Thursday 21 February 2013
Sakura,Benda Berbulu Ini Apa Ya?
Hampir satu minggu tak ada misi
bukan suatu hal yang Haruno Sakura harapkan. Tak ada hal yang bisa ia lakukan
untuk membunuh rasa bosannya. Membantu di Rumah Sakit Konoha pun malah semakin
membuat ia gondok karena tak mendapatkan pekerjaan yang ia harapkan. Dan
sekarang ia tengah merenung sendirian di kamar mungilnya, memikirkan kedua
rekan setimnya, Naruto dan Kakashi-sensei, yang beruntung mendapat misi ke desa
Hujan. Meringkuk di bawah selimur sembari mengikuti arah jarum jam merupakan kegiatan
favoritnya sekarang.
"Sakura-san."
Hampir saja ia melampaui dunia
mimpinya ketika sebuah panggilan menggema di kedua rumah siputnya. Dengan
enggan ia membuka mata, mendapati rekan setimnya tengah memandangnya dengan
sebuah senyum palsunya.
"Sai." Ia bergumam
sembari menegakkan duduknya. "Ada apa kau kemari, Sai?" tanyanya.
Pemuda mantan Anbu-Ne itu
kembali memamerkan senyum andalannya. "Berhubung Naruto dan Kakashi-sensei
ada misi, bolehkah aku bertanya tentang buku yang aku baca pada, Sakura-san?
Haruno Sakura mengangguk,
"Tentang apa, Sai?" tanyanya lagi.
Sai mendudukkan tubuhnya di
lantai kamar Sakura sebelum ia merogoh kantong ninja miliknya. "Tentang
buku ini." Ia menyerahkan sebuah buku dengan gambar seorang wanita. "Bagian-bagian
Tubuh Wa..."
"SAAAAAI...!!!"
***
Sai melirik sosok gadis di depannya sembari mengelus pipi kirinya yang
beberapa menit lalu mendapat hadiah bogem dari Sakura. Gadis bermahkota merah
muda itu tengah menggeram frustasi.
"Sakura-san," panggil Sai takut-takut.
"Sai, dari mana kau dapat buku seperti ini?" tanya Sakura
geram.
Senyum itu kembali bermuara di bibir Sai, "Kaka-sensei yang
memberikan padaku, dan katanya aku boleh bertanya pada Sakura-san kalau ada
yang tidak kumengerti," jelasnya.
"Kaka-sensei, sialan,"
umpat Sakura.
***
"Sakura-san, bolehkah aku
bertanya sekarang?"
"APAAAA?" Bola mata
sewarna hijau daun itu melotot ke arah Sai.
Jemari pucat Sai menggaruk pipi
dengan gugup, "Dari yang aku baca tertulis katanya payudara..."
Sakura langsung melotot, tapi Sai tetap melanjutkan, "...katanya payudara
wanita itu bisa menunjukkan sifat seorang wanita, benarkah begitu,
Sakura-san?" Mata sewarna malam itu menatap polos ke arah Sakura.
"HAAAHHH?" Bukannya
menjawab, Sakura malah memamerkan tampang bloon.
Tak mendapati respon yang ia
harapkan, Sai merangkak mendekati dimana Sakura duduk. Menempelkan telapak kananya
pada gundukan di dada Sakura sambil melirik buku yang tengah ia pegang.
"Punya Sakura-san bentuknya
seperti mangkok..." Ia menekan ringan apa yang ada dalam genggamannya,
"...dan berasa lunak. Hmmm... cocok sama Sakura-san yang rela
berkorban," ujarnya mantab.
"SAAAAI..."
BBUAAAGHHH!!!
"Jangan seenaknya
menyentuh, Sai-baka," geram Sakura marah.
Pemuda yang tengah merintih
sakit setelah mendapatkan bogem untuk kedua kalinya menampakkan wajah polosnya,
"Gomen, Sakura-san."
Haruno Sakura mendesah bingung,
dia duduk pada pinggiran tempat tidur. "Pulanglah Sai, aku ingin istirahat,"
pintanya kemudian.
