Monday 18 February 2013
Ariel Peterporn
Namaku Nazril Irham atau lebih populer dengan panggilan Ariel Peterpan. Aku adalah vokalis dari grup musik Peterpan.
Dikaruniai wajah ganteng, tenar dan menjadi pentolan band papan atas, membuatku
sering menjadi sasaran godaan wanita. Statusku yang duda satu anak, tidak
meruntuhkan pesonaku itu. Tidak terhitung berapa banyak selebritis tanah air
yang telah kupacari, bahkan kutiduri. Mulai dari yang muda macam Andhara Early,
Bunga Citra Lestari, Aura Kasih,
hingga yang telah bersuami macam Cut Tari,
Alya Rohali, dll. Aku bagaikan rock star yang bisa gonta-ganti wanita
seenaknya.
Tahun 2005, aku
menikah dengan Sarah Amalia, gadis cantik asal Semarang yang masih sepupunya
Ayu, kekasih Indra (bassis Peterpan). Aku berkenalan dengannya saat Peterpan tampil
dalam acara ulang tahun SMA 3 Semarang. Sejak itu kami akrab, Lia sering menemaniku di sela-sela
kesibukan tur.
Suatu hari, sehabis konser live yang disiarkan langsung salah satu TV
swasta, aku memutuskan untuk pergi ke rumah Lia, sekedar mengistirahatkan badan
dan pikiranku yang sedang capek.
“Lia, sebentar lagi aku ke rumahmu,” kataku lewat telepon.
“Eh, iya Bang. Aku tunggu,” suara Lia yang merdu terdengar.
Tak lama, aku pun sudah muncul di depan rumahnya. ”Orang tuamu tidak ada
kan?” aku bertanya. Lia mengangguk mengiyakan. “Kunci pintunya,” perintahku.
Lia tersenyum genit kemudian mengunci pintu rumahnya. Hari itu dia tampak
anggun dengan pakaian yang sopan. Dengan baju longgar dan rok selutut, ditambah
dengan jepit manis yang bertengger di rambutnya membuatnya makin tambah cantik.
Asyiknya, meski mengenakan baju longgar seperti itu, buah dadanya yang besar masih
tampak menonjol indah, tidak tersembunyi sama sekali. Aku sangat menyukainya.
“Tumben abang mampir?” tanyanya pura-pura tidak tahu maksud kedatanganku.
“Wah, kamu kok kelihatan beda ya? Pakaianmu kok nggak sesexy biasanya?” godaku ketika ia telah berada dihadapanku.
“Iya, bang. Saya baru pulang dari sekolah,” jawab Lia sambil duduk di kursi di depanku.
“Tapi kamu tetap tampak cantik kok,” godaku.
“Ah, abang bisa saja.” Lia tersipu.
“Ayo, duduk di sini saja.” perintahku sambil menunjuk ke arah pangkuanku.
Lia tersenyum manis kemudian bangkit dari kursinya dan duduk di atas
pangkuanku. “Abang lagi horny ya?” tanyanya saat merasakan tonjolan di selangkanganku.
“Iya, sayang. Setiap kali melihatmu, aku pasti horny. Habis kamu cantik banget
sih.” rayuku sambil mulai mengelus-elus pahanya.
Lalu kudekatkan bibirku ke wajahnya, dan Lia langsung menyambutnya dengan
penuh gairah. Beberapa saat kami melakukan french kiss, sambil tanganku membuka
kancing bajunya satu persatu. Tampak buah dadanya yang besar masih terbungkus
oleh BH-nya yang berwarna hitam. Kuciumi belahan dadanya sambil tanganku
membuka pengait BH-nya.
Buah dada Lia pun meloncat keluar, bergoyang-goyang indah menggemaskan. Langsung kuciumi dan kujilati benda bulat yang kenyal itu berikut putingnya yang dengan cepat mengeras menahan gairah.
“Ahh.. sst.. Bang.. shh..” erang Lia ketika aku menikmati satu per satu buah dadanya
secara bergantian.
“Enak, Lia?” tanyaku.
“Enak, bang.. ahh..” jawab Lia di tengah erangan kenikmatannya.
“Ayo buka pakaianmu, sayang.” perintahku setelah aku puas menikmati dadanya.
Lia pun bangkit dan membuka pakaiannya satu persatu.
“Aku pengin kamu yang sepenuhnya aktif kali ini. Badanku sedang capek dan
aku cuma mau duduk saja di sini. Mengerti, Sayang?” tanyaku sambil tersenyum.
“Ih, abang curang.” rengutnya manja. Tapi tidak menolak. Lia tinggal mengenakan celana dalam mini di depanku. Dia mengelus-elus buah dadanya sendiri, menggodaku.
“Jangan dibuka, lebih seksi begitu.” kataku ketika dia akan membuka celana
dalamnya. “Pakai juga sepatumu.” perintahku.
Lia pun kemudian menghampiriku dengan hanya mengenakan celana dalam mini
dan sepatu sekolahnya. Penampilannya tambah sensual dengan dasi panjang melingkar
di lehernya yang jenjang. Dia kembali duduk di atas pangkuanku. Kuciumi kembali
bibirnya sambil meremas-remas bukit buah dadanya yang padat menjulang itu.
Lia kemudian bangkit dan berjongkok di depan kursiku. Dibukanya resleting
celanaku. Aku membantunya dengan membuka sepatuku dan sedikit berdiri, agar dia
dapat mudah membuka celanaku. Tak lama celana dalamku pun telah dibukanya.
Kemaluanku pun langsung mencuat di depan wajahnya yang cantik jelita itu.
“Wah, sudah tegang banget nih, bang,” godanya sambil kemudian menjilati
kemaluanku. Ditelusurinya benda itu dan dihisap-hisapnya buah zakarku
bergantian.
“Kamu suka, Lia?” tanyaku lagi.
