga bereaksi.
"Aku menyukaimu, Inoue san.
Amat sangat menyukaimu!"
Punggung Inoue terlihat
bergetar, lalu dengan sangat perlahan gadis itu membalikkan punggungnya.
Wajahnya yang manis terpana seraya menatap mata Ishida lekat-lekat. Ia seakan
tak percaya akan apa yang ia dengar.
"Ishida kun…"
"Aku sangat menyukaimu
Inoue san, meski aku tahu kau hanya menyukai Ichigo. mungkin aku salah karena
aku menyukaimu dan aku tahu, aku tak punya harapan sama sekali akan balasan
perasaanmu… tapi tidak apa-apa Inoue san, aku tak mengharapkan kau membalas
cintaku. Aku cukup tahu diri," tukas Ishida panjang lebar.
"Ishida kun..."
"Aku memang tak sekuat
Ichigo. Aku sadari itu, Inoue san. Aku, Ichigo, Chad, Kuchiki san dan Abarai
san mempertaruhkan nyawa kemari, semuanya untuk tujuan yang sama. Menolongmu karena kau
adalah teman kami. Melihatmu tidak terluka sudah cukup bagiku. Aku berharap
kami bisa membawamu kembali ke Karakura, paling tidak salah satu dari
kami."
Inoue tertunduk. Hatinya merasa
miris mendengar bahwa semua temannya saat ini sedang bertarung di luar sana
demi membawanya kembali ke Karakura. Mereka dengan segala kekuatan mereka yang
mungkin tak sepadan dengan kekuatan para Espada, sedang berusaha dengan gigih
memenangkan satu pertarungan demi pertarungan lainnya, hanya untuk satu tujuan:
membawa Inoue kembali pulang ke dunia. Ke Karakura.
"Aku minta maaf akan hal
yang terjadi barusan. Betapapun aku menyukaimu, aku tak bermaksud melakukan
itu… menciummu. Itu kecelakaan. Kau bisa lupakan apa pun yang terjadi di antara kita. Ciuman kita. Yang terpenting adalah
kau jangan membenciku. Izinkanlah aku tetap berada di sisimu, meski kau hanya menganggapku seorang teman.
Itu saja sudah cukup bagiku."
Airmata mengalir di pipi ranum
Inoue. Ia sudah mendengar perasaan yang terdalam Ishida terhadap dirinya, meski
ia tahu Ishida sesungguhnya tak pernah ingin mengatakannya. Pemuda itu terlalu
baik dan tak berani sedikit pun mengharapkan cintanya akan dibalas Inoue.
Ishida sudah meyakinkan dirinya sendiri bahwa cinta Inoue hanya untuk Kurosaki
Ichigo.
Akan tetapi, ada berapa banyak
pemuda sebaik dan setukus Ishida di dunia ini? Akankah ia menemukan lagi pemuda
sebaik Ishida? Akankah dirinya mendapat kesempatan kejatuhan cinta setulus
cinta Ishida lagi?
Inoue sungguh tak yakin.
Ishida merasa hatinya teriris
sembilu menyaksikan airmata yang mengalir dari kedua mata Inoue. Ia tahu akan
begini jadinya. Ia tahu gadis itu tak akan pernah membalas cintanya. Ia tahu
gadis itu hanya mencintai Kurosaki Ichigo. Ia tahu semua itu.
Ishida Uryuu adalah seorang
ksatria. Ia akan menerima semua konsekuensi yang akan ia dapat dengan mengakui
perasaannya pada Inoue. Inoue sendiri kan yang bertanya apa ia menyukai gadis
itu atau tidak? Ishida yang memutuskan untuk menjawab dengan jujur. Apapun
jawaban Inoue sudah sepantasnya ia terima dengan lapang dada.
Ishida menghela nafas
dalam-dalam. Inoue masih juga terpaku di tempatnya berdiri dengan mata yang
basah oleh airmata. Hati Ishida masih terasa pedih, akan tetapi hidup harus
terus berlanjut. Perjalanan untuk menaklukkan Hueco Mundo masih panjang. Masih
ada banyak rintangan yang menghalang di depan mereka.
