Monday 18 February 2013
Super Protein
"Harus berapa kali kubilang, Hisao-kun, aku benci daging!" ketus seorang gadis manis berambut biru bernama Akiko.
Mendengar
penolakan istrinya atas menu makanan yang dia berikan, membuat Hisao memutar bola matanya bosan, "Hm, aku bisa mengerti
kalau kau hanya membenci daging. Tapi masalahnya kau membenci SEMUA
jenis makanan yang mengandung protein," celetuknya sambil
menghela nafas, "dan harusnya kau tahu, itu tidak baik untuk
kesehatanmu."
"Aku tahu kok!" balas Akiko cepat-cepat seraya
menarik kursi di samping suaminya dan mendudukinya, "Tapi tetap saja,
gimana gitu... euuuuh! Melihatnya saja aku sudah mau muntah!" ujarnya
sambil menjulurkan lidah dan memasang mimik wajah seolah jijik. Tentu
saja hal ini membuat Hisao menggelengkan kepalanya heran.
"Dasar vegetarian," sindirnya dan berjalan meninggalkan istrinya yang tengah sibuk mengomel.
Hisao menghela nafas berat. Setelah lumayan menguras tenaga
hanya untuk berdebat dengan istrinya yang keras kepala itu, dia memasuki
kamarnya dan langsung menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur
berukuran king size. Dia memandang langit-langit kamarnya dan
perlahan tapi pasti menutup kedua bola mata hitamnya. Berusaha
berpikir keras supaya sang istri mau memakan makanan berprotein yang
pada umumnya dibenci oleh para vegetarian seperti Akiko.
"Sial,
padahal protein sangat bagus untuk anak yang dia kandung nanti," gusar
Hisao, masih tetap menutup mata, seraya mengacak-acak rambut biru
pucat miliknya, "Kalau anakku pintar, kan dia juga yang untung,"
celetuknya lagi.
Berkali-kali Hisao mengubah posisi tidurnya di
atas kasur. Otak jeniusnya masih berputar keras mencari ide. Hingga
akhirnya dia membuka mata dan terduduk seakan dia teringat sesuatu.
Detik berikutnya dia menyeringai penuh arti dan berjalan menuju
satu-satunya lemari kecil di sudut kamarnya dan membuka lemari itu
dengan kunci yang dia punya. Setelah mengambil sesuatu di
sana, dia segera tersenyum penuh arti dan berjalan keluar kamar.
***
Hisao berjalan perlahan menuju meja makan, di mana Akiko kini tengah
memakan
makanan khas miliknya. Di piringnya hanya terlihat daun
selada, nasi secukupnya dan kangkung. Sementara mangkuk di sampingnya
berisi sop jagung dengan beberapa daun bawang. Hisao kembali
menggelengkan kepalanya.
"Kalau
kau tidak makan daging, ikan, telor atau semacamnya, kau akan
benar-benar sakit, bodoh," gerutunya.
Mendengar suara bariton suami
kesayangannya, membuat gadis berdada besar itu mendongakkan kepala. "Uh,
Hesso-kunh," ucap Akiko dengan mulut penuh karena masih mengunyah
makanan.
Hisao mendelik, "Telan makananmu, baru bicara!" perintahnya
ketus, membuat Akiko mengangguk cepat dan segera menghabiskan
makanannya.
Laki-laki itu masih dengan sabar menunggu istrinya
menghabiskan makan dengan duduk tenang di ruang keluarga sambil
mengistirahatkan pikirannya yang suntuk. Setelah Akiko keluar, dia
segera bergerak
menuju dapur dan menyiapkan berbagai macam makanan seperti ayam dan
ikan goreng, telur ceplok, dan terakhir dia memesan sushi berisi daging
kepiting dan ikan salmon pada restoran sushi terdekat. Setelah merasa
semuanya beres, dengan diam-diam Hisao membawa makanan itu masuk ke
dalam kamarnya. Sekarang tinggal memancing istrinya.
"Hei, Akiko!"
panggil Hisao sambil melompat ke atas sofa dan mendekati istrinya yang
sedang asyik menonton acara infotainment di televisi, "Sepertinya, kau senggang, ya?"
lanjutnya lagi sambil mendekati cuping telinga Akiko.