“Siapa sih yang nggak suka. Besar banget...” katanya terputus karena
kemudian dengan lahap dia sudah mengulum kepala penisku. Rasa nikmat menjalar
dengan cepat ke seluruh tubuhku. Lia dengan rakus menghisap-hisapnya.
“Ehm.. Ehm..” gumamnya ketika mulutnya memberikan kenikmatan luar biasa
pada syaraf-syaraf kemaluanku.
Aku hanya bisa duduk di kursi sambil mencengkeram bahunya menahan
kenikmatan. Sesekali kusibakkan rambutnya agar aku dapat melihat kemaluanku yang
menjejali mulutnya. Tampak pipi Lia yang putih bersih menggelembung disesaki
kemaluanku. Setelah puas dihisap, aku suruh dia untuk berdiri.
“Ayo, sayang. Menghadap ke pintu.” perintahku.
Lia pun kemudian menaiki pangkuanku dengan tubuhnya membelakangiku.
Disibaknya celana dalam yang ia kenakan, kemudian Lia mengarahkan kemaluanku ke
dalam vaginanya yang sudah basah oleh gairah mudanya.
“Ahh.. Yaahh..” jeritnya tertahan ketika kemaluanku mulai menerobos liang
senggamanya. Lia pun kemudian menggerakkan pantatnya naik turun sementara aku
memegangi pinggangnya yang ramping.
“Oh, bang.. Enak bang.. Terus.. Oh My god..” Lia mulai meracau menahan
kenikmatan yang diberikan kemaluanku yang memang ukurannya di atas rata-rata
ini.
Lia terus bergoyang di atas pangkuanku, sambil tangannya meremas-remas buah
dadanya sendiri. “Bang.. Enak sekali.. Oh.. Lia hampir sampai, bang..” erangnya
lagi.
Tak lama badannya menegang sambil dia menjerit tertahan. Aku merasa
kemaluanku semakin basah oleh cairan vaginanya. Rupanya dia telah orgasme.
Setelah orgasme, dia menghentikan goyangannya.
“Lia, kok berhenti sih? Aku belum puas nih!” kataku memprotes.
“Bentar, bang, Lia pengin minum sperma abang. Lia suka. Boleh khan?” pintanya genit.
“Hmm, boleh nggak ya..” godaku.
“Please.. Please..” dia merengek sambil menciumi pipiku.
“OK deh. Karena aku sedang baik hati.. Boleh deh..” kataku.
Lia pun kemudian kembali jongkok dan kembali kemaluanku menjejali mulutnya.
Setelah beberapa menit dijilat dan dihisap, akupun mengalami ejakulasi di dalam
mulut kekasihku ini. Seperti biasa, dia menjilat bersih seluruh kemaluanku.
“Lia, kau memang luar biasa. Terima kasih ya. Aku mau kembali kerja lagi nih.” kataku
setelah kami mengenakan pakaian masing-masing.
Liapun tersenyum dan mengantarku
keluar dari rumahnya. Begitulah hubunganku dengan Sarah Amalia, dia langsung
bisa kutiduri begitu pertama kenal. Karena tubuhnya memang montok dan
pelayanannya sangat memuaskan, dia akhirnya jadi ’langgananku’. Sampai akhirnya
Lia hamil. Sebenarnya aku juga tidak yakin kalau itu anakku, itulah kenapa dulu
aku terkesan enggan bertanggungjawab.
Dari pernikahan kami,
lahir seorang puteri bernama Alleia Anata. Tapi pada 2008, setelah aku bosan dengan tubuhnya, dia
kugugat cerai. Pengadilan agama Jakarta Barat mengabulkan gugatanku pada Mei
2008.
Sebelum dengan Lia,
aku juga sempat menjalin hubungan dekat dengan Luna Maya, model cantik kelahiran
Denpasar, 26 Agustus 1983. Kami berkenalan lewat telepon dan baru berjumpa di
acara MTV di Ancol, Jakarta. Sejak saat itu hubungan kami semakin dekat. Tapi
aku juga sempat putus dengannya saat aku memutuskan menikahi Lia. Baru setelah
aku bercerai, Luna kembali menjalin hubungan
denganku. Dia kini mulai berusaha beradaptasi dengan putriku, Alleia Anata.
Sama seperti Lia
yang mudah kuajak naik ke tempat tidur, Luna juga
begitu. Bahkan dia yang mengajak lebih dulu. Setelah kuperawani di tepi pantai,
Luna pun resmi jadi mainan baruku. Kapan dan dimanapun aku ngaceng, dia akan
dengan senang hati melayaniku. Rupanya, dia juga ketagihan dengan penis superku
ini.
Dan ternyata bukan
dia saja yang tertarik, Cut Tari
atau lengkapnya Cut Tari Aminah Anasya,
perempuan kelahiran Jakarta, 1 November 1977, yang dikenal sebagai presenter,
aktris sinetron dan layar lebar, juga jatuh ke dalam pelukanku. Saat dia tengah
ada masalah dengan biduk rumah tangganya, aku yang berpura-pura bersimpati,
pelan-pelan merayunya. Dan tak butuh waktu lama, dia sudah bisa kuboyong ke
tempat tidur. Pada dasarnya, Tari sendiri juga nakal, dia haus akan
sentuhan laki-laki muda sepertiku.
Tapi kenakalanku itu
harus terhenti pada bulan Juni 2010, aku terlibat skandal rekaman video mesum
berisi adegan persetubuhan yang melibatkan
diriku dengan Luna dan Cut Tari. Di luar sempat beredar kabar kalau
korbanku bukan hanya mereka berdua. Masih banyak artis-artis lain yang jadi
teman tidurku, mulai dari Andara Early,
Bunga Citra Lestari, Aura kasih, dll. Aku marah! Berita itu bohong! Sebagai
seorang Ariel, aku merasa dilecehkan. Tahu nggak sih... korbanku lebih banyak
lagi! Hahaha...