Ishida menengadah ke atas langit
Hueco Mundo yang berwarna biru. Ichigo pastinya sedang bertarung di suatu
tempat di Karakura atau di Soul Society. Ia sudah melewati garganta untuk
kembali ke dunia dengan Unohana taicho. Bayangan pemuda berambut orange muncul
di benaknya.
”Ichigo, kalahkan mereka semua,
Temanku,” ujar Ishida membatin. ”Setelah itu kembalilah kemari… ada cinta Inoue
menunggumu di sini. Kau yang selalu menang, aku hanyalah seorang pecundang
dalam pertarungan kita ini.”
Ishida menoleh sesaat ke arah
gadis berambut orange yang sekarang tertunduk menekuri tanah Hueco Mundo yang
berpasir.
"Inoue san, ayo kita lanjutkan
perjalanan. Para shinigami pasti sedang bertarung dengan hollow di sini, atau
mungkin juga dengan espada yang tertinggal. Kita harus mencari mereka agar bisa
kembali ke dunia," kata Ishida dengan mantap.
Inoue mengerjap-kerjapkan
matanya berkali-kali, seakan tak percaya sikap Ishida yang tenang setelah ia
menyatakan perasaannya. ”Tidakkah ia ingin tahu jawaban dariku,” tanya
Inoue pada dirinya sendiri. ”Tidakkah ia ingin tahu bagaimana perasaanku
padanya?”
Ishida sudah akan berjalan
meninggalkan tempat itu ketika Inoue mendekatinya. Gadis itu berusaha
mensejajari langkahnya.
"Ishida kun, tunggu
sebentar..."
Ishida menghentikan langkahnya. "Ada
apa, Inoue san?"
Inoue terlihat menghela nafas
perlahan, "Tentang perasaanmu padaku, aku… aku…"
Ishida cepat-cepat menggeleng.
Ia tak sanggup mendengar penolakan apapun. Saat ini ia butuh semua semangat dan
kekuatannya untuk bertarung dan meninggalkan tempat yang menyeramkan ini.
"Tidak usah katakan apapun,
Inoue san. Aku sudah bilang, aku memahami cintamu hanya untuk Ichigo. Sekarang
yang terpenting adalah keselamatanmu. Jika Aizen kembali, ia pasti akan kembali
menangkapmu."
"Tapi, Ishida kun, aku…"
"Sudah, Inoue san,
tidak apa-apa. Ayo kita segera pergi."
"Ishida kun, dengarkan aku
sebentar…"
"Tak perlu katakan apapun,
Inoue san. Aku mengerti."
"Ishida kun, aku… aku… aku…"
Ishida lagi-lagi menggeleng, "Tidak
apa-apa, Inoue san. Aku tidak apa-apa."
Quincy berkacamata itu lalu
segera berbalik dan berjalan dengan cepat di depan Inoue. Ia berusaha menjauhi
Inoue. Bukan apa-apa, ia tak ingin Inoue melihat awan yang menggantung di balik
kacamata tipisnya. Ia tak ingin Inoue menyaksikan bahwa ia, Ishida Uryuu, the
Last Quincy, menitikkan airmata karena patah hati.
Inoue yang merasa tak diberi
kesempatan segera berlari mengejar Ishida. Lalu saat punggung tegap pemuda itu
sudah berada dalam jangkauan tangannya, ia melompat dan dengan mengejutkan,
memeluk punggung pemuda itu. Ishida menghentikan langkahnya. Ia mendengar
isakan gadis itu pecah di punggungnya.
"Ishida kun, jangan
pergi."
Ishida tersentak. Inoue
memeluknya? "Inoue san?" dia bisa merasakan payudara besar gadis itu
yang menempel di punggungnya.
"Dengarkan aku sebentar
saja."
"Inoue san? Apa?
Baiklah…"
"Aku buta selama ini. Aku
terlalu berharap pada cinta Kurosaki kun, sehingga aku tak sadar kau yang
selalu menemaniku dan mendampingiku, ternyata menyayangiku. Maafkan aku, Ishida kun."
"Inoue san, tak perlu minta
maaf. Kau tidak salah."