"Ngh,
Hisao, hentikan!" Akiko segera mendorong tubuh suaminya begitu
dirasanya laki-lakiitu mulai mencium-cium telinganya, "Lihat, Karin si artis
tenar itu katanya mau cerai lagi," ucap gadis yang gila infotaiment dan
gosip itu dengan penuh antusias.
Hisao memutar bola matanya
bosan, "Peduli amat dia mau cerai atau telanjang di depan umum
juga," dia menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, "Bagaimana
kalau kita bersenang-senang saja, Akiko-chan?"
Akiko tersentak.
Dia sangat hafal peringai suami mesumnya yang satu itu. Kalau Hisao sudah menyebut 'Sakura-chan', pasti sedang ada yang
diinginkannya. Dengan kesal gadis itu menoleh dan menatap Hisao tajam,
"Kalau kamu menyuruhku memakan daging-daging menjijikkan itu, maaf
saja aku tidak akan mau!" celetuknya seraya membuang muka.
Hisao
hanya menyeringai dan mencium leher jenjang istrinya. "Hm,
benarkah?" tanyanya dengan nada yang benar-benar dibuat menggoda.
Ditambah tangan kanannya yang kekar kini mulai merambat, menggelitik
payudara Akiko yang bulat menggoda. "Tapi aku tidak yakin, kau akan
menolaknya."
bisiknya seraya menyelipkan tangannya di balik hot pants tipis istrinya.
"Sshhh,
Hisao-kun! Jangan sekarang," pinta Akiko yang masih berusaha menahan
tangan suaminya untuk tidak menyentuh puting payudaranya sebelum dia sendiri terbawa ke dalam
permainan itu. Yah, karena Akiko sadar—kalau dia sudah terjebak ke
dalam godaan Hisao, maka dia tidak akan bisa naik ke atas lagi sampai
suaminya itu membebaskannya. Itu pun jika memang dia ingin dilepaskan,
sebab kenyataannya Akiko sendiri lah yang lebih sering menginginkan untuk masuk jauh
lebih ke dalam—keuntungan tersendiri bagi Hisao.
"Tapi aku ingin
sekarang," Hisao memilin salah satu puting istrinya, membuat Akiko sedikit merintih kegelian, "Lagipula dengan
ini, tujuanku akan semakin tercapai," Hisao kembali menyeringai hingga
Akiko menelan ludahnya.
"Tu-tujuan ap—Ahhhhh!" wanita itu mendongakkan
kepalanya ke atas begitu Hisao memijit keras payudaranya hingga membuat
tubuhnya bergetar pelan. Melihat itu, Hisao tertawa pelan.
Dengan tangan kirinya, dia mematikan TV dan mencium pipi istrinya
sekilas sebelum berkata...
"Ayo, kita bermain,"
***
"His-Hissao-kunh,"
Akiko kembali mendesah saat suaminya kembali merangsang dirinya. Sejak
di
ruang tengah tadi, Hisao tak henti-hentinya memijit-mijit bulatan
payudaranya, hingga masuk ke kamar mereka, laki-laki itu terus
melakukannya. Bahkan, dia juga sudah menelanjangi dirinya, membuat Akiko
menggigil kedinginan di udara musim semi yang dingin.
Hisao menciumi
tubuh Akiko dengan penuh nafsu, memberi tanda kemerahan di sekujur tubuh
mulus itu. Dia meraba setiap bulatan yang ada, mulai dari bokong Akiko
yang bulat hingga payudara wanita cantik itu yang besarnya minta ampun.
Remasan Hisao membuat bukit kembar itu kelihatan semakin tegak
dan membulat. Akiko yang merasakannya, cuma bisa memekik dan merintih
pelan. Dengan
seringai mesum khas miliknya, Hisao melirik vibrator hijau besar yang
dialetakkan di atas meja telepon. Dia mengambilnya dan segera
memasukkannya ke dalam kemaluan Akiko yang sudah terbuka lebar.
"Aarrggghhhhhhhh...!!!" perempuan itu menjerit.
Tapi itu sebelum Hisao menyalakannya. Begitu benda itu mulai bergerak
dan menggesek dinding kemaluannya, jeritan Akiko perlahan sirna,
berganti dengan desahan dan rintihan penuh nafsu yang menyenangkan hati.
Tak perlu waktu lama, vibrator itu sudah bisa mengantarkan Akiko menuju
ke klimaksnya yang pertama.