Tapi nanti saja
kuceritakan tentang artis-artis itu, akan kubeberkan satu per satu. Kalian
pasti akan kaget melihat siapa saja yang terlibat! Sekarang fokus pada Luna dan
Cut Tari dulu. Kenapa? Karena di balik kasus ini, tersembunyi
peristiwa yang menarik.
Pada 14 Juni 2010, Tari memenuhi panggilan Bareskrim
Polri. Dia datang didampingi suaminya
yang setia, Yusuf Subrata. Dengan
berlinang air mata, Tari mengakui kalau memang betul dirinya lah yang ada di
dalam video tersebut. Yang hebat - atau aneh? - Suami Cut Tari, Johannes Yusuf
Subrata berkata bahwa ia tidak akan menceraikan sang istri. Benar-benar seorang suami yang berhati lapang.
Walaupun tahu istrinya telah berselingkuh denganku, dia tetap teguh untuk mempertahankan rumah
tangganya. Aku salut. Dia benar-benar pintar berakting.
Di media massa,
tersiar kabar kalau Yusuf melakukan itu karena dia seorang gay. Aku tertawa
saja mendengarnya. Darimana wartawan mendapat berita murahan seperti itu? Aku
tahu apa yang sebenarnya terjadi. Bahkan tidak cuma tahu, aku juga terlibat
langsung. Tanpa bantuanku, rumah tangga Cut Tari pasti sudah kandas sekarang.
Mau tahu apa itu?
Simak terus ya.
Di sela-sela
penyelidikan polisi, sebelum aku ditetapkan sebagai tersangka, Cut Tari
meneleponku. Dia merundingkan suatu hal yang nantinya akan membuatnya berani
berterus terang soal video itu di depan media. ”Kalau kamu tidak mau, entah
cara apalagi yang harus kupakai, Riel?” katanya waktu itu.
Aku yang sudah
kepalang basah, tentu saja tidak keberatan dengan rencananya itu. Yang
kupikirkan cuma Luna, mau nggak dia mendukung rencana ini.
”Tenang saja, biar
nanti aku yang ngatur. Yang penting, kamu ajak Luna week end di Villaku akhir
minggu ini. Bagaimana, bisa kan?” tanya Cut Tari. Aku pun menyanggupinya. Entah
apa yang sudah direncanakan oleh sepasang suami istri itu.
Jadilah sabtu pagi
aku berangkat bersama Luna. Dia sebenarnya agak enggan, takut kalau suami Cut
Tari akan marah dan menganiaya diriku. Tapi setelah kukatakan kalau yang
mengajak adalah mereka, Luna jadi agak tenang.
”Aneh ya, bukannya
marah, malah mengundang selingkuhan istrinya liburan bareng?” tanya Luna saat
mobil kami meluncur di jalan tol.
”Kamu juga nggak
marah tahu aku selingkuh dengan Tari?” sahutku.
”Laki-laki itu
seperti teko, biar aja isinya tumpah kemana-mana, yang penting tekonya pulang
ke rumah, itu prinsipku.” balas Luna. ”Aku nggak masalah kamu main dengan
wanita lain, asalkan hatimu tetap untukku.” tambahnya.
”Trims ya, sayang.”
kukecup bibirnya sebagai rasa sayang.
Tak lama, kami
sampai di villa-nya Tari. Meski tidak terlalu mewah, namun villa ini cukup luas
dan cukup nyaman untuk beristirahat di akhir pekan. Tari dan suaminya menyambut
kami dengan ramah. Setelah bertegur sapa dan ngobrol sebentar, mereka pun
mengantarkan kami ke kamar. Disitu aku sempat main sebentar dengan Luna.
Siangnya, sekitar
jam 2, aku yang sedang tidur pulas dibangunkan oleh Luna. ”Bangun, sayang. Kita
makan dulu. Kata mbak Tari sudah siap.” bisiknya. Aku segera mandi dan berganti
pakaian. Begitu juga dengan Luna. Cut Tari dan Suaminya sudah menunggu di meja
makan, kami segera makan bareng. Lauknya ikan pepes kesukaanku. Sampai saat itu
aku masih belum tahu apa yang mereka rencanakan.
Selesai makan, kami tiduran
nonton TV di ruang tengah sambil ngobrol kesana kemari. Kami tidak
menyinggung sama sekali soal kasus yang sedang kami hadapi. Pokoknya hari itu
full buat senang-senang. Di sela-sela acara, Cut Tari masuk ke kamarnya untuk
berganti baju. Dia mengganti baju terusannya dengan daster tidur yang amat tipis,
tanpa BH dan celana dalam. Ini terlihat jelas dari bayangan tubuhnya di balik
gaun itu. Aku ngaceng melihatnya.
Kulihat dia sangat
atraktif mempertontonkan tubuhnya di depanku dan di depan Luna. Kulihat Yusuf acuh
saja melihat tingkah istrinya. Dia terus menonton TV sambil tiduran. Luna dan Tari
berbaring berdampingan di tengah, sedangkan aku dan Yusuf berada di pinggir,
disamping pasangan masing-masing. Acara TV terasa membosankan, mungkin karena
aku tidak bisa konsentrasi, aku lebih terpesona menikmati tubuh molek menggairahkan
milik Cut Tari. Itu membuat adik kecilku yang berada dibalik celana mulai
menggeliat.
“Pa, puterin film
yang hot dong, bosen nih lihat sinetron melulu.” seru Cut Tari. Ada juga ya
artis sinetron bosan lihat sinetron!
Aku tahu kalau yang
dimaksud olehnya adalah film porno. Luna tampaknya juga mengerti, ia
memandangku untuk mencari pembenaran. Kuanggukkan kepalaku, menyuruhnya agar
tetap diam dan mengikuti permainan sepasang suami istri itu. Kurangkul erat
tubuhnya agar Luna merasa terlindungi.