Isakan Inoue masih terdengar
dari balik punggung Ishida. "Tentu saja aku salah, Ishida kun. Aku salah karena
aku tak membuka mataku lebar-lebar. Sekian lama kau bersamaku, yang kau dengar
hanya keluh-kesahku tentang Kurosaki kun. Aku telah menyakiti perasaanmu."
"Tidak Inoue san, kau tidak
pernah menyakitiku. Kau selalu baik padaku."
Inoue makin mengeratkan
pelukannya pada punggung Ishida. Gadis itu menyesap aroma tubuh Ishida yang
sewangi cendana yang bercampur dengan keringatnya. Campuranan aroma tubuh yang
manis. Kenapa ia tak pernah menyadari aroma tubuh Ishida yang menyenangkan ini
sebelumnya?
"Beri aku kesempatan,
Ishida kun. Beri aku kesempatan untuk jatuh cinta padamu," bisik Inoue.
Ishida terpana. Beri aku
kesempatan untuk jatuh cinta padamu? Apa gadis itu tak salah bicara? Apa ia
tak salah dengar?
"Aku menyukaimu, Ishida
kun. Tinggal beberapa langkah lagi agar aku bisa benar-benar jatuh cinta
padamu. Mohon tunggu aku dan jangan tinggalkan aku…"
Perlahan tapi pasti Ishida
memutar tubuhnya dan dengan perlahan menyentuh bahu Inoue yang masih terguncang
karena isakannya yang sudah mulai mereda. Ia lalu mengangkat dagu gadis itu
untuk menghadap wajahnya. Mata Inoue langsung tertuju pada mata hitam di balik
kacamata Ishida.
"Terus Ichigo? Bukankah kau
selalu mencintainya, Inoue san?" tanya Ishida lembut.
Inoue menatap Ishida dengan
cemas, "Cinta Kurosaki kun selamanya hanya akan menjadi milik Kuchiki san.
Cintamu… yang kuharapkan sekarang, Ishida kun."
Ishida tersenyum dan menyentuh
pipi Inoue yang basah. Ia lalu mengeluarkan saputangan putih dari kantong
celananya dan dengan perlahan menyeka pipi yang basah itu dengan saputangannya.
"Tak perlu mengharapkan
cintaku, Inoue san," tukasnya lirih.
Mata Inoue membulat tak percaya,
"Anno?"
"Untuk apa mengharapkan
cintaku? Sejak awal cinta itu sudah menjadi milikmu… Orihime chan."
Senyuman terulas di bibir Quincy
yang tampan itu, lalu dengan lembut ia mencium dahi Inoue. Lembut sekali.
Ciuman yang mengesankan kasih sayang dan kesetiaan Ishida pada Inoue.
Inoue tersenyum lalu dengan
cepat melingkarkan kedua tangannya di leher Ishida. Dengan berjinjit, ia
menempelkan bibir merah mudanya ke bibir Ishida. Kedua tangannya menekan kepala
Ishida untuk lebih mendekat lagi padanya. Gadis itu mencium Ishida. Lagi.
Ishida sedikit kaget dengan
gairah yang terpancar dari Inoue, namun dengan cepat ia menutupi kekagetannya
dengan membalas ciuman Inoue. Bibirnya menyapu bibir Inoue dengan lembut.
"Orihime chan…"
"Ishida kun…"
Seluruh bulu
ditubuh Inoue meremang saat tangan ishida mulai membelai pundaknya. Hilang
sudah pikiran dan akal sehatnya, dia akan membiarkan pemuda itu melakukan
apapun pada dirinya. Inoue ingin menikmati semuanya.
”Ahhh,”
Inoue merintih saat tangan Ishida perlahan meremas lembut payudaranya yang
sebelah kiri. Dia meremas lengan pemuda itu dengan gemas sebagai pelampiasan
rasa nikmatnya.
Gumaman tak jelas
meluncur dari bibirnya saat Ishida melanjutkan dengan menyingkap kaos putih yang
dikenakannya ke atas. Pemuda itu tampak berusaha melepaskannya sambil terus
memagut bibirnya yang tipis. Inoue menerimanya dengan mata terpejam. Dia cuma
memberi anggukan kecil sebagai tanda menyetujui tindakan pemuda itu.