"Hah.. Hah.. Hisao-kun!" wanita itu terengah-engah dengan muka merah padam. Keringat sudah menbanjiri tubuhnya yang sintal.
"Baiklah, cukup untuk yang ini." Hisao menarik vibrator itu keras-keras, membuat Akiko kembali menjerit dan sedikit merintih.
Perempuan melenguh.
Di satu sisi dia merasa lega karena bisa terbebas dari benda sialan itu, tapi entah kenapa, di sisi lain, dia merasa
kosong. Seperti ada yang kurang pada dirinya.
"Nah, sekarang makan sushi dulu. Di
sushi ini ada daging ikan salmon dan telur ikan, proteinnya bagus," ucap
Hisao sambil menyuapi sang istri.
Akiko menggeleng pelan,
"Hisao-kun, aku... mau..." yap, akhirnya dia mengerti.
Alasan mengapa dari tadi dia merasa ada yang kurang adalah karena Hisao
sama sekali belum memasuki dirinya, "Hisao-kun..." perempuan itu meminta.
"Tidak-tidak,
makan daging dulu," paksa Hisao sambil memberikan piring yang di
atasnya ada sekitar empat sushi. Akiko berusaha menggeleng sekencang
yang ia bisa, mengingat tenaganya sudah terkuras habis gara-gara
vibrator menyebalkan itu. Melihatnya membuat Hisao mendengus pelan, "Huh, kau
memang menyebalkan."
Masih dengan terengah-engah, Akiko melirik
suaminya yang menghampiri laci di sudut kamar dan mengambil sesuatu,
"Kebetulan, kemarin aku banyak membeli 'mainan', kau bisa mencobanya
satu-satu," ujarnya dengan santai. Tanpa menggubris protes dari istrinya,
Hisao langsung menunjukkan boneka Teddy Bear yang anehnya bagian
tangannya seperti berbentol-bentol dan err... kelewat panjang namun tetap
berbulu, "lucu kan?" tanyanya berbasa-basi.
Akiko merengut
kesal tanpa berniat menjawab. Tapi tetap saja laki-laki itu
melanjutkan aksinya, dia mengangkangkan kaki Akiko dan menaruh boneka
Teddy di tengahnya, tepat di depan liang istrinya, "Mari kita lihat betapa
lucunya mainan ini," Hisao menyeringai dan tanpa sepengetahuan Akiko,
laki-laki berkaca mata itu menekan tombol ON di bagian belakang boneka.
"Ngh!
Ahhhhh... arghhhhh..." Akiko langsung mendesah kencang saat boneka
Teddy yang lucu itu menggetarkan tangannya yang berbulu tepat di
depan vaginanya. Dia berkelojotan dan menggelinjang hebat merasakan
bulu-bulu halus boneka itu mengesek-gesek bibir kemaluannya.
"Ahh, Hentikan, Hisao. Hentikan! Aku tidak tahan!" rintihnya menghiba.
Tapi bukannya menyingkirkan, Hisao malah memasukkan tangan Teddy yang
nakal itu ke dalam liang kemaluan sang istri. Boneka berbulu lebat itu
itupun bergetar dan berputar-putar
merangsang Akiko untuk mencapai klimaksnya yang kedua.
"Aah.. Ooughhhhh.. Aaaaaaaahhh!" dengan tangan terikat di
tiang tempat tidur dan posisinya yang duduk di atas bantal, lumayan
mempersempit ruang lingkup Akiko. Terpaksa wanita itu pasrah saja saat cairan cintanya menyembur membasahi lantai dan sprei.
Sementara Hisao, dengan cueknya, hanya duduk menonton di
ujung ranjang sambil memperhatikan tubuh polos istrinya yang
berkelojotan basah bermandikan
peluh. Nikmatnya orgasme yang dirasakan wanita cantik itu membuat Akiko
menggelinjang liar hingga menyebabkan sprei kasur mereka kusut
berantakan tak karuan.
"Hisao... ahhh! Cabut itu..." Akiko merintih, meminta agar suaminya
mengambil si boneka nakal dari selangkangannya. Sambil tertawa kecil
penuh kemenangan, Hisao akhirnya menarik tangan Teddy yang masih
berputar-putar liar itu.
"Aakh! Hissao-kun!" erang Akiko dengan wajah memerah. Dia lega karena
vaginanya akhirnya terbebas dari rasa nikmat yang melelahkan itu. Tapi
perasaan kurangnya masih ada karena Hisao masih belum memasuki dirinya.