Sebelum beranjak pergi,
Yusuf basa-basi meminta ijinku. “Riel, muter film blue ya?” tanyanya.
“Terserah aja,” jawabku pura-pura acuh tak acuh.
Sementara Tari
berbisik pada Luna, ”Kita hangatkan suasana sore ini, Na. Biar nggak dingin.”
katanya. Luna hanya menanggapi dengan senyum.
Di Luar dugaan, filmnya
ternyata cukup bagus. Adegan sexnya tidak vulgar, alur ceritanya bagus. Aku jadi cepat
terhanyut. Perlahan gairahku mulai bangkit. Tonjolan di celanaku terlihat
semakin terdongkrak ke atas. Kulihat Tari tersenyum-senyum melihatnya dan tanpa
malu-malu mencuri pandang ke arah situ. Aku memang sengaja tidak menyembunyikannya,
toh dia sudah melihat isinya berulang kali. Lagian, ini kan yang mengajak
mereka, jadi kenapa mesti malu. Kulihat Yusuf juga melakukan hal yang sama,
bahkan lebih parah, dia menyuruh sang istri untuk mengusap-usap tonjolannya
pelan dari luar celana. Sementara Luna, yang sepertinya juga mulai terangsang,
dengan muka agak jengah memindahkan kepalanya di atas lenganku dan jari
tangannya meremas-remas jari tanganku. Aku sudah hafal sekali, ini tanda kalau
dia sudah sangat bergairah.
Di TV, adegan film
terlihat semakin panas. Begitu juga dengan pasangan suami istri yang ada di
sebelahku. Tanpa malu-malu, Yusuf dan Tari sekarang sudah berpelukan
erat. Tangan Yusuf kulihat asyik mengusap-usap dan memenceti payudara Tari dari
luar baju tidurnya, sesekali diciumnya bibir sang istri dalam-dalam. Sementara
itu, kaki kanan Tari ditekuk dan pahanya menindih paha Luna, sehingga tanpa
bisa dihindarkan, baju tidurnya yang memang sangat pendek, makin tersingkap. Aku
jadi lebih leluasa melahap pahanya yang putih mulus itu, bahkan sebagian rambut
di pangkal pahanya juga kelihatan.
“Lun, aku jadi
pengen nih.” Tari bicara kepada Luna.
“Ya nggak apa apa, mbak. Langsung minta aja sama mas Yusuf.” Luna menyahut sambil tersenyum penuh arti.
Aku makin terangsang.
Kumiringkan tubuhku agar aku bisa melihat paha mulus Tari lebih jelas,
kuselusupkan tanganku di balik kaos tipis Luna yang tidak ber-BH dan kuremas-remas
buah dadanya yang tidak begitu besar pelan-pelan. Sementara tangan Luna sendiri
sudah masuk ke dalam celanaku dan mengelus-elus penisku yang sudah berdiri
keras. Ia menutup tanganku yang sedang bergerilya di dadanya dengan bantal sehingga
tidak terlihat oleh Yusuf dan Tari, rupanya dia masih malu. Walaupun sebenarnya
hal itu tidak perlu dilakukan, karena pasangan suami istri di sebelah sudah
tidak memperhatikan kami lagi, keduanya sudah mulai tenggelam dalam percintaan
yang panas dan membara.
Tari melepas seluruh
pakaiannya hingga bugil. Dia juga mencopoti baju sang suami hingga sama-sama
bugil. Yusuf menggeser posisinya merapat ke arah Luna. Luna yang risih, merapatkan
diri ke tubuhku. Aku segera memeluknya agar dia tidak ketakutan. Sedangkan Tari
yang sudah sangat bergairah, kini berbaring di sebelah kanan sang suami. Kini
posisi kami selang-seling dengan Yusuf berada di sebelah Luna.
Pasangan suami istri
itu berciuman sangat panas, dengan tangan saling mengelus penuh nafsu. Yusuf
menghisap bibir tipis Tari kuat-kuat sambil tangannya meremas-remas payudara
sang istri yang putih mulus. Dia memencet dan memilin-milin putingnya yang
kemerahan hingga membuat Tari melenguh kegelian. Sebagai balasan, Tari
menyambar batang penis Yusuf yang sudah menegang besar, dan mengocoknya cepat.
Kulihat Luna melirik
mereka dengan muka memerah, tampak mulai terhanyut dengan adegan panas yang persis
berada satu jengkal disampingnya. Film bokep di TV sudah tidak lagi ia
perhatikan. Kuremas-remas payudaranya semakin kencang. Kurasakan puting mungil
Luna sudah mulai mengeras dan menegang.
Tiba-tiba Cut Tari menghentikan
pergulatan dengan Yusuf. Dia duduk dan mencondongkan tubuh melewati sang suami.
Payudaranya yang bulat sedang tampak menggantung indah saat ia melakukan itu.
Putingnya yang mungil kemerahan sudah basah dan mengkilat akibat jilatan Yusuf.
Tari menyingkirkan bantal yang menutupi tubuh Luna lalu menarik kaos tipis Luna
ke atas.
“Biar adil, Lun.
Masa kita sudah telanjang, kamunya belum.” katanya sambil terus menarik kaos Luna hingga terlepas.
Kulihat Luna ingin protes, tapi melihat suasana yang sudah begitu ’panas’,
ditambah aku yang tidak menghalangi tindakan Tari, membuat dia akhirnya
menyerah. Dengan mudah Tari melucuti seluruh pakaian Luna, termasuk celana
panjang dan CD-nya. Sekelebat kulihat
mata Yusuf melahap tubuh bugil Luna penuh nafsu. Ada kilatan ingin memiliki
disana. Bahkan ia segera mengeser posisinya agar bisa lebih merapat ke tubuh Luna
yang mulus dan indah. Luna yang terjepit, tidak bisa lari kemana-mana. Dia
tidak bisa menolak saat lengan Yusuf mulai menempel di pinggiran payudaranya.