Ishida
menariknya dengan cepat dan membuang kaos itu begitu saja ke lantai. Sejenak
matanya yang berkaca mata terpaku pada kedua bukit bulat di dada Inoue. Payudara
itu tampak begitu indah meski masih tertutup BH merah tipis, terlihat sangat
kontras dengan kulit Inoue yang putih mulus. Dengan jari bergetar, Ishida menurunkan
kedua tali BH itu kesamping.
”Ahh,”
pemuda itu meneguk liurnya dengan susah payah saat dua bukit yang bulat dan
besar milik Inoue terpampang dengan jelas di depannya, lengkap dengan putingnya
yang mungil kemerahan.
Kembali Ishida
menyambar bibir Inoue dengan pagutan yang lembut dan mesra. Sambil mencium, dia membaringkan
tubuh mulus gadis itu ke lantai. Ishida menggunakan bajunya sebagai alas.
Inoue langsung
memeluk leher Ishida, seakan tak ingin berpisah dengan pemuda itu. Sebagian
tubuh Ishida telah berada diatas tubuh telanjangnya, menindih ringan. Paha
pemuda itu menyelip diantara kedua pahanya.
Ishida
melepas pagutan bibirnya, diperhatikannya Inoue yang telentang pasrah di
depannya. Kepalanya kembali turun untuk mencium pipi dan leher gadis itu, tak
lupa dia juga memagut bagian belakang telinganya. Inoue mengerang saat ciuman
Ishida terus merambat turun menuju ke arah dua bukit payudaranya.
”Oohhhhhssss,”
gadis itu bergetar dan mendesah panjang ketika mulut Ishida mulai menghisap-hisap ujung putingnya. Bagaikan
bayi yang kehausan, Ishida menyusu di situ. Pemuda itu mencucupnya kuat-kuat
dan menghisapnya dengan penuh nafsu. Lidah Ishida yang basah bermain-main di
atas permukaan payudaranya yang bulat menantang dengan liar.
”Ahhsss,”
Inoue merintih sambil membelai kepala Ishida dan menggerakkannya ke kiri dan ke
kanan, berharap Ishida akan menghisap kedua bukit payudaranya bergantian.
Senyum manis
langsung tersungging di bibir Ishida, hatinya terasa penuh dengan luapan rasa
bahagia melihat penerimaan Inoue yang begitu ikhlas. Menyusup lebih dalam, dia
kembali mempermainkan buah dada gadis itu dengan lebih ganas.
”Ooughhhh...”
Inoue kembali mengejang dan merintih lirih. Ia dapat merasakan tangan kanan Ishida
mulai turun ke arah perutnya, dan terus bergerak makin ke bawah. Inoue sadar, inilah
saat baginya untuk memutuskan, berhenti atau lanjut?
Saat tangan itu
hinggap diatas lembah kenikmatannya, Inoue memejamkan matanya. Dia mengangguk, memberi ijin bagi Ishida untuk meneruskan
perbuatannya. Tersenyum, Ishida memberikan sentuhan-sentuhan lembut di belahan
lembah itu dengan jari telunjuknya. Dia dapat merasakan celana dalam Inoue telah
basah di bagian itu. Gadis itu rupanya telah mulai terbakar oleh nafsu, sama
seperti dirinya.
“Ishida,”
desah Inoue, lirih.
Ishida tidak
menjawab, dia terlalu asyik dengan kegiatannya. Mulut dan lidahnya terus bermain di kedua
puncak buah dada gadis itu, sementara jemarinya terus menjelajahi vagina Inoue
yang sudah basah.
”Uhhhh,”
Inoue menggigit bibirnya ketika merasakan jemari Ishida mulai menarik pinggiran
celana dalamnya dan berusaha untuk menarik benda itu ke bawah. Inoue pasrah, dia
sudah tidak memiliki niat untuk menghentikan ulah pemuda itu. Bahkan, dia
mengangkat sedikit pinggulnya dan menekuk kakinya ke atas untuk memberikan keleluasaan
bagi Ishida melakukannya. Dengan cepat, celana dalamnya pun melorot, lepas
terbuang ke samping.