Mendapati respon tak terduka,
Sai menyuarakan kekecewaannya pada sorot matanya. Perlahan-lahan ia bangkit
hendak melangkah menghampiri dimana letak jendela kamar Sakura yang terbuka.
"Sai."
Langsung ia menoleh ketika suara
khas wanita berkumandang, "Aku akan menjawab satu pertanyaanmu sebelum kau
pulang," ujar Sakura tak enak hati.
Sai langsung memamerkan senyum
andalannya, "Sakura-san, sebenarnya aku penasaran sama..." Ia berujar
gugup.
"Sama?" tuntut Sakura.
"Sakura-san, janji tak akan
marah jika aku mengatakannya, kan?" ujar Sai meminta kepastian.
Sakura mengangguk cepat. Semakin
cepat Sai bertanya dan mendapatkan jawabannya semakin cepat pula ia mendapat
ketenangannya.
"Janji aku tak akan marah,
Sai," ungkap Sakura mendapati keraguan di mata pemuda pucat itu.
"Sebenarnya..."
"Ya?"
"Sebenarnya aku..."
"Katakan, Sai, atau tak ada
lagi pertanyaan untukmu," gusar Sakura pada akhirnya.
Sai menatap sakura tak percaya,
dengan memantapkan hatinya ia mulai memandang gadis di depannya. "Bolehkah
aku melihat bentuk vagina, Sakura-san," seru Sai.
Sakura melotot. Dan Sai menunggu
jawaban dengan harap-harap cemas.
"Sakura-san bilang akan
menjawab pertanyaanku." Ia menatap ngeri ke arah Sakura, "Dan janji
tak akan marah," tuntut Sai.
Gadis merah muda itu menghela
napas pasrah, "Tutup jendelanya, Sai," perintahnya kemudian.
"Ehhh..." Meskipun tak
mengerti toh akhirnya ia menuruti perintah Sakura.
"Kenapa kau ingin
melihatnya, Sai?" tanya Sakura.
Senyum itu kembali melebar,
"Kata Kakashi-sensei, vagina wanita itu indah dan bikin ketagihan. Aku
ingin membuktikan apa benar seperti perkataan Kakashi-sensei," jelas Sai.
Dan ingatkan Sakura untuk
membungkam mulut tak bertanggungjawab milik gurunya ketika ia kembali ke desa.
"Sakura-san, bolehkah aku
melihatnya sekarang."
"Apa?" Sakura terkejut
seketika.
"Itu, milik
Sakura-san," ujar Sai polos.
Mendapati muka penasaran yang
begitu kental di wajah pemuda di depannya, perlahan-halan rok itu terlepas
meninggalkan tempatnya terdahulu. Dengan ragu ia menatap ke arah Sai, tapi
pemuda itu malah memamerkan senyum palsunya.
Gemetar ketika celana dalam
miliknya semakin ia tarik ke bawah. Dan kedua paha miliknya pun saling
berhimpitan terkena dinginnya udara yang berhembus.
Sai berjongkok tepat di depan selangkangannya.
Merasakan tekstur dari bulu-bulu yang menghiasi permukaan vaginanya.
"Kenapa ada bulu di daerah
ini," tanyanya bingung.
Perasaan aneh menerpa Sakura
ketika jari-jari Sai membelah kedua pahanya.
"Di sini juga ada bulunya,
Sakura-san," pekik Sai lagi tak percaya.
"Bulu-bulu itu berfungsi
menghalau kotoran maupun keringat agar tak sampai ke dalam bibir vagina, Sai.
Seperti fungsi alis," terang sakura kemudian.
Sai mengangguk mengerti.
"Bibir Vagina itu seperti apa, Sakura-san." Kepala berabut eboni itu
mendongak, menatap Sakura yang semakin gelisah akan keadaannya.
Sakura terduduk di tempat tidur
ketika kedua tangan Sai memaksa untuk memisahkan pahanya yang sedari tadi
menempel.