”Riel,” Luna
memanggilku, meminta pertolongan. Aku hanya mengangguk, tersenyum, dan langsung
melumat bibirnya yang tipis dengan rakus. ”Hmph!” membuat Luna melenguh dan tak
bisa berkata-kata lagi.
”Riel, copot juga
dong bajumu.” Tari mengelus penisku yang sudah menegang dahsyat dari luar
celana. Dia tampak merindukannya. Dengan bantuannya, kucopoti seluruh bajuku
hingga kami semua bugil sekarang.
Tari lalu kembali
pada sang suami, mereka berpelukan dan berciuman mesra. Begitu juga denganku.
Kurengkuh tubuh mulus Luna, kulumat bibirnya yang tipis dengan rakus. Tanganku
yang satu memenceti payudaranya, sementara yang lain mengelus vaginanya yang
sudah lembab membasah.
“Oughh… Riel!” Luna mendesis-desis
keenakan, tangan kanannya mendekap punggungku erat-erat, sedangkan tangan
kirinya tertindih lengan Yusuf.
Kurasakan elusan
lembut sebuah tangan halus menelusuri bokongku, kemudian mengarah ke selangkanganku
dan mengelus buah zakarku. Aku sudah menduga siapa pemilik tangan itu. Sambil
mulutnya menciumi mulut sang suami, Cut Tari mengelus-elus batang penisku,. Aku
yakin Yusuf melihat tangan sang istri yang kini sedang bergerilya di selangkanganku,
tapi dia tampak acuh saja. Tentu saja dia tidak peduli karena kini Yusuf lebih
sibuk menggesek-gesekkan lengannya ke bulatan payudara Luna daripada
memperhatikan tingkah sang istri. Luna yang menyadari perbuatan Yusuf,
pura-pura tidak tahu dan memalingkan wajahnya ke arahku, minta untuk dicium
lagi. Aku segera melumatnya. Luna juga tidak marah melihat tari yang kini sudah
mengocok penisku cepat.
Permainan menjadi
semakin panas. Tari yang sudah begitu bernafsu, melepaskan penisku dan bangkit
berdiri. Dengan posisi setengah duduk di paha sang suami, dia membuka selangkangannya
lebar-lebar hingga terlihat lah vagina merah basah miliknya yang sangat indah.
Benda itu masih sama bentuknya seperti saat terakhir kali aku melihatnya 3
bulan yang lalu. Apakah rasanya juga tetap sempit dan menggigit? Akan aku cari
tahu nanti. Sepertinya permainan ini akan mengarah kesana.
Dengan tangan kanannya,
Tari menggosok-gosokkan kemaluan Yusuf ke klitorisnya, sementara buah dadanya yang
menggantung indah diremas- remas oleh laki-laki itu. Kuperhatikan, batang Yusuf
tidak sebesar punyaku, begitu juga panjangnya, punyaku lebih unggul. Ehm, pantas
saja Tari selingkuh, wanita mana yang akan puas dengan penis seperti itu? Luna
tampaknya juga tidak tertarik. Dia sama sekali tidak meliriknya, apalagi
memegangnya. Luna lebih suka mengocok penisku yang panjang dan besar daripada
punya Yusuf yang ukurannya nanggung.
Melihat mata Luna yang
sudah sayu dan pahanya yang sudah direntangkan lebar, aku tahu bahwa Luna sudah
terangsang berat. Dia menuntun penisku ke arah lubang vaginanya yang sudah
merah merekah, minta untuk ditusuk. Aku segera melakukannya. Pelan, kumajukan
pinggulku. Kumasukkan penisku ke dalam lubang senggamanya. ”Aghhh...” Luna
merintih saat aku berhasil menembusnya. Dalam tempo singkat, aku sudah melayang
menikmati jepitan lubang memeknya. Rasanya tetap seret dan nikmat meski aku
sudah sering menggunakannya.
Sementara aku
mengocok, Luna mendesis-desis keenakan. Dia sudah tidak peduli lagi meski
sekarang Yusuf meraba dan meremas-remas payudaranya penuh nafsu. Yang ada di
pikirannya cuma bagaimana melampiaskan hasrat yang begitu menggelora saat ini.
Sebagai balasan, aku ganti mengelus dan memenceti buah dada Tari yang
bergoyang-goyang indah seiring genjotan pinggulnya yang naik turun, mengocok
batang penis sang suami yang sudah melesak masuk ditelan liang kenikmatannya.
Sesekali tangan Tari juga meremas bokong indah Luna yang terpampang jelas di
sebelahnya.
”Ahh... terus, Riel!
Terus!” Luna makin merintih saat makin kupercepat kocokanku. Beberapa kali
Yusuf mencium bibirnya saat ia mendesis-desis, Luna terlihat tidak peduli. Ia
tampak sangat menikmati sekali genjotanku di atas tubuh sintalnya.
Entah kenapa aku
tidak cemburu melihatnya diciumi oleh suami Cut Tari itu, malah yang ada aku
jadi makin bergairah. Begitu juga dengan Luna, rangsangan Yusuf dan Tari
membuatnya makin terangsang. Kurasakan gerakan dan nafasnya mendengus kencang, tidak
seperti biasanya. Menunjukkan kalau Luna sangat bergairah sekali.
Dalam waktu singkat,
gerakan Luna menjadi kian tidak terkendali, bahkan ia membalas ciuman Yusuf
dengan menghisap bibir laki-laki itu penuh nafsu. Bersamaan dengan itu, tubuhnya
menghentak-hentak keras. Pinggulnya yang sedang menerima tusukanku, mengejang ke
atas. Mulutnya melumat bibir Yusuf kuat-kuat sambil merintih. ”Oughhh... Riel,
aku...” Dari dalam vaginanya, menyembur cairan cinta yang amat banyak,
membasahi penisku yang masih menancap dalam. Luna orgasme. Ini di luar
kebiasaan, dia biasanya cukup tahan
lama. Tapi kali ini dia cepat selesai, padahal aku merasa masih belum apa-apa.