Telapak
tangan Ishida merambat, mengelus ringan kaki jenjang Inoue. Mulai dari ujung
kaki gadis itu, terus bergerak ke atas ke arah betis, lalu merambat ke paha
bagian dalam, dan kemudian terdiam saat hinggap diatas selangkangan Inoue yang
sudah lembab dan basah. Ishida mengelusnya pelan, seperti ingin merasakan
permukaannya yang lembut, dan bibirnya
yang hangat kemerahan.
”Oughhssss,”
Inoue kontan mengejang dengan dengan kedua paha menjepit erat tangan Ishida. ”Jangan,
geli!” rintihnya.
Ishida tidak
menyerah, jilatannya kini merambat turun. Terlihat sekali kalau dia mengincar
belahan daging yang basah itu. Bau khas selangkangan wanita langsung menusuk
hidungnya begitu dia mulai menciumnya.
”Aahhhssss,”
Inoue merengek saat lidah nakal Ishida mulai menari di dalam kemaluannya. Merintih
keenakan, kepala gadis itu terdongak ke atas dengan mulut terkatup rapat
berusaha menahan lenguhannya agar tidak lebih keras lagi. Sebagai pelampiasan,
dia meremas-remas rambut Ishida hingga terlihat awut-awutan.
Di bawah,
Ishida menjilat dan melumat vagina Inoue lebih keras lagi. Rasanya yang gurih
dan renyah membuat pemuda jadi ketagihan. Bulatan klitorisnya yang tampak
menonjol jadi sasaran utamanya, membuat Inoue jadi makin merintih. Tubuh montok
gadis itu mengejang-ngejang sambil terus menyebut-nyebut nama Ishida. Nafasnya
juga makin terlihat memburu dengan butiran keringat membanjiri tubuhnya yang sudah
setengah telanjang. Saat sudah tidak tertahankan lagi, Inoue pun tersentak
keras. Tubuhnya
bergetar-getar dengan kedua tangannya berusaha menutupi jeritan dari mulutnya.
Kedua pahanya menjepit erat kepala Ishida saat cairan kewanitaan menyemprot
keras dari dalam kemaluannya, mengguyur muka dan mulut Ishida yang masih
menempel disana.
”Uugghhhhh...
Aahhhhhhh... Aahhhhhhh...” Inoue merintih menikmati puncak kenikmatannya.
Nafasnya
masih tersengal-sengal saat dia merasakan Ishida bergerak diatas tubuh
sintalnya. Pemuda itu merayap dan menindihnya, menempatkan pinggulnya tepat diantara
kedua pahanya. Wajah mereka kembali berhadapan dengan jarak yang begitu dekat.
Inoue langsung berkeringat dingin. Di bawah sana, tepat di depan lembah basah
miliknya, sesuatu yang hangat terasa menyentuh dan sedikit menekan belahan
bibir kemaluannya, membuat Inoue jadi bergidik ngeri. Dia sudah cukup besar
untuk mengetahui apa yang diinginkan oleh Ishida dengan menempatkan batang
miliknya disitu.
Pemuda itu
menatapnya lekat dan berbisik, “Inoue, boleh aku merasakan tubuhmu seutuhnya?”
suaranya terdengar parau.
Inoue tidak
langsung menjawab. Dia cuma membalas tatapan Ishida dengan sendu, ada sedikit
genangan
air mata di sudut matanya.
“Engkau
boleh menolak kalau keberatan, aku tidak akan memaksa.” bisik Ishida sekali
lagi sambil mendekatkan mulutnya ke bibir tipis Inoue.
”Ehmm,
aku...” Inoue menahannya, membuat kedua bibir itu hanya bersentuhan sedikit. Dia menatap lekat-lekat mata
Ishida, seperti mencari kebenaran disana.
”Aku bisa
menunggu sampai kamu siap.” Ishida berbisik. Dia sudah akan menarik tubuhnya
saat Inoue menahan pinggulnya.
”Tidak.” Gadis itu menggeleng.
”Jangan pergi. Lakukan saja sekarang. Aku siap.”
”Ah,
benarkah?” Ishida menatapnya tak percaya.