"Sai!" Ia memekik
kaget ketika tubuhnya terhempas ke tempat tidur bersamaan dengan terbukanya
lebar kedua belah kakinya. "Sai, hentikan!" jeritnya berusaha
mengubah posisi tubuhnya. Namun pemuda eboni itu tetap terdiam, menyernyit
heran menatap bagian paling intim dari tubuh Sakura.
"Apakah ini yang namanya
bibir vagina, Sakura-san." Tubuh Sakura mengejang merasakan jemari Sai
memilin-milin vagina dalamnya. Ia hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Dan ini yang di sebut
dengan klistoris, yang katanya merupakan salah satu titik sensitif
wanita?"
Lagi-lagi sakura hanya
mengangguk gelisah, menahan sesuatu dalam dirinya agar tak memberontak keluar.
"Bolehkah aku merasakannya,
Sakura-san?"
Belum selesai ia mencerna
pertanyaan Sai ketika dirasakannya sebuah bibir mengulum lembur klistorisnya. "SAI,
HENTIKAAAAAN!" Ia memberontak ingin lepas, tapi kukuhan kedua tangan Sai
menghalau untuk melepaskan diri. Sakura mengeliat, berusaha untuk mengangkat
tubuhnya dan menyingkirkan kepala Sai yang masih enggan meninggalkan vaginanya.
Akhirnya Sakura bisa mendudukkan
tubuhnya bersamaan dengan Sai yang menarik kepalanya sedikit menjauhi area
terlarang milik Sakura, tapi masih enggan menjauh dari tengah-tengah paha
Sakura.
"Apa yang kau lakukan,
Sai," gertak Sakura marah. Berusaha ia menyingkir dari rengkuhan Sai.
Namun percuma, malah ia merasa tubuhnya terangkat ke tengah tempat tidur, ia merasa
gesekan kemaluannya pada perut polos Sai.
"Kau mau memperkosaku,
HAH?" jeritnya.
Tampang polos itu menatap ke
arah Sakura, "Aku tidak tahu, Sakura-san." Sakura menyernyit heran,
"Tiba-tiba tubuhku bergerak sendiri ingin merasakan nikmatnya," ungkapnya
jujur.
"Apa?" Dengan
ragu-ragu Sakura melirik daging menonjol yang berasa di area miliknya.
"Sai, kau..." semburat merah itu begitu saja mengeksploitasi
wajahnya. Dengan gugup ia membuang muka, mengabaikan posisi duduknya yang tetap
berada dalam pelukan Sai. Bahkan ia tak sadar kedua tangannya mencengkeram
lebih erat pakaian depan milik pemuda itu.
"Sakura-san, kau
kenapa?" Sakura merasakan tubuhnya terhempas ke tempat tidur.
Tatapan bola mata sekelam malam
itu menatap ke arahnya khawatir. Ia terdiam menatap wajah di atasnya yang
begitu dekat. Rasanya seluruh tubuhya terasa luluh tak bertenaga lagi. Sakura
tanpa sadar menutup matanya, mengalungkan kedua tangannya ke leher Sai sebelum
menariknya dalam ciuman jangka panjang.
Sai tentu terkejut atas reaksi
Sakura. Bahkan ia bingung harus bagaimana ketika perlahan-lahan bibirnya
bergerak sendiri sesuai irama yang dihasilkan Sakura.
Rasanya ini begitu nikmat.
Pertama kalinya untuk Sai, dan ia berasa enggan untuk menghentikannya barang
sedetikpun.
Kecipak bunyi kedua bibir yang
saling berbenturan itu terdengar awut-awutan karena nafsu. Lelehan hasilnya pun
melubar melewati garis rahang Sakura, sebelum meresap pada seprei di bawahnya.
Merasa sesak di bawah, dengan
susah payah celana seperempat miliknya akhirnya terlepas. Rasanya basah ketika milik
mereka saling berdekatan. Menimbulkan nuansa panas pada ciuman mereka.