Aneh!
Kuhentikan kocokanku
dan kucabut penisku. Aku masih tanggung, tetapi aku memang masih belum ingin keluar
sekarang. Aku berharap Luna bangkit lagi setelah ia istirahat. Kutatap wajah cantiknya
yang penuh kepuasan. Disampingnya, kulihat Yusuf masih terus asyik menggengam dan
mengelus-elus payudara Luna. Putingnya yang mencuat kemerahan, berkali-kali ia
tarik dan pilin-pilin kecil.
Melihat aku tergeletak
nganggur dengan penis yang masih tegak berdiri, Cut Tari segera menghentikan
goyangan pinggulnya. Ia mencopot penis sang suami dari jepitan vaginanya dan
mendekatiku. Tahu kalau aku belum ejakulasi, Tari berniat membantuku. Dia melangkahi
tubuh mulus Luna yang tergeletak telentang kelelahan disampingku. Dengan
menggunakan dasternya, Tari membersihkan penisku yang penuh lendir cinta dari
Luna, sebelum akhirnya dia menindih dan mencium bibirku.
Aku sempat kaget,
aku tak menduga Tari akan berani melakukan itu. Kulirik Yusuf, laki-laki itu hanya
menonton tingkah sang istri tanpa terlihat keberatan sama sekali. Dia malah
asyik meremas dan menciumi payudara Luna yang kini sepenuhnya berada dalam
kekuasaannya. Luna juga hanya melirikku sekilas, kemudian kemudian memejamkan
matanya kembali. Dia tampak menikmati sisa-sisa orgasme yang masih melanda
tubuh sintalnya, sambil sekalian menikmati sedotan Yusuf yang liar pada puting
buah dadanya. Resmilah sudah, kami bertukar pasangan mulai detik ini!
Tanpa malu-malu
lagi, kubalas ciuman Tari dengan penuh nafsu. Tangan kiriku mengelus bokongnya yang
bulat, sedangkan tangan kananku meremas-remas buah dadanya yang menggantung
indah. Tari menjulurkan lidahnya menyambut lidahku, sementara vaginanya yang sudah
sangat basah, digesek-gesekkan ke atas penisku. Ciuman kami hanya berlangsung singkat
karena Tari tampak sudah sangat terangsang sekali. Segera dia menarik badannya
sehingga sekarang posisinya sekarang duduk di atas pahaku, dengan belahan
kemaluan tepat berada di depan batang penisku yang rebah ke perut.
Kurasakan belahan vagina
Tari yang kemerahan sudah basah oleh lendir. Tak tahan, segera kuangkat
pinggangnya dengan kedua tanganku, aku ingin memasukinya. Tari cepat tanggap,
sambil mengangkat pantatnya, dia mengarahkan penisku ke lubang vaginanya. Dalam
hitungan detik, kemaluanku sudah menyelusup masuk ke dalam. Tari melenguh
pelan, begitu juga denganku. Kami sama-sama merasa nikmat.
Saat aku mulai
menggoyang, tubuh mulus Tari langsung ambruk ke dadaku dan wajahnya menempel
disamping kepalaku sambil mendesis-desis keenakan. Kuangkat pinggulku, berusaha
mengocok kemaluannya lebih cepat dan lebih dalam lagi. Tari mengikuti gerakanku
dengan menggoyangkan pinggulnya memutar. Kurasakan otot vaginanya menjepit erat
batang penisku, hampir mencekiknya. Himpitan dan putaran pinggul Tari tidak kalah
dengan Luna, membuat kenikmatan menjalar cepat ke seluruh tubuhku.
Tak sampai 5 menit, kurasakan
Tari mulai mempercepat goyangannya. Dengan nafas tersengal, mulutnya bertubi-tubi
menciumi bibirku, sementara lidahnya menerobos masuk ke dalam mulutku,
mengajakku untuk saling menghisap dan bertukar air liur. Aku segera mengerti
bahwa ia sudah mulai masuk ke masa orgasme. Tanpa menunggu lama, segera kupercepat
kocokanku. Aku sendiri juga sama, kemaluanku sudah berdenyut-denyut kencang,
terasa sangat nikmat dan enak sekali.
Ketika kurengkuh
bokongnya, Tari memeluk pundakku makin kencang. Dari mulutnya keluar erangan
nikmat yang panjang sekali. ”Aarrgghhhhh...!” vaginanya ditekan keras ke arah kemaluanku,
dia pun orgasme. Bersamaan dengan semburan deras dari liangnya, kulepas juga
air maniku. Cairan kami sama-sama menyemprot dan saling bertabrakan hingga
bercampur menjadi satu. Vagina Tari yang aslinya sudah lembab dan becek,
menjadi tambah lengket sekarang. Ough, sungguh kenikmatan yang sangat luar
biasa sekali.
Walaupun permainan
sudah berakhir, tetapi Tari tidak mau mencopot penisku. Dia hanya mengeser
tubuhnya dari dadaku untuk meringankan tindihannya di atas tubuhku. Penisku
yang mulai mengkerut dan melemah masih menancap telak di liang kemaluannya.
Perlahan, setelah
beberapa detik berlalu, kesadaranku mulai pulih. Kulihat di sebelah, Luna sedang
bergumul mesra dengan Yusuf. Dengan penuh nafsu, Yusuf menindih tubuh bugil
Luna, mereka berciuman panas dan dalam. Sambil memagut, tangan Yusuf asyik meremas-remas
buah dada Luna yang ukurannya sedikit lebih besar dari punya Tari, istrinya. Sementara
Luna mengelus-elus bokong Yusuf, desahan halus mulai keluar dari bibir
tipisnya, tanda kalau dia sudah mulai terangsang lagi.