Inoue
mengangguk, ”Nikmatilah tubuhku, Ishida. Aku milikmu sekarang.” bisiknya dengan
suara bergetar. Dia memeluk bahu Ishida dan menyembunyikan mukanya ke leher
pemuda itu.
Ishida
mengecup mesra Inoue sebagai rasa terima kasih. ”Aku akan melakukannya dengan
pelan.” bisiknya sambil mulai menciumi leher gadis itu. Jemarinya dengan gemas
meremas-remas payudara Inoue yang mengganjal ketat di dadanya. Sementara di
bawah, pinggulnya mulai bergerak memainkan penisnya, berusaha mencari celah
diantara bibir vagina Inoue yang sedikit terbuka. Gesekan antara kepala penisnya
dan bibir kemaluan gadis itu membuat celah itu menganga lebih lebar lagi.
”Augghhhhhssssss,”
kenikmatan yang ditimbulkannya membuat Inoue ikut menggerakkan pinggulnya,
membantu mempercepat kepala penis itu untuk menemukan dan memasuki lubang
vagina miliknya. Tetapi kurangnya pengalaman membuat upayanya masih belum
membuahkan hasil.
“Sini, aku
bantu.” terengah-engah, Inoue mengulurkan tangan kanannya ke bawah dan meraih
penis itu. Sejenak dia terkejut dan berpikir, apakah benda sebesar itu dapat
masuk ke dalam lubang vaginanya yang sempit. Inoue pernah meraba-raba
kemaluannya sendiri dan rasanya celah diantara bibir vaginanya tidak sebesar
batang penis Ishida. Dia jadi bergidik karenanya. Tapi Inoue tidak mau banyak berpikir
lagi, bisa-bisa permainan ini jadi batal. Dengan menggenggam erat, dia membimbing
batang besar itu dan diarahkannya menuju lubang kewanitaannya.
Merasakan
tarikan Inoue pada batang penisnya, Ishida sedikit mengangkat tubuhnya sambil bertumpu
pada kedua tangannya. Dia mendorong dan... terasa kepala penisnya membelah
bibir vagina Inoue meski hanya sedikit.
“Tekan
terus, Ishida.” gadis itu mendesis. ”Tekan sekarang!” teriaknya parau sambil
membuka pahanya lebih lebar lagi.
Ishida terus
mendorong, pinggulnya semakin maju meski agak tertahan. Perlahan-lahan, terasa kepala
penisnya menguak bibir vagina Inoue yang sempit. Saat dia mendorong makin
keras, kepala itupun amblas seluruhnya.
”Ugghhhh,”
rintih Ishida merasakan batang penisnya yang mulai masuk sedikit demi sedikit. Terasa
kepala penisnya bagai diremas-remas oleh vagina Inoue. Rasanya begitu nikmat
hingga membuat pemuda itu mendongakkan kepalanya sambil melenguh pelan.
Tapi kondisi
berbeda dialami oleh Inoue, dahi gadis itu berkerut-kerut dengan mata dan mulut
terkatup rapat menahan perih. Air matanya tampak mengalir pelan akibat rasa
sakit yang tak tertahankan lagi.
Ishida jadi
tak tega. Dia sudah akan bergerak mencabut penisnya saat...
“Jangan
dicabut!” bisik Inoue lemah. ”Biarkan saja di dalam. Aku kuat kok menahannya.”
“Tapi...”
Ishida tetap tak tega. Dia tak mau menyakiti gadis yang sangat dicintainya.
”Sudahlah,
teruskan saja.” Inoue menahan pinggul Ishida.
”Emm, maafkan
aku ya, aku tidak bermaksud menyakitimu.” Ishida menahan kedudukan penisnya,
membiarkannya tetap tertancap di vagina Inoue yang sempit. Dia memeluk tubuh
mulus gadis itu mengecupnya mesra. Sambil kembali mendorong, Ishida melumat bibir
Inoue yang tipis dengan rakus. Ciumannya juga terus turun hingga mencapai buah
dada Inoue yang besar dan bulat.
Ishida melumat habis daging kembar itu,
terutama putingnya.