"Ayo
makan dulu," perintah Hisao lagi dengan wajah mengintimidasi, "Kau
tidak mau begini terus kan?" ucap suami tengil itu sambil menyuapkan
salah satu sushi dengan sumpit.
Tapi Akiko hanya menggigit dengan
satu gigitan, itu pun sangat sedikit, bahkan daging ikan salmon atau
daging kepitingnya tidak sampai termakan. Sepertinya dia masih tidak suka.
"Oh, baiklah," Hisao memutar kepala dengan bosan,
"Sepertinya istriku yang keras kepala ini memang ingin memakai cara yang
sedikit keras," dan kini pemuda berambut lurus itu kembali menyeringai
dan mengambil sesuatu dari bawah tempat tidur, kali ini semacam tentakel.
"Ah, itu..." Akiko menatap tak percaya.
Tentakel
yang ada di tangan Hisao itu sangat kenyal seperti jelly. Di pusatnya
ada bola yang diselimuti jelly dan sisi-sisi panjang lainnya itulah yang
merupakan tentakel—entah untuk apa. Sekali lagi, Hisao menaruh bola
yang diselimuti jelly berserta tentakel-tentakelnya itu di depan
kemaluan sang istri. Untuk kali ini, Hisao turut andil. Pemuda itu
menyelip di antara punggung dan tangan Akiko yang terikat.
Dia menahan tubuhnya di atas kakinya yang tertekuk, jangan sampai dia
menindih kedua tangan istrinya.
Setelah beres, Hisao menekan
tombol di dalam saku celananya dan itu sukses membuat bola jelly itu
berputar. Akiko mendesah begitu mengetahui bola tentakel itu
dengan otomatis mengumpulkan semua tentakelnya yang tersebar membentuk
kesatuan melonjong. Reflek, wanita cantik itu memposisikan dirinya
sebaik mungkin
agar tentakel yang berkumpul itu bisa memasuki dirinya dengan mudah. Ia
tidak mau kesakitan. Ditambah, Hisao yang tadi sibuk menempatkan diri
kini merangkulnya erat dan meremas-remas buah dadanya yang menggantung
indah dari belakang.
"Ahhh.. Uuhhh... Aahhhh.. Ouohhhh," rasanya benar-benar memabukkan,
membuat Akiko yang sebenarnya sudah kelelahan kembali merintih-rintih
keenakan.
Hisao tak henti-hentinya menciumi dan
sesekali menggigit leher putih sang istri hingga memunculkan
bercak-bercak
merah sebagai tanda. Sementara di bawah, jelly yang kenyal itu terus
menyodok-nyodok, menyentuh
titik klitoris Akiko hingga membuat wanita cantik berdada besar itu
melayang dan menjerit-jerit penuh kepuasan. Saat orgasme akan datang
melanda dirinya, tiba-tiba saja Hisao menekan tombol di dalam sakunya.
Tentakel itu pun mati dan terdiam, meninggalkan Akiko berada dalam
situasi tanggung yang amat sangat.
"Makan dulu." dengan senyum
tipis khas miliknya yang menyebalkan, Hisao mengambil piring yang di
atasnya terdapat sushi lagi, "Kali ini, karena masih awal, aku akan
berbaik hati. Untuk sementara kau belajar makan sushi dulu."
"Hisao..." Akiko merajuk, ingin agar laki-laki itu menghidupkan kembali
si tentakel. Atau kalau tidak, langsung menyetubuhinya dengan
menggunakan penis besarnya. Yang jelas, Akiko sangat butuh sekali
pelampiasan saat ini. Vaginanya gatal ingin digaruk.
"Oh
ayolah, kau ingin tersiksa terus?" bujuk Hisao. Dengan lembut, dia
mencium bahu mungil istrinya dan melepaskan ikatan di tangan wanita itu,
"Makanlah," setelah menaruh piring di atas paha Akiko, laki-laki itu turun
dari kasur dan duduk di ujung ranjang.
Dia menatap istrinya
yang masih mengamati sushi itu seolah berpikir akan memakannya atau
tidak. Laki-laki berambut biru pucat itu mendengus, dia meraba gundukan
daging panjang yang menyelip diatas selangkangannya. Sudah dari tadi
benda itu terbangun dan berontak minta untuk dikeluarkan, tapi dia
menahannya, setidaknya sampai Akiko menyelesaikan makanannya dan siap
melayaninya.