Yusuf sedikit menggeser
tubuhnya, tangan yang tadinya meremas tetek Luna kini turun ke bawah, ke arah
kemaluan Luna yang sempit kemerahan. Luna segera mengangkat pinggulnya ketika
jari tangan Yusuf mulai menggesek-gesek klitorisnya. Desahan nikmat yang keluar
dari mulutnya terdengar semakin keras. Yusuf membuka paha Luna lebar-lebar agar
dia makin leluasa mengerjai vaginanya.
Melihat Luna yang
merintih keenakan, aku jadi terangsang kembali. Perlahan penisku yang masih
menancap di liang kemaluan Tari, mengeras dan membesar. ”Wah, ngaceng lagi ya,
Riel?” gumam Tari sambil mencium bibirku kuat-kuat. Tidak menjawab, segera
kugenjot lagi tubuh mulusnya. Tanganku kembali menggerayangi tonjolan
payudaranya untuk meremas dan mengelus-elusnya lagi.
Di sebelah, Luna menoleh
ke arahku saat Yusuf sudah bersiap untuk menyetubuhinya. Matanya sayu
memandangku seolah meminta persetujuan. Kupandangi dia, Luna terlihat sangat
cantik ketika sedang terangsang seperti itu. Aku jadi tak tega
untuk menghalangi. Lagian, aku juga sudah menikmati tubuh Cut Tari, dua kali
malah karena sekarang aku kembali menggenjotnya, jadi sangat tidak fair kalau
aku melarang Luna untuk bercinta dengan Yusuf. Mereka berhak melakukannya.
Kukecup bibir Luna, kuusap
rambutnya sebagai tanda bahwa aku tidak keberatan. Luna pun segera membuka
pahanya lebar-lebar, mempersilahkan Yusuf untuk naik ke atas tubuh mulusnya.
”Pelan-pelan,” bisik Luna melihat Yusuf yang tampak sudah tak sabar. Dengan
ancang-ancang ala kadarnya, Yusuf melesakkan penisnya. Meski sudah mentok
sampai ke pangkal, Luna cuma mendesah saja, dia tidak menjerit keenakan seperti
kalau aku yang melakukannya. Ukuran penis kami memang beda sih, mungkin saat
ini penis Yusuf cuma bisa menjangkau setengah dari kedalaman liang vagina Luna.
Meski tampak tidak
puas, tapi saat Yusuf mulai menggoyang, tak urung Luna tetap merintih dan
mengerang juga. Dia memejamkan mata dan meremas-remas payudaranya sendiri
untuk menambah kenikmatannya. Sambil menggenjot, tak henti-hentinya Yusuf menciumi
bibir, pipi, leher, atau mana saja bagian tubuh Luna yang dapat ia jangkau.
Jepitan vagina Luna rupanya terlalu nikmat buatnya karena tak lama kemudian
kulihat Yusuf sudah mendesis sambil menggeleng-gelengkan kepalanya tak tahan.
Dahinya berkerut, sementara giginya menggigit bibir bawahnya. Dia memejamkan
mata saat menusukkan penisnya dalam-dalam ke liang vagina Luna dan meledak
disana.
“Lun, aarrgghhhh...
aku… eghh... eegghh…” tubuh Yusuf terkejang-kejang saat dia melepaskan air
maninya. Setelah beberapa detik, ketika dia mencabut penisnya, kulihat sisa sperma
meleleh keluar dari bibir vagina Luna yang mengkilat kemerahan.
Luna yang masih
belum puas segera bangkit dan menyerbu ke arahku. Dia ingin bergabung denganku,
menuntut untuk dipuaskan. Luna meraih dan membimbing kedua tanganku untuk
mengenggam bulatan payudaranya yang menggantung bebas di depan wajahku. ”Riel,
peras susu gue ya?” pintanya nakal.
Aku dengan senang
hati melakukannya. Kuremas-remas kedua susunya seperti memerah susu sapi hingga
Luna merintih-rintih keenakan. ”Ahh… ahh... auw… ahh… terus, Riel... enak
banget! Ughhh… enak banget! Terus!” kalau sedang terangsang seperti ini, payudara
Luna terasa sangat legit dan kenyal. Beda dengan biasanya yang lunak dan
sedikit kendor. Aku sangat menyukainya.
Sekarang, aku merasa
seperti raja yang dilayani oleh dua wanita cantik : Tari yang sedang bergoyang
di atas tubuhku, dan Luna yang merintih-rintih keenakan di depanku. Aku jadi
merinding dibuatnya. Nikmatnya tidak terlukiskan. Apalagi saat tak lama
kemudian Tari menghentikan genjotannya dan memekik. ”Riel, aku keluar! Argghhhhh...!”
tubuh mulusnya terhentak-hentak saat kurasakan cairan cinta menyembur lagi dari
dalam liang kemaluannya. Vagina Tari yang sempit terasa berdenyut-denyut saat dia
orgasme.
Aku yang keenakan, menggoyang
kembali pinggulku. Tanganku yang dari tadi beraksi di payudara Luna kini
beralih memenceti payudara Tari. “Ahh… Riel, udahan dulu dong!” kata Tari
lemas. Dia ambruk di atas tubuhku. Payudaranya menekan dadaku, begitu kenyal
rasanya. Nafasnya hangat menerpa wajahku
”Kok cepet banget
keluarnya?” tanyaku sambil menarik penisku keluar.
”Uaah, aku kelewat
nafsu sih.” Tari membela diri.
”Oke deh, kamu
istirahat saja. Sekarang giliranku sama Luna.” kulirik Luna yang sudah mengambil
posisi di selangkanganku, dia asyik menjilati penisku yang basah dan lengket,
kotor oleh cairan vagina Cut Tari.
Tari segera
menyingkir, dia bangkit dan merebahkan diri di sebelah sang suami. ”Gimana, Pa,
enak?” tanyanya mesra.