”Oughhh,”
perbuatan Ishida membuat Inoue perlahan-lahan mulai bisa melupakan rasa
sakitnya. Bahkan dia meminta agar Ishida menusuk lebih dalam lagi. “Masukkan
semuanya, Ishida. Masukkan semuanya sekarang!” jeritnya saat merasakan perih di
vaginanya telah jauh berkurang.
Ishida menatap
gadis cantik itu sejenak, disambarnya bibir Inoue sambil secara bersamaan dia mendorong
maju pinggulnya. ”Uhhhh,” tapi gerakan penisnya spontan terhenti saat ada
sesuatu yang menghalanginya.
”Auw!” di
depannya, mata Inoue tampak mendelik sebentar, kepalanya sampai terdongak.
Ishida terus
mendorong. Dia tidak mau gadis yang dikasihinya itu menderita lebih lama lagi. Sambil
membungkam mulut Inoue dengan ciumannya. Dia menusuk lebih dalam. Lebih kuat.
hingga seluruh batang penisnya masuk seluruhnya.
”AARRGGHHHHHHHHHSSSSSSSSS...”
jeritan Inoue pun pecah merasakan ada sesuatu dalam liang vaginannya yang
terobek perih. Tubuh sintalnya mengejang hebat .
”Ugghhhhhh,”
Ishida menggeram merasakan nikmat bercampur ngilu yang melanda batang penisnya.
Saat Inoue mengejang-ngejang, kemaluan gadis itu jadi mencengkeram penisnya
begitu kuat-kuat.
Inoue menangis
di dalam pelukan Ishida. Pemuda itu menciumi pipinya dengan lembut, “Maafkan
aku, Inoue. Aku tidak bermaksud menyakitimu. Maafkan aku.” bisiknya berulang
kali. Diantara kedutan vaginanya, terasa ada cairan hangat yang mengalir keluar. Inoue
tahu, itu adalah darah keperawanannya yang telah dipetik oleh Ishida.
“Jangan
bicara begitu. Aku tidak menyesal sedikitpun, Ishida. Ikhlas kuberikan
kesucianku untukmu, orang yang tulus mencintaiku.” bisik gadis itu sambil memeluk
makin erat.
“Inoue,”
cuma itu jawaban dari Ishida. Dia tidak boleh mengecewakan gadis itu yang telah
berkorban begitu besar bagi dirinya. Ishida bertekad, akan memberikan
kenikmatan yang sempurna pada Inoue.
Dia
pun mulai menciumi gadis itu dengan penuh nafsu. Di bawah, pinggulnya mulai
bergerak perlahan, menarik dan mendorong penisnya. Masih terasa liang vagina
gadis itu yang mencengkeram kuat batang penisnya. Meski agak nyeri, tapi
rasanya sudah sedikit lebih nikmat. Dia sudah mulai bisa menikmatinya. Begitu pula
dengan Inoue. Perlahan namun pasti, gadis itu pun larut dalam permainan itu. Semakin
lama, vaginanya menjadi semakin basah, hingga membuat Ishida makin mudah
mengocok penisnya.
”Aahhhhhhh...
Aahhhhhhhh... Ugghhhhhhhh....” jerit kesakitan Inoue sudah berubah menjadi
desis penuh kenikmatan. Pinggulnya yang bulat bergerak memutar-mutar, berusaha mengimbangi
genjotan Ishida yang terus menusuk vaginanya.
”Enak,
Ishida?” dia bertanya.
”Enak
banget,” Ishida mengangguk. ”Kamu?”
“Aku juga
enak.” bisik Inoue.
Jawabannya
membuat Ishida menjadi semakin bersemangat. Dia memeluk tubuh montok Inoue dan
mempercepat gerakan pinggulnya. Inoue jadi menggeliat-geliat keenakan
dibuatnya. Erangan demi erangan gadis itu meluncur deras, membuat Ishida makin bernafsu
untuk memuaskannya.
”Aaiihhhhhhh...”
Inoue merintih merasakan liang vaginanya yang terasa begitu penuh disesaki oleh
batang penis Ishida yang besar dan panjang. Setiap benda itu bergerak, baik ditarik
ataupun didorong, gesekan yang tercipta di dinding kemaluannya terasa begitu
nikmat. Sukar untuk dilukiskan dengan kata-kata.