Kedua bibir itu akhirnya
terlepas, bersamaan dengan seruan kenikmatan dari Sakura. Merasa nelurinya
bekerja, Sai mencicipi segala tempat dimana bibirnya jatuh. Memberikan sebuah
ciuman pengundang nafsu bagi keduanya. Bahkan ia tak sadar ketika sebelah
tangannya berusaha melepas pakaian terakhir Sakura hingga akhirnya melahap
salah satu gundukan yang ia dapat.
Sakura mendesah ria, menekan
kepala Sai untuk semakin melahap payudara miliknya. Kedua kakinya pun tak
ketinggalan mengalung erat pada pinggang pemuda di atasnya. Berusaha menjangkau apa
aja yang bisa bergesekan dengan mulut vaginanya yang terbelah. Pinggulnya tanpa
henti bergoyang untuk semakin menekan daging tegak yang semakin membelah
vaginanya. Menggesek-gesekkan pada mulut lorongnya yang sedari tadi basah
karena kenikmatan.
Sai mengerang ketika dirasa
kemaluannya terjepit pada daging yang hangat, tak mau kehilangan kenikmatannya
ia menekan lebih dalam. Merasa menemukan daging yang mulai melebar, ia menekan
lebih dalam lagi. Rasanya berdenyut-denyut ketika ujung miliknya mulai
memasukinya. Berusaha menekan lebih lanjut.
"Uhhhhh..."
Sakura tersentak kembali ke
dalam kesadarannya ketika sebuah daging keras memaksa memasuki tubuhnya. Ia
melirik ke bawah dan melihat kemaluan tegak itu semakin mendorong masuk. Ia tak sadar kapan Sai
melepas celananya. Dengan sisa tenaganya ia berontak menyingkirkan Sai, tapi
pemuda itu tetap memeluk erat tubuhnya, enggan terlepas. Sakura takut ketika
merasakan daging keras itu mulai terasa pada tubuhnya, ia berontak ingin lepas.
"Sai, lepaskan. Kumohon jangan!"
Suaranya terdengar serak bersamaan dengar air matanya yang keluar. Rasanya
tubuhnya hancur ketika dorongan terakhir yang diciptakan pemuda di atasnya
membuat tubuh mereka bersatu. Ia merasakan denyutan hebat sebagai respon dari
masuknya milik Sai bersamaan dengan kenikmatan yang ia terima ketika dua alat
reproduksi itu saling bekerja.
"Hiks... hiks...
hiks..." Samar-smar di antara kenikamatan yang tengah tercipta tangis itu
mengubah segalanya. Akhirnya ia mendongak untuk menatap wanita di bawahnya. Sai
terkejut mendapati air mata itu menderas. Ia tak mampu berucap, hanya bungkam
menatap penuh penyesalan ke arah Sakura.
***
Sudah sedari setengah jam yang
lalu sang penerang siang kembali ke tempat ia beristirahat. Meninggalkan dua sosok manusia yang tetap terdiam
meskipun kegiatan yang mereka lakukan terhenti satu jam yang lalu.
Sakura meringkuk di balik selimutnya, membelakangi Sai yang terduduk di
ujung kamar miliknya. Rasanya kedua makhluk Tuhan ini tengah menyesali ketidak
terkendalian tubuh mereka.
"Pulanglah, Sai." Suara itu semakin terdengar serak, "Kau
sudah mendapatkan lebih dari yang kau cari."
Sai mendongak, menatap punggung polos Sakura yang tetap membelakanginya.
Ia tahu
Sakura tengah menahan tangisnya.
"Aku ingin sendiri,
Sai." Suara serak itu kembali terdengar.
Namun percuma Sai masih enggan
beranjak dari duduknya, malah ia semakin menenggelamkan kepalanya pada lipatan
kedua tangannya yang bertumpu pada kedua lututnya.
"Gomen, sakura-san," gumamnya.
Terlewat tengah malam mereka tetap mempertahankan posisi masing-masing.
Mendiamkan diri sendiri atas apa yang tengah mereka lakukan hari ini. Bahkan
ketika siang menjelang di hari berikutnya Sakura tetap mendapati Sai di pojok
ruanganya, meringkuk dalam duduknya.
0 comments:
Post a Comment