Yusuf mencium bibir
Tari dan menjawab. “Enak banget, Ma.”
“Berarti papa nggak
jadi menceraikan aku donk?” tanya Cut Tari.
Yusuf mengangguk.
”Tapi aku mau melakukan ini sekali lagi.” katanya.
”Papa ketagihan ya
sama memek Luna?” Tari tersenyum. Sekali lagi Yusuf mengangguk, dan ikut tersenyum.
Mereka selanjutnya berpelukan mesra.
Sementara itu, aku
asyik meraba-raba kemaluan Luna hingga aku menemukan daging kenikmatannya. Kucubit
pelan hingga Luna mendesah perlahan. Kugunakan jari jempol dan telunjukku untuk
memainkan daging tersebut, sementara jari manisku kugunakan untuk mengorek
liang senggamanya. Desahan Luna semakin jelas terdengar jelas. Kemaluannya
terasa begitu basah.
Aku yang sudah tak
tahan segera membalik posisi tubuhku, Sekarang aku menindih Luna yang telentang
pasrah di bawah tubuhku. Kugunakan jari-jariku untuk mengobok-obok vaginanya.
Kugosok-gosok klitorisnya hingga Luna mengerang keras. Kujilati dan kugigit
lembut bulatan payudaranya, kanan dan kiri. Putingnya yang mencuat mungil,
kuhisap dan kugigit berkali-kali. Luna meremas rambutku, nafasnya
terengah-engah dan memburu.
Setelah kurasakan
cukup merangsangnya, langsung kusodok lubang senggama Luna dengan batang
kemaluanku. Luna yang nampaknya sudah siap menerima seranganku, segera membuka
pahanya lebar-lebar, memberiku jalan untuk menerobos masuk ke dalam lubang vaginanya
yang sudah basah kuyup. Dia mendesis pendek saat proses penetrasi berlangsung,
lalu menghela nafasnya setelah seluruh penisku masuk. Kudiamkan beberapa saat
untuk menikmati kehangatan yang diberikan oleh jepitan vagina Luna. Hangat
sekali, lebih hangat dari milik Cut Tari. Setelah itu kumulai menyodok Luna
maju mundur.
Luna melingkarkan
tangannya memeluk tubuhku. Dia mengeluarkan jeritan-jeritan kecil selama aku
menggenjot tubuh mulusnya. Luna memang berisik sekali! Teriakan-teriakannya terus
terdengar kencang. Tapi aku suka juga mendengarnya. Kedua payudara Luna
yang tidak begitu besar bergelantungan indah di dadanya, benda itu bergerak
liar seiring dengan gerakan kami. Kupikir sayang kalau tidak dimanfaatkan, maka
kuraih saja kedua danging kenyal tersebut dan langsung kuremas-remas sepuasnya.
Nafsuku semakin memuncak, sehingga sodokanku semakin kupercepat, membuat Luna semakin
keras mengeluarkan suara. ”Ahh… ahh… ahh...” dengan lantang. Sampai akhirnya ia
berteriak kencang saat mencapai puncak kenikmatannya, “Arghhhh… aku keluar,
Riel!” jeritnya parau.
Setelah
bergetar-getar beberapa saat, Luna kemudian terkulai lemas, sementara aku terus
menyetubuhinya. Vaginanya yang banjir terasa semakin nikmat membungkus penisku.
Beberapa saat kemudian, aku merasa mulai mendekati puncak kepuasan. ”Sayang,
aku juga mau keluar nih…” bisikku.
Luna segera menarik
keluar penisku dan mengulumnya. Dia melakukannya hingga aku memuntahkan sperma
di dalam mulutnya. Seperti biasa, Luna segera menelannya sampai habis tanpa
tersisa sedikit pun.
Aku berbaring. Capek,
nikmat dan puas bercampur menjadi satu. Cut Tari berbaring di sisiku. Payudaranya terasa lembut
dan hangat menyentuh lengan kananku. Sementara Luna masih membersihkan batang
kemaluanku dengan mulutnya.
”Gimana, Riel, puas?”
Tari bertanya.
”Puas banget. Otakku
ringan sekali rasanya.” jawabku sambil mencium bibirnya. Di sebelahnya, kulihat
Yusuf sudah tertidur kelelahan. Penisnya tampak mengkerut mungil seperti bayi, kasihan
sekali.
”Aku mandi dulu ya?”
Luna memotong pembicaraan kami, lalu beranjak menuju kamar mandi.
“Aku mau jujur sama
kamu, Riel...” Tari berbisik, takut didengar oleh Luna.
”Aku tahu, mas Yusuf
kan yang meminta ini. Dia tidak akan menceraikan mbak kalau mbak bisa
membuatnya tidur dengan Luna.” aku berkata.
Cut Tari tampak
terperangah. ”B-bagaimana kamu bisa tahu?” tanyanya.
”Naluri lelaki,
mbak. Aku pasti juga akan berbuat sama kalau berada di posisi mas Yusuf.”
sahutku.
”Bener, Riel. Maafkan aku!”
Tari tampak menyesal sekali.
Aku segera
memeluknya. ”Sst, buat apa minta maaf? Aku juga menikmatinya kok, begitu juga
dengan Luna. Tidak ada yang dirugikan dalam hal ini.” sekali lagi kukecup
bibirnya.
”Iya, Riel. Makasih
ya, dengan begini rumah tanggaku bisa terselamatkan.” Tari membalas mesra
ciumanku.
Begitulah, semalam
suntuk kami pesta seks di villa itu. Aku menyetubuhi Luna dan Tari bergantian,
begitu juga dengan Yusuf, tak bosan-bosannya dia naik ke atas tubuh mulus Luna
dan sang istri. Kami melakukannya di kamar, dapur, kamar mandi, bahkan di kolam
belakang saat pagi mulai menjelang. Yusuf tampak sangat puas sekali.
0 comments:
Post a Comment