Sementara Ishida,
sambil terus menggoyang, kepalanya menempel di dada Inoue yang membukit. Dia
memegangi benda bulat itu dengan mulutnya. Seperti kehausan, Ishida menetek
disana.
Nafas keduanya
terdengar semakin memburu. Inoue menjerit lirih merasakan batang penis Ishida
yang semakin lama terasa semakin dalam menusuk vaginanya. Benda itu juga terasa
semakin kaku dan membesar. Ditambah gerakannya yang semakin cepat tak beraturan,
lengkaplah sudah kenikmatan yang dirasakan gadis cantik itu.
Ishida
sendiri juga semakin tak terkendali, dia terus menggerakkan pinggulnya dengan
cepat, semakin tak beraturan, kadang cepat kadang juga lambat. Pemuda itu
merasakan liang vagina Inoue semakin berdenyut-denyut kencang. Nikmatnya bukan
kepalang. Membuat sesuatu yang ada di pangkal penisnya juga berdenyut-denyut
kencang, minta untuk dikeluarkan.
Tubuh Inoue
bergetar, “Ishida, aku nggak kuat lagi. Ouggghhhhhh... aku nggak kuat.” ceracaunya
sambil mencengkeram bulatan payudaranya.
“Lepaskan
saja. Jangan ditahan!” geram Ishida. ”Aku juga mau keluar!”
Dan hampir
bersamaan, keduanya orgasme. Berpelukan, Ishida menekan pinggulnya kuat-kuat
dan meledak di dalam vagina Inoue yang hangat. Dia bergidik saat merasakan ada sesuatu
yang menyembur dari batang penisnya. Dihisapnya puting susu Inoue yang mungil
kemerahan sebagai pelampiasan rasa nikmatnya.
Disaat
bersamaan, Inoue menjepit pinggul Ishida kuat-kuat dan menjerit,
”Aaarrgghhhhhhhhhh...” dari dalam kemaluannya menyemprot cairan hangat yang
langsung bercampur dengan sperma Ishida. Penuh mengisi vaginanya.
Keduanya
saling bertatapan mesra, meresapi nikmatnya orgasme yang baru saja melanda.
Ishida membelai-belai rambut Inoue sambil menciumi bibir gadis itu berulang
kali. Sisa-sisa
denyutan di kemaluan mereka masih tetap menimbulkan sensasi kenikmatan
tersendiri.
”Terima kasih,
Inoue.” bisik Ishida sambil tersenyum.
Gadis itu
mengangguk. “Tak kukira, rasanya akan begitu nikmat.” sahutnya dengan deru
nafas yang masih memburu.
Kembali mereka
berciuman dengan mesra.
“Malam ini,
bolehkah aku tidur di kamarmu?” tanya Inoue.
“Boleh saja. Tapi kamu bakal tidak bisa istirahat.”
”Kenapa?”
”Akan kubuat
kamu sibuk seperti tadi selama semalam suntuk,” Ishida tertawa. Tangannya
kembali merayap di atas payudara bulat Inoue dan meremas-remasnya pelan.
“Ihh,” jerit
gadis itu kegelian. “Apa nggak capek?”
”Kamu nggak
mau?”
”Enaknya
selangit gitu, kenapa musti nggak mau?”
”Hahahahah...”
Ishida tertawa.
angit Hueco Mundo masih
sebiru sebelumnya. Awan-awannya pun masih seputih sebelumnya. Tanah-tanah Hueco
Mundo masih berpasir sebelumnya. Anginnya masih sedingin sebelumnya. Semuanya
sama sekali tidak berubah.
Hanya ada satu hal yang
berubah hari itu.
Bibit cinta yang baru mulai
berkembang di dalam hati Ishida Uryuu dan Inoue Orihime. Pelan tapi pasti cinta
mereka pasti akan mengakar kuat di dalam hati mereka masing-masing. Kisah cinta
mereka akan dikenang sebagai salah satu kisah cinta yang indah dalam Bleach.
0 comments:
Post a Comment