"Ssssh..." Hisao meraih payudara kanan Akiko dan meremasnya pelan.
Rasanya empuk dan kenyal, kontras dengan bentuk benda itu yang bulat dan
padat. Dia melirik Akiko yang masih memakan—tunggu, sushinya sudah
berkurang satu. Baguslah!
"Ayo, makan lebih banyak..." erang Hisao. Tangannya masih terus
menggenggam payudara sang istri, tak henti-hentinya memilin dan
memijit-mijit putingnya yang mungil kemerahan. Salah satu tangannya juga
sudah menyelip ke balik celana untuk mengocok-ngocok penisnya yang
sudah menegang dahsyat.
Sejenak, Akiko menatapnya heran, tapi setelah itu dia kembali dalam
ritual makannya.
Merasakan tubuh Akiko yang sintal dan hangat membuat Hisao berkali-kali
menggigit bibir bawahnya. Sekarang, gantian dia yang tersiksa. Hisao
sudah sangat ingin sekali menyetubuhi wanita cantik itu, tapi dia
tidak mau mengganggu acara makan penuh protein yang dilakukan istrinya.
Dirasakannya, cairan precumnya sudah semakin banyak keluar, tapi Akiko
belum juga
selesai makan. Wanita itu makan dengan sangat lambat, terlihat sekali
dia
masih tidak ikhlas memakan daging-daging berprotein itu. Padahal jelas,
protein sangat bagus untuk membuat otak anak mereka jadi encer sesuai
harapan.
Hisao tersenyum senang saat melihat Akiko langsung memakan satu sushi dalam sekali
lahap. Hebat! Dan begitu gigitan terakhir ditelan, Hisao benar-benar
merasa surga ada di depannya sekarang.
"Selesai nih, Hisao-kun!"
gerutu Akiko sambil menaruh piringnya di atas meja. Wajahnya terlihat senang karena berhasil menghabiskan sushi itu.
Hisao masih bertahan, dia tidak langsung menyerang istrinya karena Akiko baru selesai makan. Bisa-bisa di tengah
nanti dia muntah, "Nih, minum air dulu," ucapnya dengan
lembut. Akiko menurut, dan langsung meminumnya
habis. Sementara Hisao mulai membuka resleting celana jeansnya yang sudah semakin tidak nyaman.
Satu menit berlalu, dan bagi Hisao, itu adalah waktu yang lebih dari
cukup untuk menunggu. Dengan wajah garang, dia segera membaringkan tubuh
montok Akiko diatas ranjang dan menindihnya.
"Hisao—kyaa!" Akiko menjerit senang saat memegangi penis Hisao yang sudah menegang maksimal.
Dan
detik berikutnya ranjang yang tadi sudah mulai tenang itu kembali
berderit. Dan kali ini dikarenakan dua pasang manusia bergumul di
atasnya. Hisao melempar tentakel jelly yang tadi
menutupi vagina Akiko dan menggantinya dengan penisnya sendiri. Dia
menusuk dalam-dalam dan menggenjot tubuh mulus istrinya dengan kuat.
Payudara Akiko yang terlempar kesana-kemari segera ia pegangi dengan
kedua tangannya.
"Hisao-kun! Ohhhhhhh! Aaaaaah!" rintih Akiko penuh nikmat. Semua terasa begitu lepas
sekarang, dia yang sedari tadi merindukan sentuhan sang suami, kini bisa bernafas lega hingga bisa klimaks berkali-kali.
Hisao yang tidak kalah puas, juga mengeluarkan semua yang dia miliki.
Dengan penuh suka cita dia meyemprotkan spermanya ke dalam rahim Akiko
yang hangat, berharap salah satunya akan berhasil menghamili wanita
cantik itu.
Sambil
beristirahat untuk permainan yang berikutnya, Hisao menyuapi Akiko
dengan daging ayam dan semua makanan berprotein yang sudah ia siapkan.
Diam-diam laki-laki itu bersyukur dalam
hati karena bisa menemukan cara yang begitu mudah dan nikmat agar
istrinya mau
memakan protein tanpa perlu dipaksa-paksa lagi.
0 comments:
Post a Comment